ITS News

Jumat, 27 September 2024
16 Maret 2008, 09:03

LaFTiFA Adakan Pelatihan Ilmu Falak

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Tepat pukul 11.00, para peserta yang diantaranya berasal dari ITS, Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (Uhamka) Jakarta dan IA-Gamais ITB ini diajak ke lapangan untuk menyaksikan praktik penentuan arah kiblat. Dengan dipandu Heru Sukamto, mahasiswa S2 Fisika, menggunakan tongkat istiwa’ untuk menentukan arah acuan mata angin. “Penggunaan alat ini masih bergantung pada cahaya matahari,” ujarnya menerangkan.

Alat ini mirip seperti miniatur sebuah tugu. Batang besi berujung lancip yang terletak di tengah alat ini nanti akan membentuk bayangan. Di sekitar tongkat itu ada gambar lingkaran-lingkaran yang mengelilingnya. Sehingga pada ujung bayangan yang diukur tiapsepuluh menit akan menentukan arah barat-timur sejati bila ditarik garis lurus dari hasil pengamatan ujung bayangan yang terbentuk tadi. “Cahaya matahari datang dari arah timur, sehingga garisnya mengarah ke barat,” imbuh Heru.

Penggunaan tongkat istiwa’ sendiri menurut Nurhadi, salah seorang panitia, lebih akurat dan presisi. “Penggunan kompas masih riskan, karena medan magnet di setiap tempat berbeda,” jelas mahasiswa yang mengambil tugas akhir bidang Fisika Teoritis ini. Namun karena cuaca mendung, pengamatan dengan tongkat istiwa’ sedikit terhambat.

Nurhadi juga mengatakan bahwa dalam menentukan arah kiblat tidak hanya menggunakan peralatan tradisional tongkat istiwa’, tapi juga fasilitas teknologi modern. “Setelah didapatkan data dari Istiwa’, maka akan dipadukan dengan hasil GPS dan Google Earth,” tambahnya.

Tujuan LaFTiFA mengadakan acara yang mengambil tema Mengembalikan Kebudayaan Intelektual Muslim Via Ilmu Falak ini adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat umum tentang penentuan arah kiblat, waktu sholat, dan gerhana. Acara ini tidak hanya membahas masalah penentuan arah kiblat saja, tapi juga membahas bola langit, sistem koordinat, penentuan waktu sholat, benda-benda langit dan gerhana.

Intan F Hizbullah, sie acara pada kegiatan ini, berkomentar “Sebagai seorang fisikawan sudah menjadi tanggung jawabnya memberikan penjelasan masalah yang masih menjadi kontroversi, ditinjau dari sudut pandang ilmu fisika,” Mahasiswi Fisika ini juga menjelaskan bahwa perbedaan yang terjadi selama ini karena perhitungan dan parameter ilmu falak yang diambil berbeda. “Perhitungan ilmu falak bermacam-macam, sedangkan kami meninjaunya dari metode ephemeris,”. Karena menurutnya metode itu yang lebih akurat dan up to date.

Bahkan untuk membuktikan awal bulan yang selama ini sering menimbulkan kontroversi seperti penentuan 1 Syawal, beberapa mahasiswa fisika melakukan pengamatan gerhana bulan selama enam bulan bekerja sama dengan nelayan Kenjeran. “Awal bulan merupakan fenomena alam, sudah seharusnya dapat diambil titik temu untuk menghindari perbedaan,” ujar Nurhadi.(bah/rif)

Berita Terkait