BMG meramalkan bahwa beberapa hari ke depan curah hujan akan semakin meninggi dan bayang-bayang ancaman longsor semakin mengerikan. Saat ini warga yang bermukim di daerah perbukitan pegunungan semakin cemas dan sangat membutuhkan informasi yang benar tentang longsor dan tata cara menghadapi longsor. Isu perubahan iklim yang semakin nyata lebih menambah ketidak pastian bencana tanah longsor.
Isu perubahan iklim terjadi sebagai akibat adanya pemanasan global yaitu kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi.
Beberapa tahun terakhir seiring dengan orde reformasi terjadi juga “reformasi†besar-besaran terhadap hutan kita, yaitu terjadi penggundulan hutan untuk digunakan sebagai kahan pertanian. Penggundulan ini ikut menambah runyam suasana alam pegunungaan. Padahal sudah diketahui bersama bahwa pohon-pohon yang ada di lereng gunung berguna untuk (1) mengikat tanah dengan akar serabutnya, (2) memaku tanah dengan akar tunjangnya, (3) mengatur tata air di bawah akar agar tidak jenuh air dengan jalan evapotranspirasi, (4) rerimbunan daun dan sersah akan menahan/mengurangi energi hujan dan menahan serta meresapkan air hujan kedalam tanah, dan (5) pohon-pohon ikut menahan laju air permukaan gar tidak jadi banjir.
Kalau lereng ditanami oleh tanaman semusim dengan akar serabut saja tidak ada akar tunjangnya maka lereng secara umum dalam keadaan kritis. Hujan yang datang akan menyebabkan tanah yang menempel di lereng tambah berat dan air hujan yang meresap akan menyebabkan tanah menjadi jenuh sehingga tanah akan berubah menjadi seperti cairan yang mengalir (longsor).
Upaya antisipasi
Sebelum longsor biasanya ada tanda-tanda sebagai berikut (1) ada longsor-longsor kecil, (2) retakan-retakan di tanah dan di tembok/pagar, (3) pohon yang tumbuh miring atau tiang listrik miring, (4) pohon yang terangkat dan terlihat akarnya, (5) sumur di lereng tiba-tiba hilang airnya, (6) muncul sumber-sumber air di lereng.
Oleh karena saat ini dalam kondisi hujan yang membutuhkan keputusan cepat maka disarankan untuk segera melakukan survey cepat lokasi yang rawan longsor yang ada di wilayah masing masing untuk dilihat secara langsung seberapa besar tingkat kerawanan, seberapa jauh jarak jangkau longsoran, dan seberapa besar dampak yang akan terjadi. Apakah akan berubah menjadi banjir bandang yang akan merusak jembatan, jalan, aset pengairan, permukiman dan bangunan bendungan yang vital? Untuk itu diperlukan segera dibuat peta risiko.
Peta risiko bencana yaitu peta yang menggambarkan kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang ditimbulkan. Suatu lokasi dinyatakan sangat beresiko kalau kemungkinan terjadinya bencana sangat tinggi (misalnya terjadi tiap tahun) dan berdampak sangat merusak, demikian sebaliknya bila kemungkinan terjadinya sangat tinggi tetapi tidak berdampak maka dikatakan tidak beresiko. Peta resiko ini bisa dipergunakan sebagai acuan prioritas penanganan dan kesiapsiagaan bencana serta untuk melindungi/mengatur sistem pengamanan dan sistem peringatan bahaya serta prosedur komunikasi saat kritis.
Berbagai upaya mitigasi yang sering dilakukan antara lain (1) mengurangi volume material yang akan longsor sehingga material lereng dalam posisi stabil; (2) memindahkan dan atau mengarahkan material yang akan longsor ke tempat yang berisiko kecil; (3) melakukan rekayasa vegetasi (bioengineering) dengan jalan menanam stek batang pohon yang bisa hidup (live fascine) di material yang akan longsor dengan tujuan agar batang pohon mubncul akar yang akan mengikat tanah; (4) melakukan rekayasa teknologi dengan memasang geogrid dan membuat tembok penahan agar longsor tidak terjadi; (5) membuat check dam di sungai untuk menahan laju longsoran yang masuk ke sungai agar tidak terjadi bandang; (6) memasang alat peringatan dini yang dipahami masyarakat sekitar; (7) memeperdayakan masyarakat di sekitar lereng agar waspada selalu dan tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan lereng menjadi tidak stabil.
Pada kenyataanya longsor terkadang tidak bisa diintervensi dengan teknologi ataupun dengan rekayasa lainnya dikarenakan letaknya sangat tinggi dan tidak ada jalur jalan menuju kesana. Untuk masyarakat disarankan membentuk dan mengaktifkan satgas bencana longsor untuk segera (1) mengidentifikasi sumberdaya yang dimiliki untuk menghadapi longsor, Apakah peralatan sudah mencukupi? Apakah sumberdaya manusia yang dimiliki sudah terlatih? Apakah kontak-kontak penting ke satlak/satkorlak sudah dimiliki? (2) mengamati di sekeliling mereaka tanda-tanda longsor, bila ada retakan segara tutup dengan tanah yang kedap air dan atau mengatur air permukaan jangan samapi masuk ke lubang retakan dan atau menanam setek pohon dimasukkan ke lubang retakan dengan harapan tumbuh akar yang akan menjahit/merapatkan tanah (3) membuat sistem peringatan dini yang diketahui oleh semua warga misla dengan kentongan, (4) bila hujan datang beberapa anggota satgas berkeliling mengamati apakah ada retakan baru, apakah sungai tidak ada airnya, apakah sudah waktunya mengungsikan warga yang rentan?
Untuk Pemerintah disarankan melakukan sosialisasi kesiapsiagaan bagi penduduk yang bermukim di daerah yang akan terkena longsor sesuai dengan UU PB pasal 45 yang menyebutkan bahwa kesiapsiagaan dilakukan melalui : a). penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; b). pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; d). pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; e). penyiapan lokasi evakuasi; f). penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan g). penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
Semoga bermanfaat…..
Amien Widodo
Peneliti Bencana ITS Surabaya
amien@ce.its.ac.id
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi