ITS News

Jumat, 15 November 2024
15 Maret 2009, 10:03

Kak, Jangan Jadi Si Doel Yah!

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Bagi para pecinta sinetron bemutu, anda pasti ingat adegan tersebut. Aktor kawakan Benyamin S (Babe) dalam film Si Doel Anak Betawi (SDAB) dengan improvisasi luar biasa mampu menyihir penonton. Ia berhasil membungkam mulut orang banyak. Anak betawi sudah tidak ketinggalan jaman lagi dan sekarang jadi sangat berbudaya!.

Saat itu, ia merasa bahwa seakan-akan kaumnya sudah naik derajat. Padahal hanya gara-gara si Doel yang dianggap representasi kaum pribumi ibukota yang terpinggirkan, meraih gelar sarjana teknik. Pantaslah ia bangga dengan Si Doel, sosok pemuda betawi yang apa adanya, rupawan, lugu, rajin sembahyang dan pandai mengaji.

Tapi apa lacur, sampai wafatnya Babe (baik dalam sinetron maupun dunia nyata), apa yang ia cita-citakan belumlah tercapai. Si Doel belum bisa menjadi “sebenar-benarnya insinyur”. Saya mencoba mengajak anda untuk bernostalgia dengan salah satu episode terbaik (menurut saya) dari film SDAB. Mudah-mudahan anda ingat…

Judulnya kalau tidak salah: Ketauan belangnya!
Ceritanya, Babe tahu kalau selepas lulus Si Doel segera bekerja pada sebuah perusahaan. Tapi, Babe baru tahu bahwa pekerjaannya di perusahaan tersebut ternyata njomplang dengan gelar yang ia sandang (insinyur) dan jauh dari harapan Babe.

Babe segera masuk ke teras rumah. Ia menatap tajam wajah Doel yang tampak lelah setelah bekerja. Ia langsung menginterogasi Doel. “Doel, Jadi lu cuman jadi supir hah?!” tanyanya dengan nada tinggi sambil mengalungkan handuk di lehernya. “Iye Beh…kan cuman sementara, nanti kalau ada tempat kosong, aye bisa naek jadi staff,” Si Doel mengelak halus.

Ia sudah paham kalau pilihannya akan benar-benar mengecewakan Babe. Tapi apa mau dikata, mencari pekerjaan di zaman sekarang ternyata rumit, walaupun ia sudah bermodal ijazah sarjana.

“Doel, gua kagak ngarti apa yang lu omongin. Lu tau gak Doel, gua rela jual tanah supaya lu bisa sekolah yang bener! Jadi orang pinter!. Biar kagak jadi orang susah kayak Babe-lu, nyak-lu, ngeblangsak (terpuruk) kayak leluhurlu!. Kagak gampang dibodo’in orang!….Eh…tapi sekarang lu malah cuman jadi supir!,” teriak Babe.

Doel hanya mematung. Ia terus menunduk, tidak berani menyela satu kata pun. Sesekali ia pandangi guratan kekecewaan Babenya dengan kekhawatiran. Lalu Nyak dengan sifat keibuannya mencoba menenangkan. “Wajar Beh..kan namenye orang mau seneng pasti musti susah dulu, kan yang tadi cuman sementara,” tuturnya.

Tak dinyana, perkataan itu malah membuat Babe tambah meradang. “Kagak! kagak pake’ sementara-sementaraan! Gua udah bosen jadi orang susah!”. Babe membentak kencang disertai gebrakan meja.

“Doel…lu tau kan, gua sampai nunda naek haji demi nyekolahin lu Doel! Kalau tau begini, mendingan gua berangkat Haji ama Nyak-lu!”. Babe segera menunduk. Nadanya mulai merendah. Tatapan matanya pun pasrah seakan tidak percaya. Jujur, bagi saya ini adegan natural yang paling menyentuh.

Kalau anda seorang Muslim, anda pasti sadar kalau Ibadah Haji itu menjadi idaman milyaran muslim di kolong jagat raya ini. Tapi tak sampai satu persennya yang beruntung dapat bersilaturahim kesana. Wajar, kalau Babe sangat kecewa atas hasil “investasinya”.

