ITS News

Kamis, 26 September 2024
25 Maret 2008, 14:03

Problem Besar, Kerusakan Ekosistem Mangrove

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Kerusakan ekosistem Mangrove perlu diperhatikan. Hal tersebut tampaknya menjadi penekanan pada seminar nasional Indonesia, Mangrove dan Global Warming. Masalah Mangrove tak hanya menjadi permasalahan pesisir, tapi juga telah menjadi lingkup negara bahkan dunia.

Menurut ketua panitia Mangrove In Action, Dessy Dwi M, mengatakan kerusakan habitat mangrove bisa mempercepat global warming. “Itulah alasan kami mengambil tema tersebut, kini kerusakan vegetasi mangrove tak hanya jadi masalah pesisir namun juga berdampak pada isu dunia, global warming,” ungkap Dessy.

Dalam pemaparan lain, Daru Setyo Rini SSi MSi Dipl ME, perwakilan dari LSM Ecoton, menandaskan bahwa habitat mangrove juga berguna untuk bioremidiasi limbah dan logam berat. "Kita harus berkaca pada kasus Minamata Disease di Jepang. Kini nelayan di Pantai Timur Surabaya pun terancam pula seperti kasus itu,” komentarnya.

Sebab, lanjut Daru, dari hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa ikan di daerah Kenjeran Surabaya telah mengandung Cu (tembaga) dan Hg (merkuri) yang melebihi ambang batas WHO yaitu masing-masing 2511,07 ppb dan 2,48 ppb. “Karena mangrove memiliki mekanisme organ untuk melakukan resistensi terhadap kandungan logam berat dalam jaringanya, maka mangrove dapat menyerap logam berat yang membahayakan,” jelas Daru.

Dalam seminar ini diungkapkan pula terkait alasan habitat mangrove rusak. Adalah Ir Daniel M Rosyid PHD MRINA, Dosen Kelautan ITS yang juga anggota Konsorsium Mitra Bahari, turut mengungkapkan permasalahan tersebut. ”Daerah pesisir kini tak ubahnya jadi kantong-kantong kemiskinan,” tegasnya. Hal ini pun, imbuh Daniel, akan berimbas pada ekosistem pesisir khususnya mangrove.

Senada dengan Daniel, Agus mengatakan penjualan mangrove bisa jadi penambah penghasilan nelayan. “Jelas saja, karena kayu dari salah satu jenis mangrove adalah kayu mahal yang dapat dibuat arang,” jelas Agus sepakat pada pernyataan Daniel. Seperti yang diketahui, kata Agus, kayu mangrove tersebut bahkan menjadi komoditi ekspor. Kayu itu konon bahkan dapat dihargai mahal dan bisa diimport hingga ke jepang.

Pemberdayaan mangrove, imbuh Agus, memang dapat menjadi solusi bagi nelayan setempat. Masyarakat pesisir dapat membentuk suatu kelompok usaha tani dan membentuk suatu badan usaha dengan mangrove sebagai produknya.“Sebenarnya masyarakat dulu telah bijak dalam menilai mangrove, hal ini terlihat dengan pemanfaatan buah mangrove sebagai rujak,” paparnya. Namun sayangnya, lanjut Daru, hingga kini permasalahan masyarakat pesisir masih menjadi problem serius. "Mereka belum mampu membentuk kelembagaan ekonomi untuk memanfaatkan pasar," pungkasnya.(yud/th@)

Berita Terkait