ITS News

Jumat, 27 September 2024
18 Februari 2008, 17:02

Penjualan Pasir Sebabkan Banyak Pulau Hilang

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Seminar yang merupakan rangkaian dari Ocean Week 3 ini juga menghadirkan pembicara pakar kelautan Ir. Daniel M. Rosyid Ph.D  MRINA. dari Fakultas Teknologi Kelautan (FTK)  dan Kepala Jawatan Hidro Oceanografi TNI AL Laksma TNI Williem Rampangilei. Menurut Syamsul Maarif, pengelolaan sumber daya pulau kecil seharusnya bersifat normatif economic, bukan positif economic atau animal economic seperti yang terjadi sekarang ini. ”Saat ini sering kita temui adanya praktik penjualan pasir di beberapa pulau kecil yang akhirnya membuat pulau-pulau kecil kita hilang dan tentunya membuat batas negara kita jadi bergeser,” ujar pria yang biasa disapa Maarif ini.

Padahal, menurutnya, menjual aset negara seperti itu sama saja dengan menjual kedaulatan negara sendiri. “Pulau-pulau kecil adalah aset istimewa bagi negara, oleh karena itu harus dikembangkan secara optimal dan dijaga keberadaannya,” tegasnya. Dipaparkannya bahwa jumlah pulau yang ada di Indonesia saat ini sebanyak 17.480 pulau, di mana 9.634 pulau belum bernama, 92 merupakan pulau terluar dan hanya 4.890 pulau dari 13 provinsi yang telah terdaftar namanya di UNGEGN, salah satu badan PBB.  “Padahal pulau-pulau ini memiliki aset yang besar seperti konservasi, budidaya laut, pariwisata usaha perikanan dan kelautan,” ujarnya.  

Pemanfaatan ini, lanjutnya, terhambat karena sulit dan mahalnya penyediaan prasarana dan sarana publik, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat setempat, kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi dan kecilnya skala ekonomi dalam hal aktivitas produksi, transportasi, konsumsi dan administrasi.

”Dalam hal ini, ITS mempunyai banyak peran dalam pengelolaan sumber daya nonhayati,” cetus Maarif. Mungkin juga, menurutnya, di ITS memiliki penelitian-penelitian mengenai model-model kapal yang cocok dengan karakteristik pulau-pulau kecil di Indonesia. Hal senada juga diungkapkan oleh Haryo Dwita Armono, Pembantu Dekan IV FTK. Kontribusi ITS dalam pengembangan pesisir dan pulau-pulau kecil masih sebatas riset dan belum pada pengaplikasian. ”Beberapa riset yang telah kami lakukan antara lain konversi energi untuk pesisir dan pulau kecil, serta konversi energi arus dan gelombang,” ungkapnya.

Pengaplikasian ini, menurutnya, mengalami kendala disebabkan kurangnya dana dan adanya Keppres RI No. 80 Tahun 2003  yang merugikan bagi peneliti dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS). ”Penelitian dan pengembangan pulau-pulau kecil di bidang sarana dan prasarana membutuhkan ahli-ahli di bidangnya, di mana ahli-ahli ini mayoritas tenaga pendidik yang notabene PNS,” tukasnya.

Berbeda dengan Daniel M Rosyid, menurutnya pendekatan kesejahteraan jauh lebih penting daripada pendekatan kedaulatan. Diperlukan perencanaan dan strategi yang matang dalam pengembangan pulau-pulau kecil khususnya dari segi wisata. Ada tiga hal utama yang harus diperhatikan, yakni strategi yang meliputi segmentation, targeting, dan positioning. Kedua, taktik yang terdiri dari differentiation, marketing mix dan selling. Dan yang terakhir adalah value yang mementingkan branding, service dan processes.

“Ketiga hal ini yang harus menjadi perhatian dinas terkait, masyarakat dan perguruan tinggi yang dapat mencetak tenaga kerja,” ujar Daniel yang juga pakar pendidikan di Jatim ini. Pengembangan pulau kecil sebagai wisata bahari menjadikan perencanaan transportasi laut menjadi penting. Karena pulau-pulau kecil membutuhkan transport yang nyaman dan aman. ”Teknologi yang ada sekarang tidak cocok dengan pengembangan wisata bahari, apalagi musim gelombang tinggi dan angin kencang di perairan,” ujar Daniel.

Jika sarana transportasi aman dan nyaman, maka aset-aset intengible dapat termanfaatkan. “Kita jauh tertinggal dengan negara kepulauan lainnya, selama ini kita selalu menonjolkan kekayaan alam tapi tidak membangun aset intengible,” pungkasnya. (humas/jie)

Berita Terkait