ITS News

Jumat, 27 September 2024
09 Mei 2008, 10:05

Josef Prijotomo, Rancang Bangunan dengan Primbon

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Alasan praktis, tidak dapat mengikuti perkembangan jaman bagi Yosef hanyalah alasan klise semata. Menurutnya, arsitek seharusnya mampu berlaku layaknya desainer pakaian. ’’Fashion designer itu bisa membuat gaun dan baju-baju yang up to date dengan bahan batik, itu yang seharusnya dilakukan arsitek,’’ ujar pria kelahiran Malang, 12 Maret 1948 ini.

Menurutnya, arsitektur nusantara tetap dapat mengikuti perkembangan jaman. Arsitektur Jawa misalnya, sangat mungkin untuk dikolaborasikan dengan langgam-langgam arsitektur yang sedang diminati saat ini. ’’Jawa minimalis, Jawa mediteran, kenapa tidak,’’ lanjut guru besar ke 65 ITS dan kelima Arsitektur ini.

Sayangnya, masyarakat dan arsitek masih belum mau mewujudkan hal ini. Mereka lebih memilih langgam-langgam barat untuk desain bangunan-bangunannya. ’’Contohnya gedung ITS sendiri,’’sambungnya. Padahal banyak keunggulan yang ditawarkan oleh arsitektur nusantara ini.

Salah satunya adalah perhitungan yang ada dalam sistem primbon. Yosef menyatakan, primbon saat ini masih kental klenik, dan ramalan. Padahal, peranan primbon dalam dunia arsitektur sangat besar. ”Primbon itu ensiklopedi Jawa,” tambah suami dari Maria Sri Andrijati ini. Primbon bisa menjadi pedoman untuk penentuan mutu bangunan, mulai dari ukuran, kekuatan, dan fungsi.

Dia mencontohkan penggunaan model atap rumah. Model atap rumah dalam arsitektur Jawa itu menunjukkan strata pemiliknya. Bapak berputri satu ini mengaku jarang menjadi konsultan bangunan yang berarsitekturkan nusantara. Diantaranya pada tahun 1990 untuk bangunan pendopo di Darwin, Australia, dan satu bangunan rumah berlanggam Jawa di Madiun tahun ini.

Yosef menegaskan bahan kayu yang mendominasi arsitektur tradisional sering dijadikan alasan untuk tidak menerapkan gaya arsitektur ini. Padahal, menurutnya, kayu bukanlah bahan yang mutlak digunakan. ”Kayu dipakai pada jaman dulu karena memang bahan yang terkuat saat itu kayu. Kalau sekarang ada beton ya kenapa tidak,’’ sambung lulusan arsitektur ITS tahun 1976 ini.

Masyarakat sudah telanjur dijejali dengan arsitektur barat. Sehingga, arsitektur nusantara terkesan kuno dan tidak up to date. Pola pikir dan pola desain seperti desainer pakaian tadilah yang harus digali. Sehingga, arsitektur nusantara tidak hanya lestari. Namun juga mengalami perkembangan. ”Menelan mentah-mentah arsitektur nusantara juga tidak bagus. Seperti memindahkan bangunan joglo, ya sudah selesai. Tidak ada proses kreatifnya. Joglo ya sejak dulu ya begitu itu,’’ terang kepala laboratorium perkembangan Arsitektur jurusan Arsitektur ITS ini.(humas/rif)

Berita Terkait