ITS News

Kamis, 14 November 2024
04 Januari 2009, 21:01

Menikmati Tahun Baru di Gaza

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Tiba-tiba saya terbangun. Bunyi di atas langit-langit kamar begitu kencang. Dar…der…dor…seperti bunyi ledakan mesiu. Bunyi itu pun makin keras dan bersahutan. Bahkan ada bunyi ledakan yang didahului suara melengking seperti tikus terjepit pintu. Ciiiiittt…duuuaaarrr. Setengah sadar, terngiang apa yang telah saya tonton sejak pagi tadi. Masya Allah…kamar berlampu lima watt jadi saksi bagaimana paniknya saya.

Saya sangat kenal suara letupan bubuk mesiu walau tidak pernah tinggal di daerah konflik. Tak jauh dari rumah saya di daerah Cilodong Jawa Barat ada markas Brigade Infanteri. Padahal jaraknya lumayan jauh, tapi suara desing peluru terdengar kencang sampai rumah saya. Kadang-kadang di rumah agak panik kalau para prajurit itu sedang latihan perang.

Saya juga kenal suara skuadron tempur Helikopter Puma. Kemudian suara dashyat senjata serbu laras panjang SS-22 versi Pindad. Atau deru mesin tank amfibi pengangkut pasukan. Bunyi alat-alat menakutkan itu terdengar jelas dari sekolah. Wajar, sekolah saya di lingkungan Kopassus. Pasukan elit itu biasa show off force (cuci keris, ups! pamer senjata berat) ketika HUT Kopassus. Tapi belum pernah saya mendengar Detasemen 81 show off. Padahal pasukan khusus yang katanya sejajar dengan pasukan elit green berrets (AS), SAS (Inggris) atau Mossad (Israel) ini punya senjata yang lebih keren lagi.

Akhrinya saya tersadar. Ternyata jarum menit dan jam sedang berdempet menunjuk angka dua belas. “Oh…sekarang sudah 2009,”. Tapi tetap saja terpikir wajah bocah palestina yang tadi saya lihat di televisi. Sudah seminggu mereka mendengar letupan rudal. Satu jam saja saya tidak tahan. Belum lagi, Si rudal mengarah ke wajah-wajah tak berdosa itu.

Kemudian saya berlari keluar rumah, menyaksikan kembang api yang indah. Ada merah, kuning, dan hijau. Sama seperti warna rudal yang meledak di bumi Gaza. Ada merah, kuning dan hijau jika dilihat dengan infrared. Saya perhatikan bintang dan bunga api itu sambil menikmati ledakan kerasnya. Seraya berbisik, “Seperti tahun baru di Gaza,”. Terbayang suasana kepanikan disana. Lalu merenungkan betapa beruntungnya saya. Walaupun tidak kaya, tapi saya bisa hidup bebas dan merdeka.

Masih dalam duduk memandang langit dan tangan terkepal. Saya hanya berujar kesal, “Tega nian kau Olmert, Livni, Barak, Netanyahu dkk. Tidak bosankah engkau?. Saya hafal wajahmu sejak Clinton, Rabin dan Arafat tertawa bahagia di Oslo. Tapi sejak Clinton lengser, Rabin mati ditembak dan Arafat wafat, kau semua jadi buta. Tidak bisa membedakan antara manusia dan hewan,”.

Tak cukupkah kau kurung mereka dengan tembok yang tingginya empat kali tinggi Yao Ming, calon legenda basket Cina. Tembok Berlin jelas jauh kalah tinggi. Padahal dulu dunia menentang keras isolasi Berlin Timur. Tapi ketika Israel bikin kandang manusia bernama Gaza, dunia hanya bungkam dan ikut-ikutan buta.

Tak cukupkah kau blokade Gaza dari segala arah. Polisi Indonesia saja kalau blokir jalan paling lama setengah hari. Itu pun hanya satu sisi jalan. Karena sisi yang lain dipakai mahasiswa berdemo. Namun Israel melakukan itu berbulan-bulan. Tidak mengizinkan sebutir nasi dan satu plek Aspirin pun masuk ke Gaza. Terowongan tanah yang jadi harapan penduduk Gaza juga kau lumat. Kau bunuh mereka pelan tapi pasti.

Orang mau merawat tidak dikasih lewat. Padahal obat dan makanan harus ke Gaza, tidak boleh telat!. Tapi blokademu tambah diperketat. Kenapa Pakde’ Sam juga ngotot membela anda seperti sahabat dekat. Kok tega-teganya Pakde’ memveto resolusi gencatan senjata yang diajukan Liga Arab. Tunggu korban tewas membulat membentuk angka cantik?. Seribu misalnya?. Atau 999?. Sayang, Indonesia tak punya hak Veto itu.

Aduh…kau kejar bocah-bocah pelempar batu dengan tank Merkavamu. Saya tahu, tank Merkavamu itu jawara perang enam hari. Kau lawan rudal Qossam yang hanya bisa terbang dari ITS sampai alun-alun Sidoarjo dengan F-16 versi fighter yang bisa membawa puluhan rudal sekali jalan. Lanjut kau babat pejuang palestina bersenjata AK 47 versi lawas dengan prajurit bersenjata lengkap. Dari bomb tangan sampai Stringer misille penghancur gedung.

Sekarang main realita, TNI saja pasti pikir seribu kali kalau mau mengajak berantem Israel. Kita mau mengandalkan apa?. Sukhoi kah? Pesawat yang dibeli pakai beras itu. Atau kapal selam kita yang alumni perang dunia II itu?. Tentara palestina pasti kalah kelas dengan TNI kita. Apalagi lawan Israel?. Sungguh, perang pasukan Israel lawan penduduk Gaza sama seperti pertandingan Manchester United lawan Persebaya di stadion Old Trafford (Tambaksari sedang becek).

Gemuruh ledakan pun berhenti beberapa saat kemudian. Lalu saya usap-usap wajah yang mulai mengantuk ini mencoba hapuskan bayangan tadi. Saya sadar, sekarang saya masih di Indonesia. Saya masih punya kewajiban kuliah. Saya tidak bisa membantu langsung atas nama kemanusiaan. Simpati hanya bisa saya alirkan melalui tulisan ini atau dengan menyisihkan uang jajan sedikit untuk membantu mereka. Tak mau kalah dari Aboutrika, kapten tim sepakbola Mesir. Ia tak malu-malu menunjukkan simpatinya ke Gaza ketika merayakan gol. Padahal resiko memberi pesan politis pada kaus bola ketika merayakan gol adalah denda atau skorsing.

Lantas, apa yang sudah anda perbuat untuk Palestina?

Terakhir, sebelum saya kembali tidur. Saya ucapkan pada langit, “Selamat tahun baru 1430 H dan 2009 M, untukmu Gaza…Semoga Tuhan memberkatimu.

Bahtiar Rifai Septiansyah
Mahasiswa Teknik Perkapalan

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Menikmati Tahun Baru di Gaza