ITS News

Kamis, 14 November 2024
11 Januari 2008, 13:01

Al Gore

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pantas saja film An Inconvenient Truth diganjar sebagai film terbaik tahun lalu. Melihat film itu saya seperti disodori sebuah buku tebal yang berisi fakta bahwa bumi sudah semakin tua –atau mungkin manusia yang selalu saja muda dan tidak pernah bijak. Saya melihat dengan takjub bahwa rangkaian tragedi yang datang silih berganti seperti banjir bandang dan puting beliung merupakan sebuah rangkaian kausalitas dari perbuatan manusia. Kejadian nahas lain seperti berkembangnya virus baru pun tak lepas dari kausal-kausal yang dimunculkan oleh manusia yang katanya makhluk paling waskita ini.

Film itu sendiri merupakan sebuah film dokumenter yang menampilkan Al Gore sebagai satu-satunya tokoh cerita, seperti one man show. Gaya presentasi Al Gore yang ciamik membuat kita faham apa yang disebut sebagai global warming lengkap dengan segala konsekuensinya dalam satusetengah jam saja. Tentu saja ia pun membuat kita merinding ketakutan. Bagaimana tidak, lha wong dalam sebuah slidenya ia mengatakan bahwa di masa depan bumi bisa menjadi tempat yang tidak lagi nyaman untuk ditinggali. Bencana dimana-mana, air meluber menenggelamkan kota, banyak penyakit baru yang berkembang, udara semakin panas, iklim pun datang tidak menentu. Semua data ini dapat diakses di situs climatecrisis.org dimana Al Gore yang memenangi Nobel Perdamaian tahun lalau ini sebagai pemarakarsanya.

Itu semua akibat pemakaian bahan bakar fosil yang melepaskan jutaan karbon ke atmosfir bumi. Bahkan dalam presentasinya, Al Gore yang pernah menjabat sebagai wakil presiden di era Clinton ini mengatakan bahwa panas bumi sekarang naik seratus persen, setelah 650 ribu tahun suhunya berada dalam grafik yang konstan. Kadar CO2 yang meningkat drastis dan penggundulan hutan menjadi kuncinya. Benarlah kata Emil Salim, pola pikir manusia yang ekonomis membuat alam semakin kritis.

Jayabaya dalam jangkanya menyebutkan bahwa di masa depan;
Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit.
Lali kamanungsan. Lali kabecikan.

Klop! Di tangan manusia alam pun berubah menjadi gudang uang yang tidak habis dikuras. Tanpa memikirkan bahwa kelak kita meninggalkan warisan yang mengerikan bagi anak cucu kita.

***
Maraknya banjir di Jawa saat ini mengingatkan saya akan sebuah film lain yang bercerita tentang dahsyatnya alam, The Day After Tommorow. Film ini memvisualisasikan dengan dramatis bagaimana kota New York terendam oleh banjir, Manhattan pun berubah sebagai kolam raksasa. Apalagi peristiwa puting beliung yang di musim hujan selalu menumbangkan banyak pohon di Surabaya, saya teringat akan dahsyatnya film Twister. Apa memang benar masa depan akan berubah menjadi semenyeramkan itu? Duh Gusti!

Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk berubah. Berbenah. Berbuat sebisa mungkin untuk menjadikan masa depan sebagai masa depan yang nyaman. Menjadikan bumi sebagai tempat bermain yang aman bagi anak cucu kelak. Berdoa untuk yang terbaik di masa yang akan datang. Meskipun doa saja tidak cukup, dalam sebuah proverb Afrika Kuno disebutkan bahwa; when you pray, move your feet. Maka berdoa dan berbuatlah. Sekecil apapun itu.

ITS sendiri sebagai salah satu benteng teknokrat terkemuka alangkah baik kiranya jika mewacanakan hal ini terus menerus. Bisa jadi untuk menyambut maba tahun depan ITS dapat mengundang Al Gore sebagai keynote speaker. Green technology pun bisa menjadi issue yang dapat dikembangkan secara holistik di lingkungan ITS. Atau mungkin elemen mahasiswa bergerak untuk menanam ribuan pohon di areal kampus, diprakarsa oleh PLH Siklus dan BEM ITS. Menarik bukan?
Wallahu a’lam bisshawab.

Ayos Purwoaji
Mahasiswa Despro ITS

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Al Gore