ITS News

Jumat, 15 November 2024
03 September 2007, 14:09

Krisis Konseptual

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sebelumnya, ada sedikit kegamangan istilah mengenai kaderisasi tahap awal (kalo boleh saya menyebut) di ITS ini. Secara umum biasa disebut OSPEK atau Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus. Di ITS kita lebih mengenal dengan OMB atau orientasi mahasiswa baru. Di kalangan mahasiswa, lebih sering saya mendengar kata pengkaderan. Bahkan ada yang mengatakan OMB tidaklah sama dengan pengkaderan.

Iseng, saya meminjam buku I/O mahsiswa baru. Di sana tercantum mengenai OMB. Tersurat pula beberapa maksud dan tujuannya. Jika boleh meringkas; diantaranya adalah mempercepat proses adaptasi terhadap lingkungan belajar yang baru; mengenal lebih awal peran dan fungsi Pendidikan Tinggi; dan mengetahui wadah dalam menyalurkan bakat dan minat. Satu hal yang saya tangkap bahwa maksud dan tujuan tersebut hanya berorientasi pada satu fungsi, yaitu fungsi akademik.

Padahal di lain sisi saya melihat seorang maba perlu mendapatkan sebuah pola pikir baru, moral yang baik, mental yang kuat, kepekaan sosial, manajerial, loyalitas, dan lain sebagainya. Selain itu, sebagai orang baru di lingkungan yang baru, dibutuhkan sebuah proses inagurasi diterimanya mereka dalam sebuah komunitas. Inilah kiranya yang dinamakan pengkaderan oleh para teman-teman mahasiswa.

Namun saya sedikit terusik dengan permasalahan yang ada pada pengkaderan saat ini. pengkaderan di ITS seperti tidak jelas arahnya. Para pengkader terasa seperti kehilangan konsep. Panitia hanya mampu menanamkan ilmunya di awal saja tanpa proses lebih lanjut. Hasilnya, ada mahasiswa yang sibuk dengan kuliah dan tugas saja, hedonisme yang semakin menggeliat, surut dengan idealisme, kurang siap menerima perubahan, dan rasa apatis terhadap permasalahan yang ada.

Memang ada sebagian besar yang menjadi mahasiswa yang “baik”. Apakah ini karena mereka ikut pengkaderan? Saya pikir faktornya tidak hanya itu. Toh semuanya juga ikut. Ada yang mengatakan, akan terjadi perbedaan antara yang memiliki kemauan dan sungguh-sungguh dengan mahasiswa yang ikut karena takut atau hanya ingin diterima dalam komunitas. Itu berarti, ada kesalahan konsep mengapa ada mahasiswa baru yang seperti itu (asal ikut).

Sekiranya, ada beberapa hal yang menyebabkan krisis konsep pengkaderan akhir-akhir ini. Pertama, para pengkader terlalu ber-paku pada tradisi-tradisi sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan kemalasan dan kemandekan dalam memunculkan konsep baru. Apalagi menurut Psikolog Sartono Mukadis dalam waancaranya (Kompas, 14 September 2003), ospek adalah cermin sakitnya masyarakat yang butuh akan kekuasaan yang digunakan untuk memanipulasi orang lain.

Kedua, terkait dengan waktu yang diberikan yang semakin tahun semakin mengecil saja Mengatasi hal ini, tidak sedikit yang mengadakan pengkaderan seadanya. Yang penting ada pengkaderan. Ketiga, banyak jurusan yang selalu mengubah targetan-targetan yang harus dicapai maba. Biasanya, alasannya adalah sesuai dengan kebutuhan. Permasalahannya, apakah maba memang membutuhkan separo-separo. Sebagai contoh, di satu sisi mereka kritis terhadap HAM, namun di sisi lain mereka tidak diberikan rasa kepedulian sosial.

Sebab keempat, saya teringat opini Ayos Purwoaji sebelumnya. Yaitu kurangnya kreativitas dari para pelaksana pengkaderan. Mungkin sebenarnya mereka tau harus seperti apa dan harus bagaimana seorang maba itu. Hanya saja kreativitaslah yang menajdi kendala di sini. Mengapa seperti ini? rasanya perlu ada pembahasan khususnya.

Lalu seperti apa konsep yang ideal untuk pengkaderan di ITS secara umum. Hal ini butuh waktu yang tidak sedikit. Mungkin butuh 1001 malam untuk berdebat mengenai konsep terbaik, tapi bukan tidak mungkin dengan seribu satu malam tersebut muncul sebuah konsep yang ideal. Lantas saya teringat MUBES III yang mulai terlupakan dan atau dilupakan oleh sebagian besar kita. Ternyata di situ tercantum pola pengembangan sumber daya mahasiswa. Lengkap bersama model mahasisw ideal, proses pencapaian, dan pola kegiatan secara garis besarnya. Maka, tidak ada salahnya sebuah konsep pengkaderan diendapkan dari konstitusi dasar ini.

Sejatinya adalah, bagaimana merumuskan konsep kaderisasi ideal tanpa harus menggunakan metode-metode non-humanistik namun mampu mencetak kader-kader terbaik.

Emal Zain MTB
Jurnalis ITS Online.

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Krisis Konseptual