ITS News

Senin, 30 Desember 2024
05 Maret 2008, 10:03

Krisis Energi Listrik : Saatnya Berpaling ke Laut

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Cuaca buruk selama beberapa terakhir ini, tidak bisa berkompromi dengan kepentingan manusia. Manusia lah yang harus mensiasati agar cuaca buruk ini tidak menghalangi aktifitas keseharian. Laut sebagai jalur transportasi yang paling rentan terhadap imbas cuaca buruk, ternyata tidak hanya mampu membuat “kegelapan” bagi kapal yang sedang berlayar namun bisa juga menyebabkan kegelapan didaratan. Faktanya hanya karena ombak keras, kapal-kapal pengangkut batu bara terlambat menyuplai batu bara ke pembangkit-pembangkit listrik yang berada di Jawa dan Bali sehingga menyebabkan pemadaman bergilir di Jawa dan Bali.

Laut sebagai faktor alam selama ini kurang mendapatkan perhatian dalam strategi pengembangan energi di Indonesia. Peran laut bagi industri energi listrik saat ini, lebih
dominan hanya sebagai jalur transportasi yang mengangkut pasokan bahan bakar berupa batu bara dan BBM, sebagai tempat pembuangan sisa air pendingin turbin PLTU atau bahan baku penghasil uap untuk menggerakan turbin PLTU. Lebih tepatnya laut belum menjadi objek dalam pengembangan energi di Indonesia,  perannya tak lebih dari sebatas pelengkap. Menjadikan laut sebagai sumber energi alternatif pun sepertinya masih jauh dari kenyataan ibarat pungguk merindukan bulan. Padahal jika saja sejak lama kita bersahabat dengan laut, maka laut tidak lagi sebagai penghalang pasokan bagi pembangkit listrik, namun laut bisa menjadi sumber energi listrik.
         
Peranan laut sebagai sumber energi terbarukan (renewable resources) saat ini sangat dibutuhkan, pemanfaatan sumber energi konvensional seperti minyak, gas alam cair dan batu bara selama ini terbukti selain menyebabkan problem ikutan berupa dampak lingkungan yang diakibatkannya seperti efek rumah kaca, global warming, akan tetapi juga cadangan sumber dayanya yang semakin hari semakin menyusut. Bisa dibayangkan jika kita tidak bersiap-siap sejak dini dengan mencari sumber energi alternatif, maka tentunya kita akan sangat kelabakan bila cadangan sumber energi konvensional kita telah habis. Mungkin yang terjadi kita akan mengalami
kemunduran kembali ke zaman kegelapan (jahiliyah). Ini tantangan besar buat bangsa ini, apalagi harga minyak dunia yang semakin melambung tinggi menambah beban APBN setiap tahunnya. Kebijakan merevisi APBN sebagai strategi penyesuaian akibat asumsi awal yang tidak tepat dalam penyusunan RAPBN untuk harga minyak dunia per barrelnya, ibarat lingkaran syaitan yang tak berujung dan selalu kembali terjadi. Efeknya harga bahan bakar bagi masyarakat melambung tinggi, industri derifatifnya (hilir) pun seperti PLN ikut-ikutan menaikan tarif untuk menyesuaikan dengan cost produksi yang semakin mahal. Akhirnya masyarakat kecil yang sangat merasakan akibat dari semua itu. Sebagai gambaran dibutuhkan 200 Triliun rupiah pertahun untuk subsidi BBM dan Listrik jika harga minyak dunia mencapai USD 90 per barrel. Besarnya nilai subsidi ini, sebenarnya akan bermanfaat jika pemerintah mulai berpikir untuk mengalihkannya untuk pengembangan energi kelautan, karena akan mengurangi pemborosan dan ketergantungan terhadap minyak bumi yang tidak ramah lingkungan.
       
Berpaling ke laut barangkali adalah bahasa yang tepat dalam kondisi krisis energi saat ini. Mengapa demikian ? karena laut selain menyimpan potensi hayati juga menyimpan potensi nir-hayati (fisik) yang sangat besar. Kekayaan nir hayati ini diantaranya energi yang bisa dihasilkan baik dari arus air laut, pasang surut, gelombang maupun energi thermalnya. Ini adalah potensi energi terbesar kita. Wilayah laut kita yang mencapai 5,8 juta m2, menyimpan kekayaan energi yang luar biasa dan tidak akan pernah punah. Tinggal bagaimana kita mau memulai memanfaatkan potensi energi kelautan tersebut. Menuju pada pemanfaatan energi kelautan, mensyaratkan pemerintah memberikan kebijakan yang lintas sektoral. Karena pemanfaatan sumber energi kelautan ini adalah proyek jangka panjang, maka diperlukan infestasi yang besar untuk mendanai riset-riset dan rekayasa teknologinya. Prinsip berpikir kita sederhana, yang mana infestasi ini memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit namun hasilnya bisa dimanfaatkan sepanjang masa tanpa harus mengkhawatirkan kehabisan bahan baku energinya. Usaha penelitian-penelitian dan pengembangan ini harusnya berjalan simultan dengan pengembangan sumber energi terbarukan yang berasal dari daratan, seperti biofuel, panas bumi dan lainnya. Tidak saling meninggalkan satu sama lainnya.
       
