ITS News

Kamis, 14 November 2024
24 April 2009, 13:04

Tiga Budi Jadi Guru Besar Bersama

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Budisantosa di bidang teknik industri, sementara Eko di hidrodinamika kelautan, dan Nyoman di ilmu stastistika matematika. ”Saya mempelajari hidrodinamika dan pengaruhnya termasuk salah satunya terhadap produk industri, Pak Budi tentang industrinya itu sendiri, dan penyelesaiannya menggunakan metode statistika oleh Pak Nyoman,” ungkap Eko yang juga menjabat sebagai Pembantu Rektor IV ITS tersebut.

Teliti dinamika air laut
Pria kelahiran Magelang 26 Desember 1958 ini menambahkan, bidang ilmu yang didalaminya ini berkaitan erat dengan permasalahan yang berkaitan dengan dinamika air laut. Mulai dari arus, pasang surut, gelombang, sampai pergerakan massa air dalam volume besar dari satu lautan ke lautan yang lain. ”Indonesia ini termasuk jalur perlintasan arus, bahkan ada fenomena Indonesian Through Flow, yaitu pergerakan air laut dari Pasifik ke lautan Hindia,” ujar suami dari pelukis kenamaan Nataliniwidhiasi ini.

Ilmu hidrodinamika ini diperlukan untuk melihat dan memperhitungkan dampak pergerakan air laut ini terhadap produk-produk rekayasa, seperti kapal, anjungan migas, bangunan pelabuhan, dan bangunan penahan gelombang. ”Banyaknya kecelakaan kapal ini salah satunya juga terjadi akibat dinamika air laut,” tambah dosen di jurusan Teknik Kelautan ini. Apalagi, saat ini sangat susah diprediksikan secara tepat fenomena alam yang akan terjadi.

”BMG selama ini hanya me-warning jangan melaut ada gelombang tinggi 4-6 meter selama 4 hari. Tapi apakah ini tepat. Lagipula range 4-6 meter ini terlalu luas, bukan angka perkiraan rata-rata,” lanjut bapak tiga anak ini.

Prediksi kejadian abnormal
Bidang ilmu ini ternyata dapat dibantu penyelesaiannya menggunakan metode statistik. Bahkan, Nyoman membuat sebuat software metode statistika yang diberi nama Spline Polinomial Truncated. ”Ini adalah inovasi dari metode Spline yang sudah ada selama ini,” ujar pria kelahiran Gianyar 3 Juni 1965 ini.

Perhitungan statistik menggunakan spline ini memang memiliki keunggulan dibandingkan metode statistik yang lain. Spline dapat digunakan untuk memperkirakan kejadian-kejadian abnormal. ”Beberapa tahun lalu kita masih dapat dengan mudah memprediksi kapan musim hujan dan musim kemarau tiba dengan metode statistik biasa. Tapi perkiraan ini sudah tidak bisa diterapkan lagi sekarang. Kadang musim kemarau datang lebih panjang, tapi bisa juga lebih pendek. Ini adalah kejadian abnormal,” tambah bapak dua anak ini.

Persoalan impor beras hingga penetapan parameter sehat balita dalam kartu KMS (Katur Menuju Sehat) pun dapat diatasi dengan menggunakan metode ini. ”Anak Indonesia rata-rata dibawah parameter sehat yang ada pada KMS. Padahal si anak ini sehat,” ujarnya. Hal ini terjadi karena data yang digunakan untuk membuat parameter sehat dalam kartu ini adalah data balita Amerika.

”Dari posturnya saja jelas beda dengan anak Indonesia. Ini jawabannya mengapa balita Indonesia kebanyakan berada di bawah parameter sehat,” tandasnya setelah membuktikan sendiri kepada dua buah hatinya.

Meski dapat memprediksi secara tepat, metode Spline ini memiliki kekurangan. Untuk memahami metode Spline ini diperlukan kemampuan matematika yang relatif tinggi. ”Ini salah satu faktor penghambatnya mengapa Spline jarang digunakan,” lanjutnya. Melihat fenomena ini, Nyoman terdorong untuk membuat software Spline Polinomial Truncated, yang relatif lebih gampang digunakan. ”Saya sudah uji cobakan ke mahasiswa D3 bahkan anak SMA. Dan mereka dengan gampang memahami,” terangnya.

Indonesia nol industri
Metode Statistika ini juga dapat digunakan untuk menyelesaikan problem industri seperti yang dikemukakan oleh Budisantosa. Budi menyatakan, salah satu titik lemah sektor industri di Indonesia karena tidak adanya industri. ”Yang ada di Indonesia ini bukan industri, tapi pabrik,” ujarnya.

Menurutnya, industri merupakan serangkaian proses dari mulai bahan baku hingga pabrik. Termasuk di dalamnya adalah Research and Development. ”Lembaga ini yang bertugas menciptakan inovasi dari barang-barang industri,” terang Pria kelahiran Jogjakarta 8 Maret 1955 ini.

Sementara itu, Indonesia hanya kebagian sebagai pabrik saja dengan memanfaatkan tenaga kerja yang murah. Sedangkan research and development-nya berada di luar negeri. ”Akibatnya Indonesia ya cuma begitu-begitu saja, tidak ada nilai tambahnya. Tanam kopi ya jualnya kopi, yang memberi nilai tambah di luar negeri ya seperti Starbucks,” tambah pria yang baru saja pensiun sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo ini.

”Hendaknya pemerintah meningkatkan anggaran untuk pendidikan & pelatihan, serta membangun Research & Development dalam negeri supaya inovasinya meningkat,” ujar bapak dua anak ini. Selain itu, faktor kemampuan membangun kepercayaan dari negara lain juga dianggap tidak kalah penting. Dan Indonesia belum memilikinya.

Ketiga guru besar ini akan dikukuhkan menjadi guru besar ITS ke 81,82, dan 83. (niv/humas/mtb)

Berita Terkait