ITS News

Sabtu, 28 September 2024
07 November 2007, 05:11

Dr Budi Santoso MSc, Pembantu Dekan FTI ITS, Penggemar Berat Koes Plus

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

BUDI Santoso tak memerlukan lemari besi atau sebuah nomor rekening untuk menyimpan salah satu harta karunnya. Sebuah komputer jinjing dengan kapasitas memadai sudah cukup bagi pembantu dekan IV Fakultas Teknologi Industri (FTI), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), itu. Maklum, harta karunnya tersebut bukan berupa uang, emas, atau batu permata, melainkan lagu-lagu Koes Plus dalam bentuk MP3.

"Mendapatkan sekitar 900 lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus bukan hal mudah," kata dosen jurusan teknik industri itu. Ya, Budi memang harus bekerja keras untuk mengumpulkan lagu-lagu band legendaris tersebut. Sebab, ratusan lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus tak mudah dicari dan dideteksi. Budi harus mencari satu per satu kasetnya, lantas merekamnya ulang dalam bentuk MP3.

Budi mengatakan, sebetulnya dirinya memiliki kaset-kaset Koes Plus, tapi sudah banyak yang hilang. Selain kaset yang dimiliki kakaknya, Budi mengoleksi album-album Koes Plus sejak kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1988. Kebiasaan tersebut dilakukannya hingga menjadi dosen di ITS pada 1993.

"Saya pernah membeli kasetnya di Pasar Pucang," sambung pria kelahiran Klaten, 12 Mei 1969 itu. Budi tak ingat betul Koes Plus memiliki berapa album. Yang jelas, total lagu mereka sekitar 900 judul. "Saya punya semua tuh dalam format MP3," ungkapnya sambil memperdengarkan Why Do You Love Me melalui komputer jinjingnya ketika ditemui di ITS kemarin (6/11).

Merekam ulang lagu-lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus mulai dilakukan Budi pada 2003. Tujuannya, mempercantik situs yang didedikasikannya untuk band tersebut. Situs itu sebetulnya adalah jatah Budi dari kampusnya, University of Oklahoma. Namun, alih-alih digunakan untuk memublikasikan karyanya, dia menggunakan situs itu sebagai situs Koes Plus.

Maka, lahirlah students.ou.edu/s/budi.santosa-1/koesplus.htm. Budi pun memasukkan lagu-lagu yang direkamnya ulang dalam bentuk MP3. "Waktu itu tak ada istilah melanggar hukum, banyak orang yang mengakses," ujarnya.

Situsnya memang menjadi tempat nongkrong baru para penggemar Koes Plus. Penggemar Koes Plus dari Sabang hingga Merauke berkumpul di situ. Bahkan, ada satu-dua kawannya dari Belgia yang kecantol.

Budi akhirnya memiliki jaringan dan banyak kenalan sesama penggemar Koes Plus. Bahkan, komunitas yang bermula dari situs Budi itu sepakat untuk membentuk mailing list. Mereka saling berdiskusi melalui surat elektronik. Nah, lama-kelamaan, diskusi tersebut berkembang menjadi sebuah keseriusan, yakni pendirian Koes Plus Fans Club (KPFC).

"Bolehlah dibilang, berdirinya KPFC itu juga gara-gara situs saya," tutur ayah tiga anak itu lantas tergelak. Tak sekadar berkumpul di dunia maya, para anggota KPFC pun beberapa kali bertemu. Bahkan, dari KPFC-lah sebuah buku biografi Koes Bersaudara-Koes Plus lahir.

Terdapat 15 bab soal band itu yang ditulis para penggemar mereka di KPFC. Ada enam anggota yang terlibat aktif dalam penulisan buku tersebut. Yakni, Budi, Wasis Susilo, Arief Kurniawan, Krisin, M. Rofik, dan Mulyadi Marzuki. Budi menulis empat bab, yakni Kisah di Bali Lagu, Dari Album ke Album, Ketika Atmosfer Musik Kita Dipenuhi Lagu Koes Plus, dan Antara Koes Plus dan Beatles.

Buku setebal 200 halaman tersebut boleh dibilang komplet. Para penggemarnya menulis mengenai segala sesuatu tentang Koes Plus, sejarah Koes Bersaudara menjadi Koes Plus, peta musik Indonesia pada 1960-an, wawancara imajiner dengan Tonny Koeswoyo, Salute to Erwin Gutawa, hingga bab Arus Balik mengenai kekhasan Koes Plus.

Pengumpulan dan penulisan bahan buku tersebut berlangsung dua tahun. Tatap muka langsung dan komunikasi lewat internet dilakukan intens oleh enam orang itu. "Yang nulis sih banyak, tapi yang bayar cetaknya saya sendiri," katanya lantas terbahak. Untuk memproduksi buku sebanyak 400 eksemplar tersebut, Budi memang harus merogoh kocek pribadinya Rp 9,5 juta.

Buku biografi Koes Bersaudara-Koes Plus yang berjudul Terlalu Indah Dilupakan dalam Catatan Penggemar itu, menurut Budi, memang harus terbit. Dia mengatakan, usaha dirinya dan kawan-kawan meriset data dan membuat tulisan selama dua tahun, termasuk di mailing list, akan sia-sia apabila hanya berakhir menjadi sekadar data.

KPFC ingin agar para penggemar Koes Plus bisa bernostalgia melalui buku itu. Buku tersebut juga ditujukan para penggemar baru yang penasaran dengan sepak terjang band legendaris itu. Maka, berapa pun modalnya, Budi oke saja.

Bukti kecintaan Budi tersebut, tampaknya, tak berlebihan. Bagaimana tidak, Budi mendengarkan Koes Bersaudara dan Koes Plus hampir di seluruh hidupnya. Dia mengaku menikmati lagu-lagu band bersaudara itu sejak berusia tiga tahun. Kala itu, kakaknya paling getol memutar lagu-lagu yang memang enak didengar tersebut. Budi kecil mau tak mau ikut mendengarkan. Lama-kelamaan, seiring bertambahnya usia, dia makin cinta kepada grup band itu.

"Tapi, saya ini nggak tergila-gila sampai ingin ketemu para personelnya. Cukup datang ke konser dan mendengarkan lagu-lagunya," tutur pria yang hobi menyanyi dan main gitar tersebut.

Menurut dia, melodi-melodi yang ditampilkan Koes Plus begitu menawan. Mereka tak hanya pandai menciptakan lagu-lagu dengan lirik yang cerdas menghibur, tapi juga piawai bermain dengan berbagai jenis musik. Budi lantas menyebutkan jenis-jenis album band favoritnya itu.

Antara lain, pop, pop Jawa, melayu, keroncong, kasidah, dan album Natal. "Lagu-lagu mereka yang bahasa Inggris juga tak kalah apik," tegasnya. Karena itu, di masa mendatang, dia berobsesi untuk merekam band-band pelestari Koes Plus untuk ditayangkan di televisi. Sayang, kocek Budi kini belum cukup untuk merealisasikan itu. "Biaya tampil di televisi mahal sekali. Masak sekali tayang saja Rp 20 juta! Dapat uang dari mana?" katanya sambil geleng-geleng kepala. (*)

Berita Terkait