ITS News

Jumat, 27 September 2024
16 Maret 2008, 18:03

TPKH Games, Angkat Tradisi Leluhur

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dalam Rangka Festival Nyepi tahun ini mahasiswa ITS yang tergabung dalam TPKH membuat hajatan besar dan mengikat tali persaudaraan antara sesama mahasiswa Hindu di Surabaya. Rangkaian TPKH Games yang kental akan budaya Bali dan Hindu ini dihadirin oleh mahasiswa Hindu dari berbagai Universitas Se-Surabaya, seperti Unair,Hang Tuah, dan Ubaya.

Kadek Agus Satria ketua panitia TPKH games menjelaskan, Festival Nyepi kali ini terbagi 2 kepanitian, yakni acara bedah buku dan TPKH games. Dalam TPKH games, kata Agus, merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi, Ngelawar, Canang Sari, Mewarnai untuk anak SD dan TK, Photography on The Spot, dan Cerdas Cermat.

Pada Awal perhelatan TPKH Games, tampil Lomba Cerdas Cermat dan Lomba mewarnai. ”Lomba Cerdas Cermat ini diikuti oleh peserta dari perwakilan UKKAHA (Unit Kegiatan Kerohanian Hindu) yang kita undang,” ujar Mahasiswa Statistika ITS ini.

Materi dari Cerdas Cermat TPKH games tidak jauh-jauh dari pengetahuan agama Hindu sendiri. "Materinya Cerdas Cermatnya tentang agama Hindu, yang sejak SMP pasti teman-teman sudah mengerti,” tutur Agus.

Kegiatan Lomba yang serentak diadakan bersama adalah Canang Sari dan Ngelawar. Kedua jenis kegiatan ini berbeda dengan lomba yang lain. Seperti yang dijelaskan peserta Lomba Ngelawar, I Putu Agus Hendra, Ngelawar adalah makanan tradisional Bali merupakan tradisi dari leluhur dan telah menjadi tradisi bagi orang Bali.

Hendra menambahkan, yang menjadi keunikan adalah yang memasak ngelawar adalah laki-laki. “Sudah tradisi yang masak harus laki-laki,” tandas Mahasiswa Stikom ini. Hendra lalu menjelaskan yang menjadi bumbu utama ngelawar adalah nangka, kelapa muda yang dibakar serta daging.

Sedangkan di tempat yang sama digelar lomba Canang Sari. Pada lomba ini dibutuhkan ketrampilan dan keindahan, terkait Canang Sari sendiri sebagai bentuk penghormatan kepada dewa-dewa. Canang sari merupakan tempat seserahan pada Dewa.

”Dengan Karya Seni yang indah Orang Bali berupaya menghormati Tuhan," ungkap Ni Putu Restu Antasari, Mahasiswa Ubaya. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk membuat Canang Sari cukup lama yakni 3 jam. ”Kita mau buat yang sebagus mungkin dan enak dilihat,” tambah Restu.

Sementara itu disisi kanan gedung Wantilan Agung Dewa Ruci, anak-anak setingkat SD dan TK bersaing dalam lomba mewarnai. Gambar yang mereka warnai adalah Leyak dan Barong, serta beberapa simbol etnik Bali. Ni Kadek Sulistiawati, murid kelas 5 SD ini mengaku mengikuti acara ini karena ajakan orangtuanya. ”Gambarnya susah diwarnai,” kata Sulis tersenyum.(fn/asa)

Berita Terkait