Kecenderungan dunia saat ini yang mengarah pada penemuan-penemuan dan pemanfaatan sumber energi terbarukan, menuntut kita pula untuk memacupenelitian-penelitian kearah yang seperti itu. Jika kita tidak memulainya dari sekarang, saya yakin dan percaya kedepan bangsa ini hanya bisa menjadi penonton saja dalam percaturan ekonomi dunia. Karena sumber daya energi sangat menentukan maju dan mundurnya ekonomi suatu bangsa. Bangsa
yang maju adalah bangsa yang mampu memanfaatkan sumber-sumber energinya dengan sebaik mungkin. Energi itu adalah nadi dan denyut perekonomian suatu bangsa. Jika energinya mati, maka mati pulah ekonomi suatu bangsa begitu pun sebaliknya jika energinya hidup, maka ekonomi suatu bangsa akan maju dan berkembang dengan baik. Inilah interaksi mutualisme antara energi dan ekonomi yang tidak dapat terpisahkan satu sama lain. Pertumbuhan ekonomi  jelas sangat membutuhkan ketersediaan berbagai sumber daya alam di samping sumber daya manusia. Sumber daya energi merupakan salah satu sumber terpenting pendorong
pertumbuhan ekonomi. Ia dibutuhkan setiap elemen masyarakat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Karena itu, keterbatasan sumber daya energi akan menjadi kendala yang dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi di kemudian hari.
       
Olehnya itu diperlukan road map untuk mengarah pada pemanfaatan energi alternatif (diferfikasi) salah satunya menggunakan sumber energi kelautan sebagai sumber energi bangsa ini. Yang pertama harus dilakukan adalah melakukan penelitian pada seluruh kawasan laut Indonesia, untuk mengetahui daerah mana saja yang potensial geolombang, pasang surut, arusnya dan energi thermalnya yang memenuhi untuk pengembangan energi lebih lanjut. Sampai saat ini kita belum memiliki data base yang memuat lokasi-lokasi dilaut yang layak untuk dijadikan sebagai sumber pengembangan kawasan energi terbarukan. Hal ini merupakan kelemahan kita, bayangkan saja misalnya negara amerika serikat sejak tahun 1974 sudah mulai melakukan penelitian mengenai ocean thermal energy conversion (OTEC), laboratorium energi alam di Hawai menjadi yang terdepan dalam penelitian OTEC tersebut, begitu pula India sudah sejak lama mensponsori untuk memulai penelitian OTEC dengan membangun instalasi OTEC di lepas laut Tamil Nadu. Investasi OTEC jauh lebih murah dibandingkan dengan investasi listrik tenaga nuklir yang selain mahal juga memiliki resiko dampak lingkungan yang besar, belum lagi protes masyarakat dimana PLTN tersebut direncanakan dibangun. Seperti yang terjadi sampai dengan saat ini, warga muria dan sekitarnya di Jawa Tengah masih melakukan protes atas rencana pemerintah tersebut. Investasi OTEC per kWHnya hanya $. 07 USD, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir bisa mencapai $. 0192 USD per kWH. Begitu pula investasi biaya untuk energi dari gelombang, pasang surut dan arus laut tentunya jauh lebih rendah lagi.
       
Kedua, pemerintah seharusnya mulai sekarang memberi tanggung jawab kepada perguruan tinggi untuk memulai penelitian-penelitian sumber energi kelautan. Tentunya
dengan memberikan dukungan dana dan fasilitas. Selain BPPT dan LIPI, lembaga yang juga kredibel untuk melakukan penelitian-penelitian diatas adalah perguruan tinggi karena memiliki ketersediaan SDM yang handal untuk melakukan penelitian. Pemerintah tinggal menetapkan perguruan-perguruan tinggi yang dianggap mampu dan bisa diandalkan untuk menjadi pusat pengembangan energi kelautan di Indonesia.
       
Ketiga, proses transformasi sumber energi dari energi konvensional ke sumber-sumber energi terbarukan sudah mulai harus direncanakan, sehingga jika saatnya sumber energi konvensional mengalami kepunahan. Bangsa kita tidak kaget lagi dan kesulitan untuk memanfaatkan sumber energi yang baru. Ini harus dilakukan sejak sekarang, sebelum semuanya terlambat bagi bangsa ini. Kita tidak cukup hanya mengandalkan cadangan energi fosil sedangkan cadangan energi fosil kita terbatas. Pemerintah harusnya sudah menyadari bahwa pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan utamanya dari energi laut merupakan kebutuhan bahkan suatu keharusan. Jika itu disadari bangsa ini bisa perlahan-lahan melepas ketergantungannya dari sumber energi fosil khususnya minyak bumi. Yang terbukti karena pemanfaatan minyak bumi selama ini, indonesia menjadi salah satu penghasil gas karbon dioksida terkemuka di Asia.
       
Dengan langkah-langkah diatas, mewujudkan terjaminnya penyediaan energi untuk kepentingan nasional melalui upaya peningkatan nilai tambah sumber energi khususnya sumber energi kelautan dengan menjamin ketersediaan energi domestik melalui pengelolaan energi secara etis dan berkelanjutan termasuk memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang niscaya. Jika kita memulainya sekarang, saya yakin dimasa mendatang kita tidak akan mengalami ketergantungan energi lagi dengan negara lain.

Oleh Surachman
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Fakultas Teknologi
Kelautan ITS, pemerhati energi kelautan

Berita Terkait