ITS News

Jumat, 27 September 2024
30 Mei 2008, 13:05

Berbicara Pemimpin Amanah Bersama Gus Solah

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Gus Solah, sapaan akrab KH Ir Salahuddin Wahid, dalam kesempatan tersebut bercerita banyak tentang pengalaman pribadinya terkait pemimpin yang amanah. Pengasuh Ponpes Tebu Ireng, Jombang, ini menyatakan amanah memang syarat utama untuk menjadi pemimpin. ”Amanah itu sama dengan integritas, kepercayaan publik terhadap si pemimpin ini,” lanjutnya. Beberapa syarat yang tidak mudah memang diperlukan untuk menuju amanah ini.

Mulai dari transparasi, kejujuran, berani, bertanggung jawab, dan juga berkarakter. Gus Solah mengaku sangat terkesan dengan sikap satria mantan pemegang saham terbesar astra, William Suryajaya. Tanggung jawab pemimpin seperti William yang rela menjual sahamnya untuk menutup kebangkrutan perusahaan sang anak patut diteladani. ”Dari pemegang saham terbesar, menjadi saham yang sangat kecil. Tapi itulah tanggung jawab,” jelasnya.

Namun, tak hanya bekal tanggung jawab yang harus dimiliki oleh calon pemimpin. Kejujuran adalah syarat yang tak bisa ditawar. ”Jujur itu mata uang di dunia dan akhirat,” lanjutnya.

Gus Solah menambahkan selain syarat multak tadi, pemimpin harus mempunyai beberapa syarat tambahan. Mulai dari percaya diri, adil, komunikatif, punya visi, kepedulian, ketegasan, ketekunan, semangat, kedisplinan, hemat, keiklasan, dan yang sering terlupakan adalah punctuality. ”Ketepatan itu sangat diperlukan. Seperti operasi jangan sampai listrik mati, mau menyalakan genset tapi solarnya nggak ada,” ujar adik Gus Dur.

Ia juga sempat menyinggung sikap para pejabat di Indonesia yang sangat tidak konsisten dalam memegang amanahnya. "Para anggota DPR itu tiap bulan kan sudah dijatah duit jutaan. Kalau mereka sampai mbolos rapat atau mengabaikan tanggung jawab, duit itu bisa haram jadinya. Dan itu banyak terjadi di negara kita. Padahal, mereka itu sudah disumpah atas nama Allah, pol-polan kan itu namanya?," tutur cucu ulama besar KH Hasyim Asyari, tersebut.

Gus Solah kemudian mengaitkan sikap pejabat tersebut dengan prinsip kejujuran. Diungkapkan olehnya, bila kejujuran dilanggar maka sanksi yang paling efektif untuk diberlakukan sebenarnya adalah sanksi sosial, bukan sanksi hukum. "Tapi, dalam lingkup politik pemerintahan, sanksi sosial justru tak berlaku karena banyak diantara mereka yang tak jujur," ujar Gus Solah.

Tentang sanksi sosial, Gus Solah mencontohkan bagaimana kondisi di Bali pada era 80-an. Diceritakan olehnya, penjara di sana pada saat itu lebih banyak dipenuhi oleh orang Jawa. Apakah orang Bali tak ada tak berbuat pidana? Ternyata, jika orang Bali sendiri berbuat pidana maka ia akan dikucilkan dan keluar dari Bali karena merasa tak tahan. "Sanksi seperti itu tentu lebih menyakitkan. Bagaimana itu semua dapat diterapkan di negara kita? Harus diawali dari memperbaiki akhlaq kita," jelas Gus Solah.

Diakhir penjelasannya, Gus Solah kemudian berpesan bahwa hukum hanyalah sebuah kontrol dari luar. Dan yang paling berperan untuk mengontrol diri kita adalah etika. "Sanksi sosial akan muncul bila etika ada dalam masyarakat. Dan hukum akan berfungsi jika penegak hukumnya berlaku dengan baik," pungkas Gus Solah.(f@y/rif)

Berita Terkait