Dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Prof Ir Djauhar Manfaat MSc PhD, seminar yang juga masih merupakan rangkaian kegiatan Marine Icon ini mengangkat isu kesalamatan pelayaran. "Dengan adanya budaya atau culture safety maka tingkat kecelakaan di Indonesia mampu ditekan. Namun membudayakan safety ini lah yang sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan," tandas Djauhar. Budaya keselamatan sendiri baru bisa tercapai apabila ada komitmen bersama dari semua pihak, lanjut Djauhar.
Senada dengan yang disampaikan Djauhar pada sambutannya, Handy Berlianto yang mewakili Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) juga menjelaskan pentingnya komitmen manajemen dalam budaya kesalamatan. "Sehingga Safety Culture ini tidaklah menjadi bendera yang hanya dikibar-kibarkan saja," ungkap salah satu staff PT Berlian Laju Tanker Tbk ini.
Seminar yang juga dihadiri kalangan praktisi ini, seperti halnya Captain Bambang Purnomo memberikan definisinnya mengenai safety culture. "Safety Culture itu dapat berupa kemampuan untuk memperkirakan, memperhitungkan dengan akurat dan tepat akan resiko bahaya," tandas Bambang. Menurut Bambang untuk mencapai budaya keselamatan tersebut dibutuhkan ketaatan perusahaan pelayaran pada regulasi internasional yang mengatur standar keselamatan.
Bambang melanjutkan standar ini dapat berupa International Ship and Port Facility Security (ISPS), International Safety Management (ISM), dan regulasi terkait lainnya. Pada seminar ini juga dibahas mengenai keselamatan kapal penumpang, dimana hadir sebagai pembicara adalah Rakhmatika Andrianto ST dari PT Dharma Lautan Utama (DLU). "Tingkat kecelakaan kapal penumpang sendiri cukup rendah, dikarenakan membawa nyawa manusia. Kapal penumpang menjadi cukup mendapat perhatian dari banyak pihak," ungkap Praktisi yang juga Alumni Teknik Perkapalan ITS ini.
Rakhmat menjelaskan kecelakaan kapal yang terjadi ini masih disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error. "Indeks itu mencapai 80 persen, baru sisanya masing-masing 10 persen Teknis, dan 10 persen cuaca," tutur Rakhmat. Selain itu ada faktor tidak langsung yang ikut berperan, yakni masalah keilmuan, lanjut Rakmat. Menurut Rakhmat masalah keilmuan ini menjadi penting, mengingat banyak jabatan didunia pelayaran dan perkapalan yang masih dipegang oleh non-perkapalan dan pelayaran.
Kesadaran akan budaya keselamatan itu sendiri masih diterjemahkan berbeda oleh masyarakat Indonesia, Lanjut Rakhmat. "Kami (PT DLU,red) pernah melakukan pelayaran bersama kapal Jepang, namun ketika disana sedikit sekali ditemukan tulisan ataupun tanda-tanda peringatan," ungkap Rakhmat. Rakhmat melanjutkan, Bandingkan kondisi yang ada di Indonesia sudah di peringatkan tapi masih tetap saja dilanggar.
Pemateri terakhir dari seminar ini ialah Ir Daniel M Roysid Phd MRINA, dimana menurutnya budaya keselamatan bisa tercapai jika memenuhi kriteria tertentu. "Kriteria itu adalah mensyaratkan leadership, yang menginspirasikan kreatifitas, tanggung jawab, dan dispilin," ujar dosen Teknik Kelautan ITS ini.
Selain itu dibutuhkannya pendidikan yang membangun softskill seperti halnya kejujuran agar dapat menjadi pijakan leadership. "Banyak sekali kecelakaan dan kondisi bahaya yang terjadi selama pelayaran itu bermula dari ketidakjujuran," tandas Ketua Persatuan Insinyur Indonesia cabang Surabaya ini. (fn/asa)
Kampus ITS, ITS News – Dedikasi tinggi dalam membumikan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kembali mengantarkan dosen Departemen
Kampus ITS, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kian mengukuhkan kiprahnya di bidang teknologi robotika melalui
Kampus ITS, ITS News — Sebagai upaya membuka akses pendidikan yang lebih luas, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkenalkan
Kampus ITS, ITS News — Salah satu lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membuat inovasi yang luar biasa