ITS News

Kamis, 14 November 2024
01 November 2008, 17:11

Kaum Papa Yang Terlupakan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

“Bukan kami yang berkeinginan seperti ini”
Suara hati, dari salah satu anggota masyarakat

Sepenggal kalimat diatas, merupakan sepengggal suara hati acap kali terlontar dari salah satu anggota masyrakat, yang sering kali kita lupakan keberadaannya. Karena selama ini mereka selalu dipandang sebelah mata. Selain karena penampilan mereka yang menjijikkan ataupun kotor bahkan wajah mereka yang selalu mengiba, mereka juga dianggap sampah masyarakat karena dianggap merusak pemandangan kota. Mereka adalah kaum papa yang rela mengais barang rongsokan di tengah teriknya panas matahari, tanpa peduli puluhan kilometer jarak yang harus meerka tempuh.

Tak hanya itu saja, kaum papa yang lain ialah mereka yang dengan penampilannya compang-camping, tak jarang pula sering mangkal di protokol-protokol jalan raya. Ada yang nyata tidak berdaya karena tuntutan zaman, hingga menghempaskan mereka ke jalanan. Dan ada pula mereka yang bertopeng dengan memainkan peran sebaik-baiknya untuk menarik simpati anggota masyarakat yang lain. Demi tujuan yang sama, yakni sepeser rupiah yang di ulurkan oleh para simpatisan di jalanan.

Dan keadaan ini semakin diperburuk dengan ikut turunnya anak-anak maupun remaja di usia sekolah kejalanan demi tujuan yang sama, sesuap nasi. Hal ini, tak lain untuk dapat terus hidup di tengah kejamnya jaman. Padahal di kala usia yang sedini itu, adalah waktu mereka merasakan nikamatnya bangku sekolah ataupun merasakan kegembiraan tertawa bercengkrama bersama rekan sebayanya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 mencatat bahwa penduduk Indonesia berjumlah 224.456.521 jiwa. Dari jumlah tersebut sebanyak 37,17 juta jiwa berada di bawah garis kemiskinan. Artinya tiap 6 orang penduduk Indonesia salah seorangnya berada di bawah garis kemiskinan. Mereka tersebar di seluruh pelosok Indonesia dari paling barat sampai paling timur. Tragis memang, di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi ini, tetapi hampir mayoritas penduduknya berada di bawah garis kemelaratan.

Selain itu, ketimpangan sosial pun semakin menjamur hampir di seluruh pelosok negeri ini, dan itu pun dapat dilihat dengan kasat mata. Tapi sayangnya, dari sekian banyak pembangunan yang gencar dilakukan, dengan berdirinya mal-mal serta gedung pencakar langit yang berdiri megah di pusat kota, perumahan elite dan real estate juga tak mau kalah bersaing, hanya dapat dinikmati bagi mereka yang beruang. Sehingga tak ayal pula para kaum papa banyak terhempas ke jalanan karena tak ada lagi ruang yang dapat menampung mereka.

Teringat akan tayangan yang pernah ditayangkan oleh satu televisi swasta, tentang keluh kesah masyarakat tota yang tinggal di pinggiran kota karena tergilas oleh roda kehidupan.
“Sing sugih makin sugih….sing malarat tambah malarat.Poko’e wis iso urip ….syukur alhamdulillah!”

Sebenarnya kaum papa ini, dapat hidup lebih layak lagi. Menurut Undang-Undang Dasar 45, yang tertulis dalam pasal 34 ayat(1), fakir miskin dan anak terlantar diperlihara oleh Negara. Akan tetapi hal ini bagaikan angin yang berlalu begitu saja. Walaupun tidak ingin menutup mata, bahwa ada tindak lanjutnya akan tetapi hal itu pun belum merata. Karena pada kenyataannya masih banyak kaum papa yang masih berjuang bermandikan peluh keringat demi sesuap nasi.

Tanpa mau menuding siapa yang harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini kepada satu elemen yang ada di bangsa ini, karena tidak sepenuhnya masalah kaum papa ini menajdi tanggungan pemerintah untuk menyelesaikan. Oleh karena itu butuh kesadaran yang cukup tinggi dari seluruh lapisan masyarakat untuk bahu membahu menyelesaikan Pekerjaan Rumah (PR) pemerintah ini. Terutama mahasiswa, selain karena mahasiswa adalah kelompok bebas, mereka juga memiliki peran dan fungsi sebagai agent of change.

Peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda baru saja diperingati beberapa waktu yang lalu, bukan berarti semangat para pemuda negeri akan memudar dan surut karena milad janji para pemuda Indonesia baru saja dirayakan. Karena sejatinya, perayaan kemarin merupakan alarm bagi pemuda untuk dapat bangkit melakukan pergerakan kembali membangun negeri. Hingga nantinya, tak ada lagi kaum yang merasa tersisihkan.

Semoga tulisan kecil ini dapat berharga…….

Penulis
Siti Makkatur Rohmah
Jurnalist ITS Online

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Kaum Papa Yang Terlupakan