ITS News

Jumat, 15 November 2024
08 Maret 2008, 13:03

Militer. Hiiii (siapa) Takut!

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Zaman memang telah berubah. Kita tidak lagi berada pada kejayaan King Arthur, tidak juga pada masa ekspansi Alexander The Great, Umar bin Khatab, ataupun Gengis Khan. Yang mana pada saat itu keinginan untuk maju ke medan tempur sangatlah besar. Tidak ada yang lebih membanggakan dari pada berperang dan tidak ada yang lebih memalukan selain berdiam diri di rumah.

Sebenarnya, kita tidak bermaksud enggan untuk membela Negara. Bukannya kita tidak bangga saat menjadi pejuang. Toh ternyata kita mampu dan bisa mengaplikasikannya dalam hal lain. Namun ada satu hal yang sepertinya menjadi wabah yang harus dijauhi. Satu hal yang telah menjaadi isi kotak Pandora yang jangan sampai terbuka. Satu hal yang dihindari oleh kebanyakan orang di negeri ini. Yaitu, Militer…….

Al-Muttaqin, sebuah masjid di kawasan Kenjeran Surabaya yang mungkin belum terlalu dikenal orang. Sepintas tidak ada yang membedakan masjid ini dengan yang lainnya. Cukup besar tapi tidak terlalu mewah. Namun coba sempatkan diri untuk berjamaah Shubuh di masjid ini. Subhanallah. Hampir tiga baris terdepan terisi penuh dan setiap harinya tidak pernah kurang dari dua baris. Dimana setiap barisnya bisa mencapai 50 orang. Bayangkan berapa baris yang terisi saat Shalat Maghrib!

Jamaah tidak berbondong-bondong keluar rumah setelah adzan terdengar. Bahkan jauh sebelum adzan terdengar mereka telah menyelesaikan salam hormat mereka pada masjid dalam sholat atau mungkin tahajud dan witir panjang mereka. Padahal masjid ini tidak berada tepat ditengah pemukiman. Jarak dari rumah pun tidak semeter dua meter, bahkan rata-rata ratusan meter. Akhir dari adzan pun menjadi komando bagi kesemuanya untuk kembali berdiri menunaikan Qabliyah Shubuh. Pemandangan yang jarang bahkan mungkin satu-satunya di Surabaya.

Inilah masjid yang berada di salah satu kompleks perumahan para pensiunan angkatan laut. Kompleks inilah tempat para veteran menikmati hari tuannya. Masjid itulah tempat para sesepuh angkatan laut mendekatkan diri pada Tuhannya. Usia mereka memang telah senja, dibalik itu mereka memiliki semangat dan sikap yang bahkan jarang dimiliki pemuda.

Menurut kebanyakan orang, tingkah jamaah al-Muttaqin ini sudah biasa dan banyak terjadi di mana-mana. Usia kritis pasti banyak yang tobat katanya. Namun bagi saya yang satu ini lain. Satu hal yang membuat mereka berbeda adalah latarbelakang militernya. Kebugaran, kedisiplinan, rasa hormat pada sesama, tanggung jawab, dan tugas; sangat mereka pahami. Dan itu terlihat pada aktivitas shubuh mereka. Inilah sisi lain dari pengaruh kemililteran. Lantas apa yang ditakutkan?

Saya jadi teringat saat berada di atas KRI Makassar 590 selama tiga hari dalam rangka kegiatan pelayaran IPTEK Fakultas Teknologi Kelautan ITS beberapa waktu lalu. Jelas terlilhat beda antara para mahasiswa dan para ABK. Cara berbaris, berbicara, bahkan menyapa pun sangat kontras diantara mereka. Suasana ruang makan hingga kamar tidur pun mampu menjelaskan mana yang lebih baik. Lantas mengapa banyak mahasiswa menentang sistem mililter dalam pengkaderan mahasiswa baru walau hanya kulitnya saja?

Begitu traumanyakah kita terhadap sikap orde baru yang semaunya dengan kekuasaan militernya? Begitu takutkah kita peristiwa para praja terulang kembali? Belakangan ini muncul isu wajib militer di Indonesia. Penolakan dan ketidaksepakatan pun menjamur. Apa ada yang salah? Kenapa kita selalu melihat akibat negatifnya? Kenapa kita tidak mnyisihkan yang negatif dan mengambil positifnya saja?

Contoh kasus di atas hanya sebagian waktu dari keseharian kita. Saya sendiri tidak terlalu suka terhadap cara-cara militer. Karena menjadi orang layaknya jamaah al-Muttaqin di atas tak harus dengan militer. Tapi kenyataannya, kita memang butuh dimiliterisasi.

Emal Zain MTB
Mahasiswa Teknik Sipil ITS
foto http//www.voanews.com

Berita Terkait