ITS News

Jumat, 15 November 2024
10 April 2009, 13:04

Kebanggaan yang Dirindukan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Melihat pertandingan basket membuat saya teringat akan malam Grand Final Campus League 2008 yang mempertemukan tim basket putra ITS melawan Unair tahun lalu. GOR KERTAJAYA yang terletak di antara kedua kampus besar tersebut ramai oleh berbagai hiruk pikuk suara dukungan supporter untuk kedua tim yang bertanding dari kedua sisi tribun. Suara drum, trompet, teriakan saling bersahut-sahutan dalam gedung ditambah raut muka cemas, gembira, takut tergambar jelas dari setiap penonton yang menyaksikanya. Hal ini juga diimbangi dengan permainan cepat dan menarik yang disajikan kedua tim. Sehingga atmosfer final benar-benar terasa di sana.

Sebagai mahasiswa ITS tulen, tentu saja di sana saya ikut berbaur dengan para supporter ITS (kebanyakan merupakan mahasiswa) mendukung perjuangan ITS. Terasa sekali nuansa kebanggan kita untuk mendukung perjuangan para pemain yang mencoba untuk mengharumkan almamater kita tercinta. Di tribun supporter ITS, tempat saya duduk, saya melihat berbagai supporter yang mengenakan jaket jurusan masing-masing, ada yang berasal dari Teknik Mesin, Elektro, Informatika, dan lain sebagainya. Mereka membaur menjadi satu, sehingga suasana Integralistik ITS menjadi tergambar jelas di sana. Mereka datang hanya dengan satu tujuan, mendukung kebanggan dari almamater tercinta. Tetapi sayangnya di akhir pertandingan kita kalah tipis. Entah bagaimana seandainya jika ITS menang, suasana mungkin akan jauh menjadi lebih heboh lagi.

***
Ada sebuah guyonan menggelitik yang saya dengar dari teman Unair saya sepulang dari pertandingan. “Anak Unair bisa menang karena kita semua bisa kenal dan bersatu ketika Ospek Universitas, sehingga dukungan kita terhadap tim menjadi lebih kompak,” seru teman saya.

Dalam hati, guyonan itu secara tak langsung seolah menyindir ITS yang tidak mempunyai sarana dalam menyatukan semua mahasiswanya (terutama mahasiswa baru) dalam suatu acara. Akibatnya memang cukup buruk karena interaksi mahasiswa antar jurusan dan fakultas menjadi kurang. Padahal lokasi kampus ITS (kecuali kampus D3 Teknik Sipil ITS) terpusat, tidak seperti Unair yang terpecah-pecah menjadi tiga. Momen untuk mengintegralistik mahasiswa ITS seharusnya lebih mudah. Akan tetapi ini rupanya kurang dapat dimanfaatkan dengan baik.

Kurangnya suasana Integralistik ini membuat rasa kebanggan terhadap ITS menjadi agak hilang, kalah dengan tingginya rasa kebanggan terhadap fakultas dan jurusan masing-masing.

Baru-baru ini BEM ITS membuat sebuah terobosan dengan mengadakan Habits, untuk mengantikan IW. Namun suasana habits yang baru tahun ini diadakan terasa hambar. Hal ini dikarenakan waktu penyelenggaraan yang tidak tepat, berbarengan dengan acara-acara tahunan dari berbagai jurusan. Seandainya Habits diadakan di awal-awal semester ganjil, seperti halnya dengan Pra-TD tentu suasananya akan lebih meriah dan peserta menjadi lebih banyak. Dari situ setiap civitas akademika, melihat persatuan seluruh ITS, dengan menanggalkan arogansi dari masing-masing jurusan. Saat di mana semua mahasiswa ITS dapat dengan bangga mengenakan jas almamater dari kampus perjuangan. Dan selalu berlomba-lomba untuk dapat mengharumkan nama almamater tercinta ini dalam setiap kesempatan.

