ITS News

Jumat, 27 September 2024
30 Januari 2008, 06:01

Sosok Ketegaran Seorang Ibu

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Di hari ulang tahunnya yang ke-64 yang jatuh pada Selasa (29/1) kemarin, wanita yang kesehariannya menjabat sebagai kepala Unit Pendidikan Tinggi (UPT) Pusat Bahasa  ini meluncurkan buku otobiografinya. Hadir sebagai reviewer dalam acara launching buku ini Prof Ir Sugiono, Rektor ITS periode 1995-2003 dan Sirikit Syah, penulis sekaligus wartawan Jakarta Post tahun 1996-2000.

Selain dari teman dan keluarga, Lubna mengaku bahwa keinginan untuk menuliskan pengalaman hidupnya juga banyak didorong oleh pendapat KH Agus Ali Mashuri, Tulangan, Sidoarjo dalam bukunya Maling Jadi Wali. "Buku beliau ini pernah saya terjemahkan dalam bahasa Inggris. Di sana Gus Ali berpesan, seandainya kita memiliki nilai atau pengalaman alangkah baiknya bila ditularkan kepada orang lain, salah satunya melalui tulisan," ungkap Lubna.

Wanita yang menjabat sebagai kepala UPT Bahasa ini hanya memerlukan waktu enam bulan untuk menuliskan kisahnya secara utuh. ’’Niatan membuat otobiografi ini sudah lama sekali, tapi baru mulai saya tulis enam bulan yang lalu,’’papar Lubna.

Ibu tiga orang anak ini memang patut diacungi jempol. Lembar demi lembar buku ini memuat kisah hidupnya secara runtut dan lugas. ’’Menjadi single parent itu sangat tidak mudah, tapi kita harus tetap tegar dan kuat,’ujarnya disela-sela acara bedah bukunya di UPT Bahasa ITS, Sukolilo, Selasa(29/1).

Lubna menjadi single parent sejak 1985. Suami tercintanya, meninggal karena penyakit kanker hati. ’’Saya waktu itu sedang menyelesaikan tesis saya di University of Sidney,Australia,’’kenangnya. Saat itu, putra sulungnya, Jusuf baru berusia 5 tahun. Sedangkan putri kedua dan si bungsu berturut-turut baru berusia 3 dan 1,5 tahun.

Lubna menjadi sanggup melakukan apa saja untuk ketiga anaknya. Termasuk ketika harus menampilkan sosok maskulin dalam dirinya. ’’Saya harus bersikap tidak kenal takut terhadap apapun di hadapan anak-anak. Kadang sikap saya ini memang terlihat seperti galak karena saking tegasnya,’’sambungnya.

Pendidikan kedisiplinan yang diterapkan kedua orangtuanya ditirunya untuk membesarkan buah hatinya. Sekarang Lubna dapat berbangga melihat ketiga anaknya berhasil.’’Si sulung sekarang sedang sekolah S2, yang nomer dua mengajar di IKIP Mataram, dan si bungsu bekerja di bank internasional di Surabaya,’’tambahnya.

Ketegaran sosok wanita yang ditampilkan Lubna dalam buku ini diakui oleh Sirikit Syah. Meski menurutnya buku ini kurang tergarap secara maksimal, namun sajian ketegaran perjalanan hidup seorang wanita tersirat jelas dalam buku setebal 121 halaman ini. ’’Ini adalah kisah yang luar biasa. One of a kind, dalam bungkus yang terlalu sederhana,’’ujarnya.

Dia menyatakan buku ini terlihat ditulis secara terburu-buru, kurang perenungan, polesan dan sentuhan editing. ’’Tapi ini justru bisa jadi daya tarik karena orisinalitas,’’paparnya. Selain itu, Sirikit menggaris bawahi urutan kronologis yang digunakan oleh Lubna. Namun alur yang tertata ini dihiasi oleh beberapa klimaks kecil dalam kehidupannya.

Mulai pengalaman kengerian tahun 1965, kehilangan orang-orang yang dicintai, suka duka mengasuh anak sendirian, hingga kegagalan menjadi guru besar. ’’Klimaks bu Lubna ada di mana-mana. Nyaris di sepanjang waktu hidupnya,’’lanjutnya. Sirikit mengaku hanyut dalam beberapa kisah roman. Dia juga mengangumi catatan-catatannya yang sangat lengkap dan ilustrasinya yang menarik. ’’Buku ini benar-benar menarik dan sangat patut dibaca oleh semua perempuan dan laki-laki,’’terangnya.

Berbeda dengan Sirikit Syah, Prof Ir Sugiono dalam uraiannya tak banyak berkomentar tentang isi buku Lubna. Ia lebih banyak menyoroti bagaimana sosok seorang Lubna yang selama ini ia kenal. "Sebagai keluarga civitas akademika ITS, bu Lubna adalah seorang pekerja keras, disiplin, pantang menyerah, selalu optimis meski kadang juga emosional," ungkap Sugiono diikuti tawa peserta. "Tapi kami maklum mengapa bu Lubna demikian, tentu tak lepas juga dengan kedisiplinan," ujarnya menambahkan.

Tak lupa, dalam kesempatan tersebut Sugiono juga mengucapkan selamat atas peluncuran buku tersebut. "Kebiasaan menulis mungkin bukan kebiasaan orang Jawa. Tapi selamat untuk bu Lubna karena telah menghadirkan sebuah catatan kisah yang sangat bermanfaat. Terutama sebagai teladan bagi anak-anak kita," pungkas Sugiono.(Humas/fay/jie)

Berita Terkait