ITS News

Kamis, 14 November 2024
28 Januari 2008, 13:01

Bapak Pembangunan Dalam Kenangan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dalam suasana sedih, Siti Hardianti Rukmana mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah memberikan perhatiannya kepada ayahandanya. Ratusan kuli tinta dalam dan luar negeri pun berdesakan meliput berita besar ini. Iring-iringan mobil jenazah bergerak menuju Jl. Cendana no. 8 lalu bergerak dari bandara Halim Perdanakusuma menuju bandara Adi Sumarmo Solo. Astana Giribangun menjadi tempat peristirahatan terakhir Pak Harto, tepatnya disamping makam istrinya. Presiden SBY langsung menyerukan untuk mengibarkan bendera setengah tiang sebagai penghormatan terakhir kepada mantan presiden Soeharto.

Penulis mengajak para pembaca untuk mengedepankan kearifan dalam menanggapi wafatnya orang yang sangat berjasa bagi negara ini. Kita bernostalgia tentang sosoknya yang ramah, sopan, murah senyum, tenang, bersahaja dan dekat dengan rakyat. “Smiling General” julukan pers barat kepada Soeharto karena sosoknya yang ramah tapi tegas dalam bersikap. Mantan Diplomat Des Alwi mengenalnya sebagai sosok yang straight forward dan selalu independen dalam opini. Sementara lawan-lawan Pak Harto seperti AM Fatwa dan Sri Bintang Pamungkas memandang Pak Harto orang yang cerdas sekaligus cerdik, kharismanya mampu menundukkan kawan dan lawannya. Aktivis Budiman Sujatmiko dan Hariman Siregar tetap menganggap jenderal besar ini sebagai seorang diktator otoriter. Sedangkan teman masa kecilnya, melihat sosok Pak Harto yang pendiam tapi rajin belajar, bahkan ketika bertani pun Pak Harto masih membawa-bawa bukunya.

Putra seorang petugas desa pengatur air kelahiran 8 Juni 1921 di desa kemusuk, Yogyakarta ini lahir dalam keprihatinan hidup. Pendidikannya dilalui di SR Wuryantoro, SLTP dan Sekolah Agama lalu sekolah bintara. Beliau menjadi Prajurit teladan pada saat pendidikan sekolah bintara. Karir militernya sangat fantastis, diawal karirnya masuk KNIL dengan pangkat kopral. Ketika Jepang datang, beliau masuk PETA sebagai Cudancho (Dan. Kompi). Lalu ketika TKR berdiri ia langsung berpangkat mayor sebagai komandan resimen. Di umur 26 tahun ketika berpangkat letkol dan menjabat Komandan Batalyon, ia menikahi Siti Hartinah(24 thn) (Ibu Tien) tanpa melalui proses pacaran. Dan ia harus segera meninggalkan istrinya untuk pergi bergerilya, bahkan beliau baru bisa bertemu dengan anak pertamanya tiga bulan setelah kelahiran. Beliau juga terkenal sebagai kepala keluarga yang sangat perhatian dan romantis kepada istri dan anak-anaknya. Terlihat kesedihan mendalamnya ketika ibu Tien wafat pada saat hari raya idul adha.

1 Maret 1949 terjadi peristiwa yang menggemparkan dunia, Belanda dipermalukan oleh seorang pemuda bernama Soeharto yang memimpin Serangan Umum ke ibu kota Yogyakarta. Walaupun hanya dikuasai 1 hari, tapi peristiwa itu membuka mata dunia, kalau Indonesia masih memiliki kekuatan. Prestasi luar biasa ketika umurnya kurang dari 40 tahun ia sudah menjadi jenderal dan memegang jabatan penting seperti komandan Operasi Mandala, lalu Pangkostrad dan Menpangad. Ketika berumur 47 tahun ia sudah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Prestasi ini setara dengan Bill Clinton yang menjadi presiden ketika berumur 46 tahun.

Ditengah carut marut ekonomi warisan orde lama (inflasi 600 %). Ia berhasil menghimpun ekonom dan teknokrat untuk bersama-sama menyusun kembali Perekonomian Indonesia diantaranya “Begawan Ekonomi” Soemitro dan Emil Salim. Ketika tahun 1970 Indonesia merupakan pengimpor beras terbesar di dunia. Tapi 1984 Indonesia telah berswasembada beras bahkan bisa mengirimkan bantuan 100.000 ton kepada negara yang dilanda kelaparan. Tahun 1985 beliau memperoleh penghargaan dari FAO. UN Populattion award 1989 dianugerahkan kepadanya atas keberhasilannya dalam menekan laju kependudukan. Sikap politiknya yang bebas-aktif turut merintis berdirinya ASEAN dan tahun 1991, ia dipercaya menjadi Ketua Gerakan Non-Blok. Perekonomian pun terus menanjak terutama tahun 80’an (rata-rata pertumbuhan ekonomi 7% pertahun). Menjadikan Indonesia sebagai “Macan Asia”. Kondisi dalam negeri pun aman dan cenderung tidak ada konflik. Sementara biaya pendidikan tidak semahal dan serumit sekarang. Bahkan putra-putra terbaik bangsa banyak yang diberi beasiswa untuk belajar ke luar negeri. Sudah tidak terhitung berapa jumlah gedung sekolah yang sudah dibangunnya. Ribuan fasilitas kesehatan di seluruh pelosok Indonesia menjadi saksi perhatiannya terhadap kesehatan rakyatnya. Pembangunan-pembangunan yang belum bisa ditandingi oleh siapa pun di Indonesia. 72 penghargaan dalam dan luar negeri menjadi saksi atas dedikasinya.

Dibawah kendali Soeharto, Indonesia sangat disegani dengan berbagai prestasi yang ditorehkan. Sangat kontras dengan Indonesia sekarang dengan julukan "Macan Ompong Asia". Bahkan Indonesia tidak punya bargaining yang kuat di kancah internasional.

Sebagai kaum muda yang lahir dan tumbuh di era Soeharto, sudah selayaknya kita belajar dari soeharto yang menjadi pemimpin ketika beliau masih belia. Dan dari pengalaman kepemimpinannya, ia sudah matang ketika menerima amanah yang lebih besar lagi. Harapannya negeri ini tidak dipimpin oleh orang-orang yang tiba-tiba jadi pemimpin tanpa track record yang jelas.

Jasa dan pengabdianmu akan terus terukir di hati rakyat Indonesia…..
Selamat Jalan Pejuang, Pemimpin dan Putra Terbaik Bangsa…..
Semoga Amal Ibadahmu diterima di sisi Allah SWT….
wallahu’allam bishowab…

Bahtiar Rifai Septiansyah (4106100033)
Mahasiswa teknik perkapalan

Berita Terkait