***
Kembali ke perbincangan awal. Tim basket putra ITS yang di harapkan mampu mengulang prestasi minimal seperti tahun lalu, sebagai finalis campus league 2008, ternyata harus tersingkir dengan cara yang cukup menyakitkan kalah tipis melawan tim UK petra. Banyak pihak yang menuding kegagalan ini penyebabnya sepele, karena kesalahan dalam memakai kostum (seharusnya memakai kostum gelap tetapi malah membawa kostum terang) serta kedatangan tim yang terlambat dalam pertandingan. Bahkan jika seandainya ITS ketika itu tidak mendapat pinjaman kostum dari UBAYA, maka ITS akan tersingkir dengan cara yang lebih memalukan lagi, yaitu di diskualifikasi dari pertandingan karena salah kostum. Entah betapa malunya ITS jika hal itu sampai terjadi, Padahal jika kita lihat secara kualitas materi kita tidak kalah dengan tim-tim lainya. Namun faktor yang disebutkan tadi membuat mental pemain turun.

Kegagalan tim basket ITS dalam ajang campus league 2009 seakan menyadarkan kita akan pentingnya pengelolaan manajemen UKM secara professional. Pelatih Tim basket ITS sendiri mengatakan, sebagus apapun pemainya, jika sistem manajemen UKM seperti ini, tidak akan ada prestasi yang diraih. Semoga hal ini tidak terulang lagi dan menjadi sebuah pelajaran serta pengalaman bagi UKM.

Kita memang tidak bisa langsung menimpakan semua kesalahan ke UKM basket, karena kostum basket ITS memang hanya ada 2 macam, dan itupun harus dipakai bergantian dengan tim basket putri yang juga sedang bertanding di event yang sama, karena kostum tim putri masih belum jadi. Yang cukup menjadi sorotan adalah kurangnya intesitas latihan dari tim, ini dikarenakan jatah lapangan yang bisa dipakai UKM hanya 2x seminggu. Dan itu juga harus di pakai berbarengan antara tim putra dan putri. Belum lagi kalau turun hujan. Tentunya jadwal latihan akan semakin menjadi berantakan.

Saya sendiri membayangkan seandainya ITS memiliki gedung olahraga indoor dengan tribun di kedua sisinya, minimal seperti gedung olahraga Ubaya dan syukur-syukur kalau bisa seperti Gedung olahraga Unair. Memang kita juga punya gedung olahraga, namun gedung itu sekarang hanya efektif di gunakan untuk olahraga badminton. Jika mimpi itu terealisasi, maka aktifitas olahraga di ITS akan semakin menggeliat, dan yang terpenting tak akan ada lagi berita kompetisi maupun lomba futsal atau basket yang harus tertunda berhari-hari akibat hujan (demits cup sendiri harus tertunda selama sebulan karena hujan yang datang seminggu berturut-turut).

Ada pertanyaan yang sedikit menggelitik di benak saya, mengapa ITS yang mempunyai sekitar 15 ribu mahasiswa tidak bisa memilih 15 pemain terbaik untuk menjadi tim basket yang tangguh. Hal ini hampir sama dengan pertanyaan sebagian besar masyarakat Indonesia yang heran mengapa dengan 220 juta penduduk kita kesulitan memilih 22 pemain terbaik untuk tim nasional sepakbola. Jika dilihat secara seksama, kita harusnya mempunyai potensi untuk dapat berprestasi lewat dunia basket. Namun banyaknya potensi basket yang ada di ITS kurang mendapat ruang untuk menunjukkan semua kemampuan yang dimilikinya. Padahal prestasi di bidang basket dapat menjadi sarana promosi yang bagus tentang ITS. Semoga dengan kegagalan ini akan semakin mendorong tim basket ITS untuk terus maju dan mengembalikan kebanggan yang telah dirindukan oleh semua civitas akademika ITS. Karena tempat kita adalah sebagai seorang juara.

Junaidi Abdillah
Mahasiswa D3 Teknik Sipil ITS

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Kebanggaan yang Dirindukan