Luapan kekecewaan belum berhenti juga. Babe melanjutkan, “Daripada narik mobil orang, noh lu bawa tuh opelet, biar kate jelek juga milik sendiri!”. Akhir kata, sebelum Babe walk out, ia berucap, “Besok lu balikin entu mobil, Babe nggak suka lu kerja jadi supir!”.

Segera babe tak terlihat di persidangan lokal itu, Nyak mencoba menghibur dengan memegang pundak Doel, “Doel…lu yang sabar ye,” ujarnya. Si Doel pun masih terpaku. Di dalam hatinya, ia pasti sangat bersedih karena tidak bisa melunasi “hutangnya”.

Episode ini benar-benar sebuah cerita penuh pesan moral realitas. Banyak orang yang terkesan dibuatnya. Apalagi kalau anda punya.televisi di dapur. Sekalian ambil pisau lalu segeralah potong bawang. Wah…Bisa nangis bombay. Kalau anda dalam posisi Doel (atau setidaknya dianalogikan), pasti anda tak mampu berkata-kata. Bahkan sampai akhir cerita SDAB, ketika si Doel ingin mencari kerja, ia selalu termenung dan teringat dengan harapan Babe pada dirinya.

Padahal film itu dibuat sebelum abad 21. Nah, sekarang sudah abad 21. Masih banyak contoh orang tua-orang tua berpikiran maju seperti diatas. Alasannya, agar anaknya bisa memperoleh pendidikan yang lebih baik. Ada yang jual sawah, tanah, sapi, rumah, motor, kalung emas, sampai menunda berangkat haji. Pokoknya semua benda berharga dan cita-cita itu dikorbankan untuk memprioritaskan pendidikan anaknya. Luar biasa…

Selama dua hari kemarin, ITS melepas lebih dari seribu kadernya. Kita pun menjadi saksi bagaimana bangganya orang tua ketika melihat anaknya memakai toga. Semoga kebanggaan itu bukan awal yang pahit seperti yang diceritakan diatas.

Banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Jembatan Suramadu macet lagi, proyek tol Pantura pun masih kabar burung, perusahaan galangan kapal Indonesia masih megap-megap, solusi energi alternatif juga belum terpecahkan, dan belum lagi kita harus berhadapan dengan megaindustri otomotif dan teknologi informasi dari negara-negara maju.

Pesan untuk Kakak
Terakhir, secuplik bait lagu berjudul Sarjana Muda dari Iwan Fals untuk kakak. Agar kakak bisa membuktikan bahwa apa yang didendangkan Bang Iwan hampir 30 tahun yang lalu itu salah total.

Engkau sarjana muda…
Resah mencari kerja…
Tak berguna ijasahmu…
Empat tahun lamanya bergelut dengan buku…

Sia-sia semuanya…
Setengah putus asa ia berucap, ”Maaf Ibu…”

Tenang saja kak, bangsa ini masih butuh sarjana-sarjana kreatif dari ITS. Itulah sebabnya mengapa YPTT Sepuluh Nopember ”dinaikkan pangkatnya” oleh Ir Soekarno menjadi ITS. Mahasiswa ITS juga sudah terbiasa di-pressing deadline tugas atau kondisi-kondisi mendesak lainnya. Kata orang, kreativitas itu muncul karena keterdesakan. Kakak harus yakin bahwa kakak dengan aplikasi ilmunya dari ITS akan menjadi pondasi pembangunan bangsa.

Kakak-kakakku para wisudawan, saya hanya mencoba menyebarkan pesan pada sebuah spanduk di pertigaan elekro.
“Selamat berjuang para wisudawan 98, lanjutkan kerja kerasmu untuk nusa dan bangsa".

Bahtiar Rifai Septiansyah
Mahasiswa Teknik Perkapalan
Inspirasi : bastho.multiply.com
Foto : e43its.wordpress.com

Berita Terkait