ITS News

Jumat, 27 September 2024
04 Desember 2007, 21:12

Yang Free pun Belum Tentu Gratis

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

 Membawakan materi bertema Software Open Source Sebagai Media Entrepreneur, Rusmanto menegaskan bahwa ada perbedaan mendasar antara free software dengan freeware. "Free software dapat diartikan sebagai software yang benar-benar merdeka, sedangkan freeware maksudnya free di sini adalah free lisensinya. Jadi, jangan kira keduanya adalah sama," tutur Rusmanto.

Berdasar dari lisensi yang mengikatnya, menurut Rusmanto software terbagi menjadi dua, yakni propietary software dan free / open source software (FOSS). Untuk propietary software, sudah jelas bahwa software tersebut memiliki lisensi yang mengikat dan tak bisa dimanfaakan sembarangan. Sedangkan FOSS adalah sebaliknya, ia berlisensi namun tak mengikat serta tak membatasi.

Untuk mengetahui apakah suatu software termasuk proprietary atau bukan, lebih lanjut Rusmanto menjelaskan, ada beberapa faktor yang harus dilihat terlebih dahulu. Di antaranya, dari segi kebebasan penggunaan, mempelajari, kebebasan untuk memodifikasi, serta menyebar luaskan. "Untuk FOSS pun jika salah satu dari empat kriteria ini dilanggar, maka bukan lagi FOSS namanya," imbuh Rusmanto.

Lalu bagaimana memanfaatkan FOSS sebagai lahan entrepreneur? Mungkinkah berbisnis dengan sesuatu yang free? Menjawab pertanyaan ini Rusmanto mengungkapkan bahwa hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan menyediakan jasa support pada software bersangkutan. "Awalnya memang gratis, supportnya yang nggak gratis. Jadi meski freeware jangan dikira gratis. Memasang aplikasi di web untuk didownload pun perlu usaha, jadi wajar kalo buat download terkadang harus bayar. Orang kan butuh makan," tutur Rusmanto disambut tawa peserta.

Apa yang dinyatakan oleh Rusmanto tersebut ternyata juga diiyakan oleh M Noor Al Azam, IT (Information Technology, Red) spesialis RadNet, ia setuju bahwa salah satu ladang bisnis di FOSS adalah dengan memposisikan diri sebagai pen-support.

Sebenarnya, Noor sendiri awalnya ragu, bagaimana mungkin berbisnis dengan sesuatu yang dengan sangat mudah orang mendapatkannya dan di mana letak nilai bisnisnya. Namun, keraguan tersebut akhirnya terjawab dengan posisi saat ini ia berada. "Mungkin lebih mudah kalau dianalogikan begini, bagaimana bisa produk air minum laku di pasaran padahal air melimpah di sekitar kita," ungkap Noor.

Kesimpulannya, lanjut Noor, orang memiliki kecenderungan untuk berpindah dari hanya sekedar membeli produk menuju keinginan untuk mendapatkan service. Jadi tak heran bila Gartner (lembaga survei terkemuka asal Amerika Serikat, Red) memprediksikan bahwa spesialis IT pada tahun 2010 akan mengalami penurunan sebesar 40%. "Ini disebabkan karena 80% IT akan bekerja di bidang non IT yang menerapkan IT," tegas Noor.(f@y/jie)

Berita Terkait