ITS News

Jumat, 15 November 2024
19 Maret 2008, 09:03

Dilema Sang Wisudawan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Masa yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, peresmian menyandang gelar sebagai seorang sarjana sudah ada di tangan. Rasa bangga tentunya pasti dimiliki setiap insan yang akan melepaskan statusnya sebagai mahasiswa. Bangga karena dapat mengenakan baju toga yang merupakan baju kebesaran seorang mahasiswa yang akan melepaskan statusnya, bangga karena sukses menyandang gelar sebagai seorang sarjana, entah sarjana teknik ataupun science, dan tentunya bangga karena dapat membahagiakan orang tua yang telah bersusah payah.

Berbagai macam perayaan digelar, mulai dari arak-arakan para wisudawan yang dipersembahkan oleh jurusan ataupun himpunan, hingga pesta makan-makan pun tidak luput untuk digelar. Hingar bingar suasana keceriaan nampak waktu itu, hingga orang lain dapat meneteskan air mata kebahagiaan walaupun dirinya masih resmi menyandang status sebagai mahasiswa.

Tapi hukum alam, nampak nya masih terus berlaku. Karena sejatinya, satu kebahagiaan tak pernah luput dari satu kesedihan. Ketika perayaan telah usai, kini berganti raut sedih nampak dari para sarjana ini. Karena perjuangan belum berakhir. Mereka masih harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai minat mereka masing-masing.

Tak ayal pula, lowongan pekerjaan di harian surat kabar menjadi sasaran utama para sarjana untuk berburu pekerjaan. Berbekal ijazah sarjana, mereka berusaha menawarkan segala kemampuan yang dimiliki di perusahaan. Ada yang beruntung, bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keinginan masing-masing, namun tak sedikit pula sarjana yang belum beruntung karena belum mendapatkan kesempatan kerja. Karena kebanyakan dari mereka hanya mengandalkan selembar ijazah dan mengandalkan kesempatam kerja sebagai pegawai negeri sipil yang merupakan jembatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

Ironis jika setiap sarjana hanya mengandalkan selembar ijazah tanpa kemampuan yang lain, dan hanya mengandalkan lowongan pekerjaan di perusahaan ataupun pegawai negeri sipil saja. Entah berapa banyak lagi jumlah penganguran di bangsa ini, jika setiap sarjana hanya mengandalkan seonggok ijazah.

Teringat dengan sarjana yang telah meloloskan diri dari dunia kuliah. Sarjana yang menyandang IP 3.4 ini menceritakn kenangannya pada masa-masa kuliah. Semenjak kuliah dia adalah seorang mahasiswa yang boleh dikatakan sebagai mahasiswa yang cukup disegani karena ilmu yang dimiliki. Tapi setelah lulus kuliah, batinnya terus bergejolak karena sampai dia resmi diwisuda belum ada perusahaan yang mau memperkerjakannya. Sedih katanya, karena ia belum bisa membahagiakan orangtua sepenuhnya.

Andai setiap sarjana sadar, bahwa dulu ia adalah seorang mahasiswa. Mahasiswa yang merupakan sekumpulan kaum intelektual, dengan harapan di masa depan dapat memberikan perubahan bagi bangsa ini. Karena seorang mahasiswa adalah pemuda harapan bangsa. Karena di masa kuliah mahasiswa juga diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan yang baru hingga dapat mengurangi masalah yang sedang melanda negeri ini.

Mungkin satu masalah negeri ini dapat berkurang. Berkurangnya jumlah penganguran. Tak ada lagi saudara-saudara sebangsa yang mendulang rejeki di negeri orang. Tak ada lagi berita tentang saudara yang mencari pekerjaan di negeri orang yang dipulangkan dengan paksa ataupun berita yang lebih mengenaskan lagi.

Tapi harapan tentulah pasti ada. Harapan yang digantungkan pada calon sarjana yang duduk di bangku kuliah bahwa kelak mereka akan menjadi sarjana-sarjana dapat lebih baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya hingga dapat mengurangi beban yang dialami bangsa ini. Dan harapan itu akan terlaksana jika para calon sarjana sadar, mau jadi apa dia kelak. Semoga dengan tulisan ini, dapat menggugah para sarjana maupun calon sarjana.

Siti Makkatur Rohmah
Mahasiswa Fisika 2006

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Dilema Sang Wisudawan