ITS News

Selasa, 03 September 2024
22 Maret 2009, 11:03

Berikan Tanda untuk Negerimu

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Memang benar bahwa kesuksesan suatu bangsa merupakan akumulasi dari kesuksesan individu-individu rakyatnya, tetapi jangan lupa bahwa peran dari seorang pemimpin dalam suatu bangsa adalah menentukan arah kemana bangsa itu akan menuju, memutuskan yang mana yang harus diprioritaskan terlebih dahulu, dan menentukan hal-hal strategis yang lain. Sehingga peran dari seorang pemimpin bukanlah sekedar formalitas belaka, tetapi lebih dari itu, eksistensi seorang pemimpin mencerminkan eksistensi sebuah bangsa. Karena itulah, keberadaannya yang bisa mengkomandani tujuan-tujuan di atas menjadi penting dan mendesak dibandingkan yang lain.

Lantas bagaimana bangsa ini bisa mendapatkan sosok pemimpin seperti di atas? Sudah barang tentu melalui peraturan dan perundang-undangan yang ada, dalam hal ini adalah jalur Pemilihan Umum (Pemilu). Asas demokrasi di Indonesia memungkinkan seorang warga Negara untuk tidak memilih di dalam Pemilu, karena memilih merupakan hak, bukanlah kewajiban. Nah, inilah materi diskusi yang sampai saat ini menghangat, sampai-sampai Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang Golongan Putih (Golput) diharamkan.

Terlepas apakah fatwa ini merupakan pesanan atau tidak, tetapi melihat trend Golput yang ada (tahun 1971 sebesar 6,64%, tahun 1977 sebesar 8,4 %, tahun 1982 sebesar 8,53 %, tahun 1987 sebesar 8,39 %, tahun 1992 sebesar 9,09%, tahun 1997 sebesar 9,42%, tahun 1999 sebesar 10,21%, dan tahun 2004 sebesar 23,34%), alasan dikeluarkannya fatwa tersebut masuk akal.

Dengan perhitungan matematika kasar, bisa kita prediksi angka Golput yang akan terjadi pada Pemilu tahun ini, lima tahun mendatang, sepuluh tahu mendatang dan seterusnya. Beda lagi dengan Golput yang terjadi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), angka Golputnya beragam, selama Pilkada tahun 2005, golput paling tinggi terjadi di Pilkada Kota Bukit Tingggi yang mencapai 46,9%. Bisa dibayangkan bagaimana legitimasi rakyat terhadap seorang pemimpin dengan tingkat partisipasi pemilih sekecil itu.

Golput sendiri memang popular pada era Orde Baru karena sistem politik yang ada waktu itu tidak memberikan tempat terhormat terhadap suara rakyat. Tetapi di era reformasi yang sudah lebih dari 10 tahun ini, demokrasi berangsur-angsur membaik, meskipun masih belum mencapai demokrasi yang substansial. Tetapi dengan sistem yang ada sekarang mengantarkan Indonesia menjadi Negara paling demokratis di Asia Tenggara. Sehingga, tidak ada alasan untuk golput, karena jalan untuk berpolitik sudah terbuka lebar, dan kita tinggal memilih yang mana yang kita inginkan.

Mengapa rakyat harus pro-aktif ikut Pemilu dan Pilkada?
Ini bukanlah untuk kepentingan partai dan elit-elit politik yang siafatnya sementara, melainkan dengan tingginya partisipasi politik menjadikan wakil rakyat dan presiden atau kepala daerah sebagai pemimpin bangsa ini mendapatkan legitimasi yang kuat sebagai wakil politik pembawa suara rakyat (bagi DPR-RI, DPRD I, dan DPRD II) dan sebagai pemimpin eksekutif (bagi presiden dan kepala daerah). Tanpa legitimasi politik itu, mereka tidak memiliki otoritas politik untuk bisa mengatasnamankan rakyat dan menjadi pemimpin rakyat.

Demokrasi di Indonesia belum seperti di Amerika Serikat (AS) yang sudah mencapai Post-Party Political System (sistem politik pasca partai politik). Di AS, karena masyarakat sipilnya sudah kuat, pemahaman politiknya tinggi dan kebutuhan keseharinnya terpenuhi melalui kelompok-kelompok kepentingan (Interest Groups) atau organisasi non-pemerintah, sehingga banyak rakyat AS yang tidak menggunakan hak pilihnya. Tingkat pemilih di AS selalu hanya berkisar 47-55%.

Akan tetapi, rakyat AS yang tidak memilih tahu persis, jika mereka tidak memilih, berarti mereka tidak memiliki hak-hak politik untuk mengadakan rapat-rapat politik, membahas atau mengkritik kebijakan politik, sosial, ekonomi, dan pertahnan, mengadakan demonstarsi, dll. Mengapa seperti itu? Karena adanya asas resiprositas, apabila anda mau “aktif” berpolitik, berikan suara anda pada Pemilu dan Pilkada. Beda lagi dengan sistem di Australia yang mewajibkan warganya untuk mengunakan hak pilihnya, sehingga bagi siapa yang tidak memilih akan terkena sangsi, sehingga tingkat pemilih di sana di atas 90 %.

Semoga semua itu bisa menjadi tambahan modal bagi kita untuk “memilih” demi cita-cita bersama yakni terciptanya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Ingat rek, tanggal 9 April nanti…nyontreng yoo

Moh Kholid Yadi
Mahasiswa Teknik Mesin Angkatan 2005
Menteri Hubungan Luar BEM ITS 08-09

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Berikan Tanda untuk Negerimu