Gempa menimbulkan goncangan dan pegeseran. Goncangan gempa akan memicu peristiwa likuifaksi, longsor, runtuhnya rumah/bangunan, dan lain sebagainya. Pergeseran bisa akan memicu tsunami bila terjadi di dasar laut dan akan memicu longsor di daerah pegunungan dan akan meyebabkan tanah retak menganga dan akan menyebabkan pipa gas pecah sehingga bisa menimbulkan kebakaran. Gempa juga akan menerjang apa saja dan siapa saja baik anak-anak balita, manula, rumah sakit bahkan ahli gempa sekalipun bisa terkena.
Rabu, 2 September 2009 sekitar pukul 14.55 terjadi gempa 7,3 Skala Richter terjadi di daerah pantai Tasikmalaya dan getaranya hampir dirasakan di seluruh Pulau Jawa bahkan Pulau Bali. Badan Negara penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan korban meninggal akibat gempa sampai hari ini telah mencapai lebih dari 70 yang tersebar di berbagai kaputaen seperti di Cianjur, Garut, Sukabumi, Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Bandung, Bandung Barat, Bogor dan Ciamis.
Khusus di Kabupaten Cianjur puluhan orang masih dinyatakan hilang. Korban luka-luka sangat banyak karena banyak bangunan rumah hancur, lebih dari 5000 bangunan rusak dan menyebabkan pengungsian lebih dari 25 ribu jiwa. Kejadian gempa yang terjadi di Tasikmalaya sungguh memprihatinkan, banyak rumah yang roboh, banyak yang meninggal dan luka-luka, masih ada anak-anak yang nangis ketakutan sendiri, masih ada orang-orang yang berebut keluar ruangan yang menyebabkan banyak yang terinjak-injak, dan banyak masalah lainnya yang menunjukkan kita kurang perhatian terhadap keselamatan.
Negara Jepang merupakan Negara kepulauan relatip kecil dan terletak di kawasan geologi tektonik aktif dengan banyak gempa. Karena kecilnya kepulauan maka masyarakat Jepang tidak punya pilihan lain, mereka harus menghadapi gempa tersebut. Untuk itu mereka mencatat, meneliti, mengembangkan sistem peringatan dini, mengembang bangunan tahan gempa, membukukan dan mensosialisasikan. Sosialisasi kepada masyarakat tanpa kecuali baik kepada balita, manula, ibu-ibu hamil, maupun penyandang cacat dan lain-lain, yaitu dengan jalan melakukan simulasi menghadapi gempa secara rutin dalam jangka waktu tertentu.
Karena sosialisasi sudah berlangsung lama maka masyarakat Jepang sudah terbangun budaya keselamatan, sehingga saat terjadi gempa mereka reflek akan bersembunyi di bawah meja sampai getaran selesai baru mereka keluar ruangan satu persatu. Hasil jerih payah masyarakat Jepang dalam upaya melindungi dan memberi rasa aman kepada rakyatnya terbukti, salah satunya saat terjadi gempa tahun 2007 skala 6,9 Richter hanya ada 1 korban saja dan kerusakan infrastruktur tidak seberapa. Sedangkan saat terjadi gempa di Yogya dan Jawa Tengah dengan skala 5,9 Richter korban yang meninggal lebih dari 6000 orang, korban cacat ratusan ribu dan bangunan yang rusak mencapai lebih dari 300 ribu rumah. Di Yogya dan Jawa Tengah korban meninggal lebih disebabkan karena keruntuhan rumahnya yang tidak disiapkan menghadapi gempa skala 5,9 Richter.
Indonesia tidak jauh berbeda dengan Jepang karena sejak jutaan tahun yang lalu tekanan lempeng tektonik sudah bekerja bergerak dan menekan Indonesia. Lempeng itu terdiri darai Lempeng Samudra hindia-Australia yang bergerak kearah utara, Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah barat dan Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah selatan. Pada batas lempeng ini terjadi akumulasi energi sampai suatu batas tertentu atau dengan selang waktu tertentu kekuatan lapisan litosfer terlampui sehingga terjadi pelepasan energi yang dikenal dengan gempa bumi yang akan merambat ke segala arah.
Kenapa kita rentan terhadap ancaman gempa? Hal ini karena sampai saat ini sebagian besar bangsa Indonesia masih menganggap bencana sebagai sesuatu musibah yang harus dan layak diterima, dan usulan upaya penanganan sebelum terjadi bencana masih dianggap suatu upaya yang mengada-ada bahkan ada beberapa daerah masih tabu membicarakan bencana takut kuwalat (khawatir terjadi sungguhan). Sikap ini menyebabkan setiap kejadian bencana kita segera terlupakan, walau kejadian itu berulang-ulang. Ini terjadi karena belum adanya sosialisasi pengetahuan dasar tentang bencana kepada masyarakat, dan ada kekurangan pada cara pendidikan dan pengajaran kita, sehingga masyarakat lebih banyak percaya pada hal-hal yang irasional (klenik) dan isu-isu.
Secara umum permasalahan yang terkait dengan bencana di Indonesia adalah (1) rendahnya kesadaran terhadap bencana di wilayah-wilayah yang rawan bencana, (2) pemahaman masyarakat terhadap cara-cara pencegahan terjadinya bencana masih kurang, (3) belum semua masyarakat di wilayah rawan memahami tanda-tanda akan terjadinya bencana, dan (4) masyarakat belum semuanya mengetahui tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari bencana.
Apa akibatnya? Sejarah mencatat bencana tahun 2004-2009 telah menyebabkan ratusan ribu nyawa telah melayang dengan mengenaskan, ratusan ribu luka-luka dan cacat seumur hidup, ratusan ribu mengalami trauma, ratusan ribu rumah hancur, ratusan infrstruktur dan fasilitas umum serta pusaka negara (heritage) hancur, kerugian ekonomi sangat besar.
Bencana yang terjadi di Indonesia pada bulan Romadhon ini merupakan peringatan sekaligus petunjuk bagi kaum yang berfikir dan waktunya bersama-sama berupaya mengurangi risiko bencana dengan menyadari bahwa Indonesia banyak ancaman dan mulai meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mengurangi kerentanan. Harapannya terbangun budaya keselamatan, budaya ketahanan, sehingga terbangun masyarakat tangguh menghadapi berbagai bencana.
Amien Widodo
Peneliti Manajemen Bencana ITS Surabaya
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)