Anugerah potensi kekayaan bahari yang strategis tersebut telah memberikan keuntungan dan kemungkinan bagi Indonesia untuk memanfaatkan aturan konvensi kebaharian Internasional, sebagaimana diatur dalam United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982).
Dari 7000 species ikan yang telah dikenal di dunia, Indonesia memiliki 2000 jenis species diantaranya (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Ditjen KP3K, DKP, 2006). Perairan Indo-Pasifik yang sebagian besar terletak di Indonesia merupakan pusat keanekaragaman terumbu karang dunia dengan lebih dari 400 species termasuk juga ganggang laut terbesar di berbagai wilayah pantai. Potensi sumberdaya biologi mempunyai arti strategis karena merupakan sumber makanan dan obat-obatan bagi umat manusia, disamping fungsi-fungsi estetika yang juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Sumberdaya biologi kelautan memiliki keanekaragaman hayati yang besar bila ditinjau dari luasnya habitat yaitu 2,4 juta ha kawasan hutan bakau dan 8,5 juta ha terumbu karang. Secara biologi, kawasan pantai dan laut Indonesia mempunyai arti global karena perairan Indonesia merupakan tempat bertelurnya ikan-ikan yang migran (highly migratory species) seperti Tuna, Lumba-lumba, berbagai jenis ikan paus dan penyu.
Disamping keunggulan potensi yang dimiliki, prospek pasar produk kelautan dan perikanan dimasa akan datang menunjukkan pangsa yang terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dunia yang akan terus memperbesar permintaan pangan. Masyarakat saat ini semakin sadar bahwa kebutuhan gizi hanya akan terpenuhi dari produk pangan yang menyediakan kandungan protein yang tinggi dan kolesterol rendah.
Potensi Sumber Daya Ikan
Disamping kebutuhan pangan, manusia juga membutuhkan kelengkapan hidup yang lain seperti kosmetika dan obat-obatan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut banyak terkandung di dalam sumberdaya hayati di perairan Indonesia. Fakta nyata, laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 95,181 km dengan potensi sumberdaya terutama potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar. Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun.
Potensi sumberdaya ikan tersebut apabila dikelompokkan berdasarkan jenis ikan maka jenis ikan pelagis besar (Ikan Tuna) 1,16 juta ton, pelagis kecil (Ikan Kembung) 3,6 juta ton, demersal (Ikan yang hidup di dasar perairan) 1,36 juta ton, Udang Penaeid 0,094 juta ton, Lobster 0,004 juta ton, Cumi-Cumi 0,028 juta ton dan ikan karang konsumsi 0,14 juta ton. (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006). Potensi-potensi kelautan dan perikanan dapat dimanfaatkan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang diperkirakan sebesar US$ 82 milliar per tahun.
Potensi tersebut meliputi potensi perikanan tangkap US$ 15,1 milliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 milliar per tahun, potensi perairan umum sebesar US$ 1,1 milliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 milliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 milliar per tahun dan bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 milliar per tahun (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).
Menyimak potensi akan kekayaan alam yang begitu melimpah terlintas sebuah ironi kehidupan masyarakat pesisir, yakni hidup miskin ditengah kekayaan potensi sumberdaya perikanan yang ada disekitarnya. Senada dengan hal tersebut sebuah kalimat yang pernah dilontarkan oleh Peter Pearse seorang ekonom dari Kanada It begins with a paradox! Ketika melihat kenyataan pahit bahwa nelayan di pantai timur Kanada terbelenggu oleh kemiskinan di tengah melimpahnya sumberdaya perikanan wilayah tersebut.
Permasalahan Kemiskinan Nelayan
Kondisi yang sama juga dialami oleh nelayan kita. Permasalahan nelayan dan kemiskinan bukan disebabkan oleh monopoli negara-negara berkembang semata, kemiskinan nelayan timbul manakala terjadi mismanagement terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan, jadi memang kuncinya disini adalah pada aspek pengelolaan dan pemahaman permasalahan kemiskinan. Menelaah masalah kemiskinan nelayan, tak ubahnya seperti mengupas bawang merah. Lapis demi lapis harus dikupas sebelum menemukan akar permasalahan kemiskinan itu sendiri. Sejalan dengan hal tersebut perlu adanya sistim managemen yang baik dan terarah yang berlandaskan pemikiran kearah “Maintenance and Ecology Preservation Sustainableâ€.
Pemerintah Daerah dalam hal ini dimintakan untuk pro aktif dalam melaksanakan perwujudan pemberantasan kemiskinan di daerahnya masing-masing. Seiring dengan proses penerapan otonomi daerah sebagai implementasi UU No.22/1999 jo. UU 32/2004, maka terdapat beberapa pengaturan kewenangan kepada Pemerintah Daerah antara lain : *eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya hayati laut, *penataan ruang, *administrasi dan *penegakan hukum. Pelaksanaan otonomi daerah mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah harus mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hayati kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang berada dalam batas-batas yang telah ditetapkan, bila ingin mendapatkan manfaat terbesar dari potensi alam tersebut.
Seiring dengan hal tersebut, dengan otonomi daerah maka Pemerintah Daerah memiliki dasar yang kuat untuk mengimplementasikan pembangunan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil (KP3K) secara terpadu mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. Keterpaduan tersebut sangat dan mutlak diperlukan, karena pada hakekatnya pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan untuk mencapai keseimbangan antara manfaat dan kelestarian potensi sumberdaya yang dimiliki. Dampak langsung dari penerapan otonomi daerah adalah bergesernya kewenangan, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan mempunyai konsekuensi langsung terhadap sumber pembiayaan pembangunan di daerah.
Dengan kewenangan tersebut maka daerah memiliki harapan, terutama dalam hal landasan hukum (jurisdiksi) dan peluang untuk memperoleh nilai tambah atas sumberdaya alam yang nantinya akan digunakan untuk memberantas kemiskinan daerah.
Dalam melakukan kebijakan pengelolaan pesisir dan laut, maka pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah perlu melakukan upaya-upaya yang bersifat reaktif dan pro aktif. Upaya reaktif lebih dititik beratkan pada rehabilitasi dan pemulihan ekosistim yang rusak, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat pesisir, pengembangan mata pencaharian altenatif serta pengkayaan sumberdaya pesisir.
Secara pro aktif pemerintah mendesentralisasikan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, menyusun kebijakan umum yang memberikan arahan bagi pemanfaatan sumberdaya pesisir secara lestari, merumuskan perencanaan pengelolaan pesisir secara terpadu serta menyusun rancangan undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir agar pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut diregulasi secara bertanggung jawab dengan landasan hukum yang tegas.
Salah satu strategi dalam mengelola sumberdaya pesisir dan kelautan di daerah yang berbasiskan Otonomi Daerah yang mana untuk mengatasi kelemahan kapasitas manajemen kelembagaan pembangunan pesisir dan kelautan di daerah adalah dengan mengembangkan “Program Mitra Bahariâ€. Dengan adanya Program Mitra Bahari diharapkan dapat menjalin hubungan kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah dan Universitas, antara Pemerintah Daerah dan Swasta, terutama antara Pemerintah Daerah dan Nelayan, yang notabene adalah untuk memaksimalkan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan dalam Memberantaskan Kemiskinan. Semoga ……..!
Penulis
Ho Putra Setiawan
Mahasiswa Program Pascasarjana
Jurusan Teknologi Kelautan ITS
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi