Oleh karena itu, tidak heran bila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun merasa perlu mendengungkan kampanye anti korupsi sebagai bentuk penyadaran kepada masyarakat akan perbuatan amoral itu, hal ini diperparah ketika ditangkapnya jaksa agung sedang melakukan transaksi oleh KPK, bagaimana kata dunia jika jaksa agung aja bisa korupsi apalagi instansi lainnya.
Memang, dalam kata pemberantasan mengandung arti tindakan aktif. Oleh karena itu, pemberantasan tidak cukup hanya dengan serual moral dalam bentuk pidato. Apalagi masyarakat sendiri jangan-jangan sudah bosan atau jenuh mendengar pidato dan kotbah tentang korupsi, sementara para pelaku atau koruptor seperti sudah tuli dan terus saja beroperasi. Masyarakat sudah terlalu sering mendengar, tetapi tak kunjung melihat. Melihat bagaimana para perampok uang rakyat itu benar-benar diseret dan diberantas.
Ibarat wabah penyakit, selain penyembuhan, yang tidak kalah penting adalah juga pencegahan. Pemberantasan adalah tindakan penyembuhan terhadap penyakit yang sedang menjangkit sekarang ini. Sedangkan pencegahan adalah upaya yang dilakukan agar penyakit sejenis tidak menjangkit atau mewabah kembali di masa mendatang. Dengan demikian, agar tubuh bangsa ini segera sembuh dan bangkit dari keterpurukan serta bebas dari wabah korupsi di masa mendatang, kedua langkah itu harus sama-sama menjadi fokus perhatian.
Sekarang, masyarakat sedang memberi kesempatan pada pemerintah untuk membuktikan komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Lantas, bagaimana dengan upaya pencegahannya serta pengobatannya?
PENDIDIKAN KEJUJURAN
Kedua kalimat diatas memang sering terjadi dan hal ini memang mengikuti hukum-hukum tertentu yang satu dengan lainnya berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan bisnis, etika kedokteran, cara memberi pelajaran pada anak, dan lain-lain semuanya mempunyai dasar hukum tertentu dan bukan berdasarkan kejujuran tetapi berdasarkan kebenaran.
Jujur menurut saya adalah sifat yang memang harus kita miliki dan boleh dikatakan mutlak harus kita punyai. Sifat jujur boleh dikatakan setara dengan sifat-sifat lainnya seperti sifat berani, belas kasih, dan lain-lainnya.
Kalau seseorang dikatakan harus berani, lalu apakah orang tersebut harus berani dalam segala hal? Tentunya ada batas-batas tertentu dari keberanian orang tersebut, misalnya: orang tersebut berani dalam mengambil keputusan, akan tetapi saat ia diminta untuk mencoba "buggy jumping" atau mungkin diminta untuk menyanyi didepan umum maka orang tersebut akan tidak berani.
Lalu bagaimanakah ini: "Apakah keberanian itu harus bisa dilaksanakan 100%?"
Demikian pula halnya dengan "belas kasih", walaupun harus kita miliki namun saat kita menghadapi ular, harimau ataupun penjahat yang sangat mengancam diri kita, apakah kita harus melaksanakan belas kasih 100%?
Tentunya tidak dan inipun berlaku untuk kejujuran. Dalam berbisnis orang dituntut untuk jujur sehingga dipercaya orang.Apakah benar kejujuran yang dituntut?, apakah bukan suatu tindakan yang benar yang dituntut?
Mungkin hanya salah kaprah orang meminta pihak lain untuk jujur dalam berbisnis. Dalam dunia bisnis sendiri ada hukum-hukum tertentu yang dipakai dan kalau dari prinsip "gunakan energi sesedikit mungkin untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya", hal ini akan sangat bertentangan dengan kejujuran, namun akan tetap dapat diterima bila seseorang menjalankannya dengan benar dan tidak menyakiti pihak-pihak lain.
Seorang anak jatuh dan orang tuanya spontan menyatakan "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, tidak sakit kok! Jangan nangis, yach!"
Menurut saya ini adalah salah orang tua tersebut dalam menanggapi masalah tersebut, mungkin ada alternatif lain yang bisa kita gunakan misalnya "Oh, jatuh ya, mana yang sakit, sini diberi obat agar tidak sakit", dengan tanggapan yang demikian kita mendidik anak untuk mengerti suatu permasalahan, bahwa dia jatuh dan sakit dan perlu diobati dan kita tidak berbohong.
Sebenarnya akar permasalahan kenapa diri kita, keluarga kita dan bangsa ini mayoritas SDMnya tidak jujur adalah karena pendidikan awal yang kita terima adalah tidak jujur pada diri sendiri, hal ini karena kebiasaan kita berbuat tidak jujur baik dirumah, sekolah, tempat kerja. Saya yakin di Indonesia ini hanya ada sekitar 0,01 % orang yang mampu bersikap jujur dalam kehidupannya. Jika ada pembaca yang bisa memberikan contoh seseorang yang hidup di jaman ini bisa bersifat jujur sekitar 99% dalam hidupnya saya tunggu komentarnya.
Semoga saya juga bisa jujur dalam tulisan ini.
Oleh : Yaser Krisnafi, dkk (Mahasiswa Pasca Sarjana FTK)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi