ITS News

Jumat, 27 September 2024
11 April 2008, 11:04

Prakiraan Cuaca Tak Hanya Sekedar Info

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Keynote speaker yang terdiri dari Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam (PTISDA) BPPT Yusuf Surachman Djajadihardja dan Kepala Sub Bidang Seismologi Teknik BMG RI I Nyoman Sukanta sepakat menyatakan bahwa perhatian pemerintah dan warga terhadap informasi cuaca sangat kurang. "Prakiraan cuaca hanya sekedar dilihat. Oh..Surabaya hujan deras besok, lalu setelah itu sudah," papar Nyoman.

Padahal, lanjutnya, tujuan BMG menyiarkan perkiraan cuaca ini adalah sebagai peringatan dini kepada warga. "Informasi yang terlihat kecil seperti cuaca berawan, hujan, dan berpetir sangat besar perannya untuk penanggulangan bencana sejak dini. "Kondisi cuaca lokal itu sangat berpengaruh terhadap lingkungan yang lebih besar," katanya. Nyoman menambahkan, informasi cuaca semacam ini dapat digunakan untuk mendeteksi dan menganalisa bencana alam. Seperti yang dilakukan untuk menganalisa banjir Jakarta. "Jakarta itu banjir jika hujannya dimulai pada dinihari," ujarnya.

Harapannya, jika Pemda setempat mengetahui prakiraan cuaca, maka dapat mengambil tindakan preventif. "Tapi selama ini Bupati atau Gubernur jika ditanya langkah apa yang diambil setelah mengetahui perkiraan cuaca, mereka hanya diam saja," lanjutnya. Respon diam ini tak hanya berlaku untuk perkiraan cuaca semata. BMG sudah memberikan informasi langsung melalui sms kepada seluruh gubernur di Indonesia saat terjadi gempa. "Tapi responnya tetap sama. Baca sms, lalu sudah handphone-nya ditutup lagi," sambungnya.

Nyoman tak henti-hentinya memberikan pengertian bahwa informasi bencana sebaiknya dapat segera ditindak lanjuti. Hal senada diungkapkan Yusuf Surachman. BPPT selama ini sudah mencoba memberikan peringatan dini dalam berbagai bentuk. Seperti pemasangan bouy tsunami, sirene gempa, hingga alarm pun telah digunakan. Mulai 2007 hingga akhir 2008 nanti, BPPT menargetkan membangun 23 buoy. Nantinya, alat ini akan ditempatkan di pelbagai wilayah perairan Indonesia seperti Maluku, Kalimantan, pulau Jawa serta wilayah di Indonesia yang dianggap rawan terjadinya tsunami.

"Kita patut bangga karena lebih kurang dua tahun telah berhasil merancang sebuah sistem alat komunikasi dasar laut sebagai deteksi informasi terjadinya tsunami. Sedangkan Jerman butuh waktu yang cukup panjang, 30 tahun baru bisa berhasil,” ungkapnya. Namun, hal ini ternyata juga belum mendapatkan tanggapan yang memuaskan. "Fenomena alam lokal itu berpengaruh terhadap kondisi secara global," paparnya.

Dia mencontohkan, cara mendeteksi badai El Nino ataupun La Nina. Menurutnya, kedatangan badai ini dapat diprediksi dengan cara mencermati anomali perairan di selat dan laut. "Seperti perubahan anomali di selat Lombok, itu pasti akan berpengaruh terhadap iklim keseluruhan," lanjut Yusuf. Karenanya dia menghimbau, terutama kepada Pemda setempat untuk memberikan perhatian lebih kepada segela bentuk informasi yang berkaitan dengan cuaca dan bencana. (humas/th@)

Berita Terkait