ITS News

Selasa, 03 September 2024
19 Agustus 2008, 15:08

Trilogi Rengasdengklok, Revolusi dan Ramadhan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

”Sekarang Bung, Sekarang! Malam ini juga kita kobarkan revolusi!” tegas Chaerul Saleh, tokoh kelompok Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran tinggi), sambil meyakinkan Bung Karno bahwa kondisi Jakarta sudah mencekam. Kelompok pemuda pimpinan Sukarni dan Wikana (Kaigun) pun ikut berapi-api.

”Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami, ayo segera rebut kekuasaan, jika Bung tidak mengeluarkan pengumuman malam ini juga, maka akan ada pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari!” gertak Wikana, Saleh, Sukarni, SK Trimurti dan beberapa pemuda lainnya.

Mendengar ancaman ini, Bung Karno pun naik pitam. Ia berdiri menuju Wikana sambil memuntahkan kata-kata. ”Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potong leherku malam ini juga, tidak usah menunggu esok hari!” tegasnya sambil mengacung-acungkan tangannya dihadapan para pemuda.

Kewibawaan Soekarno membuat para pemuda ”menyerah”. Akhirnya, pukul 23.30 para pemuda bubar dari rumah Bung Karno dengan perasaan kecewa. Namun, mereka bertekad untuk terus mendesak kemerdekaan kepada dwi tunggal.

Semua Berawal dari Rengasdengklok
Kelompok Menteng 31 pimpinan Chaerul Saleh dan Sukarni membuktikan janjinya, tepat setelah sahur. Bung Karno dan Bung Hatta diculik dari rumahnya masing-masing untuk dibawa ke Rengasdengklok. Rengasdengklok sendiri cukup strategis dan aman karena Daidan PETA Jakarta dan Purwakarta kuat dalam penjagaan militer.

Bung Karno dalam wawancaranya dengan Cindy Adams mengaku sangat kecewa dengan aksi penculikan itu. Ketika itu para pemuda membawanya bersama Fatmawati dan Guntur (baru berusia satu tahun) dengan maksud ”mengamankan” dwi tunggal.

Suasana rumah panggung di siang hari itu pun semakin mencekam. Sukarni kembali mendesak, ”Revolusi berada di tangan kami sekarang, dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu…”

”Lalu apa?!!” tantang Bung Karno sambil beranjak dari kursinya dengan kemarahan yang menyala-nyala. Para pemuda kaget, tidak menyangka dengan keteguhan sikap dari Bung Karno.

Ramadhan Bulan Keberkahan Bangsa Indonesia
Suasana kembali tenang, setelah Soekarno duduk. Dengan suara rendah, ia kembali berbicara. Sepertinya bulan Ramadhan yang penuh berkah mengajak golongan tua dan muda untuk berpikir jernih tentang kemerdekaan. ”Yang paling penting dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan untuk dijalankan tanggal 17,” ujar Bung Karno dengan suara lirih.

”Lalu kenapa tanggal 17, kenapa tidak sekarang atau tanggal 16?” tanya Sukarni.
Soekarno dengan sigap menjawab, ”Saya merasakan dalam kalbuku bahwa itu adalah saat yang baik, 17 adalah angka yang suci. Pertama kita sedang berada dalam bulan Ramadhan, waktu kita sedang berpuasa semua. Ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Tanggal 17 besok adalah hari Jumat legi (manis), Jumat yang berbahagia. Al Qur’an pun diturunkan tanggal 17. Orang Islam bersembahyang 17 rakaat. Oleh karena itu, kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia,”. Dikutip dari Lasmidjah Hardi (1984:61).

Dialog Rengasdengklok jarang diungkap sejarah. Dialog manis antara Bung Karno dengan sifat kebapakannya sedang menjelaskan kaum muda dengan sangat bijaksana. Ramadhan ternyata mampu menjernihkan golongan yang berbeda secara umur untuk menyatukan visi dan misi.

Seandainya tidak ada Ramadhan, mungkin para pemuda sudah kebablasan dalam mengartikan perjuangan revolusi. Para pemuda sudah mendahulukan emosinya dan menumpahkan darah Soekarno, Hatta beserta golongan tua lainnya yang mereka anggap kontrarevolusi.

Karena revolusi sendiri bermakna perubahan tatanan dasar sosial kemasyarakatan secara cepat dan radikal, baik yang terencana atau tidak maupun yang menggunakan kekerasan atau tidak (Wikipedia).

Soekarno telah berulang kali mendengungkan ”Jas Merah”. Tanpa sejarah, negara ini tidak akan menghormati arti pengorbanan dalam menggapai cita. Sudah 63 kali kita merayakan agenda tahunan tujuh belasan. Apakah bangsa ini telah menangkap esensi dari kemerdekaan?.

Selang beberapa hari, giliran Ramadhan tiba. Apakah semangat perjuangan kemerdekaan akan diteruskan pada bulan Ramadhan nanti?. Kalau ketika Ramadhan semangat turun, seharusnya kita malu. Karena para founding father justru berhasil menorehkan sejarah besar bangsa ini di bulan suci Ramadhan.

Sumber : Prof. Dr. Dadan Wildan, M.Hum, www.setneg.go.id
Alwi Shahab’s Blog, Pengungkapan Sejarah Proklamasi

penulis: Riva Izzah
Mahasiswa Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS
Pemerhati Sejarah

Berita Terkait