Momen tahunan yang satu ini memang berbeda dengan momen-momen yang lainnya. Tradisi mudik mungkin hanya akan kita temui di Indonesia. Sekali dalam setahun, seakan – akan jalur transportasi di negeri ini sibuk bukan main untuk sejenak, menggeliat melayani putra-putri pertiwi menuju kampung halaman tercinta. Seluruh elemen negara bergerak, baik pemerintah, swasta, BUMN, para pekerja, semua ikut larut dalam mempersiapkan momen religius sosial yang satu ini.
Entah mulai kapan tradisi ini mulai berjalan. Namun saya merasakan, mudik memberikan suatu kebanggaan tersendiri bagi orang tua yang melihat putra-putrinya sowan kembali ke pangkuan mereka.Seperti kembali ke gendongan saat mereka masih kecil. Linangan air mata, permohonan maaf kepada Ibunda, menjadi agenda rutin di setiap keluarga.
Mudik menunjukkan moralitas putra bangsa Indonesia yang sangat luhur yang tetap cinta tanah airnya, tanah asal mereka, dan sayang terhadap orang tuanya. Suatu akhlak anak bangsa yang menurut saya luar biasa, karena hanya di momen inilah perwujudan cinta suci itu benar-benar nyata dan terjadi secara massal.
Gema takbir seakan telah menggema di telinga para pemudik. Gambaran suasana hari kemenangan, berkumpul dengan sanak saudara, seakan telah menutup susah payah di perjalanan, khususnya bagi kaum urban yang "memaksakan" dirinya untuk mudik. Tak ayal lagi, nyawa-pun dipertaruhkan. Kereta api kelas ekonomi penuh sesak, bahkan rute Surabaya Jakarta dilalui dengan berdiri dan penuh sesak adalah hal yang lumrah terjadi di saat – saat seperti ini. Rasa lelah itu tak ada artinya dibandingkan kebahagiaan saat bisa sungkem kepada orang tua.
Jauh nun disana, di pelosok-pelosok negeri ini, di Sulawesi, Aceh, di pedalaman Kalimantan, di jalanan lintas Sumatra, hiruk pikuk transportasi yang sedemikian rupa juga kita jumpai. Keadaan demikian sudah menjadi menu tahunan bagi kita. Jalanan yang berkelok diantara jurang dan pegunungan, yang dilewati rombongan angkutan umum yang penuh sesak oleh penumpang serta kendaraan luar kota, bergerak silih berganti. Keadaan yang kita pandang sangat menyulitkan, dan menyusahkan seperti itu, justru malah menjadi seni dan cerita menarik tersendiri dalam tradisi mudik. Semua luluh dalam semangat untuk bisa sungkem dan kembali ke pangkuan orang tua.
Namun, kobar semangat para pemudik, rupanya belum bisa diimbangi oleh sarana dan prasarana yang memadai. Jalanan berlubang, aksi calo, faktor keamanan di jalan raya, masih menjadi masalah klasik yang selalu datang setiap tahun. Jalur Pantura, maupun jalur Selatan, masih menyimpan potensi kecelakaan yang cukup besar. Kondisi jalanan yang masih berlubang, serta cuaca yang sangat panas, tentu sangat mempengaruhi kondisi para pemudik di perjalanan yang notabene mereka sedang berpuasa.
Teringat dengan kisah Umar bin Khathab, yang pernah suatu malam menelusuri jalan-jalan yang ada di negeri Islam pada saat itu. Ia sangat takut jika ada jalan yang berlubang dan menyebabkan unta terperosok ke lubang jalan tersebut. Ia sangat takut dimintai pertanggung jawaban oleh Allah ketika ada unta yang terperosok ke dalam jalan berlubang yang ada dalam wilayah kekuasannya. Semoga yang berkuasa membangun infrastruktur jalan di negeri ini, dapat mencontoh pribadi Umar Ibnu Khattab, sehingga tak ada lagi jalan – jalan berlubang yang memakan korban jiwa.
Sejarah mencatat, sebanyak 1320 kasus kecelakaan terjadi di tahun 2008 di saat mudik. Jumlah korban meninggal sebanyak 616 orang, luka berat 780, luka ringan 1336 dengan jumlah kerugian material Rp 4,85 miliar. Jumlah tabrak lari sebanyak 121 kejadian. Sedangkan pada Mudik 2007, tercatat 1785 kasus kecelakaan dengan jumlah korban meninggal 789, luka berat 952, dan luka ringan sebanyak 2034. (dephub-vivanews.com)
Gambaran diatas hanyalah berupa grafik data. Tak ada jaminan kesesuaian jumlah angka – angka tersebut dengan realita di lapangan. Bahkan mungkin di lapangan lebih besar dari barisan angka-angka tersebut. Karena pada dasarnya setiap jalur mudik di negeri ini berpotensi menimbulkan korban jiwa. Yang perlu dicatat adalah, mari bersama – sama saling menjaga keselamatan berkendara di jalan.
Ramadhan masih menyisakan "prime time" beberapa hari bagi kita, umat Muslim. Masih ada kesempatan meraih pundi – pundi pahala, masih terbuka lebar kesempatan mendapat banyak hikmah di bulan mulia ini. Semoga kita selalu bijak dalam memanajemen waktu di bulan mulia ini.
Selamat jalan saudara-saudaraku. Tetaplah waspada di perjalanan, jaga kesehatan, dan fisik. Selamat menikmati hari kemenangan, selamat menikmati kebahagian bersama orang-orang tersayang.
Marji Wegoyono
UPT Multimedia Informasi dan Komunikasi ITS
Alumni D3 Computer Control Elektro ITS*
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi