ITS News

Rabu, 02 Oktober 2024
14 Oktober 2009, 18:10

Sistem Deteksi Pelat Nomor Kendaraan Karya Yohanes Dwi Raharjo

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Semua lampu lalu lintas yang bertebaran di jalanan kota dilengkapi webcam. Demikian juga di pintu keluar-masuk tempat parkir mal serta pusat-pusat perbelanjaan. Kamera yang terkoneksi dengan pusat data di kantor Samsat Polwiltabes itu akan merekam semua jenis kendaraan dengan sempurna, termasuk pelat nomor polisi (nopol)-nya.

Jika kamera mendapati pelat nopol palsu atau nopol yang terpasang di kendaraan tak semestinya, polisi segera tahu dan memprosesnya. Polisi juga bisa mengawasi layar monitor di kantornya untuk memantau kendaraan yang dilaporkan hilang. Dengan demikian, pencurian kendaraan bermotor bisa ditekan dan yang hilang bisa ditemukan kembali.

Itulah impian muluk Yohanes Dwi Raharjo tentang fungsi tugas akhir (TA)-nya, Sistem Deteksi Plat Nomor Kendaraan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan. \’\’Jika terkoneksi dengan sistem di samsat dan nyambung dengan jaringan lampu merah di seluruh kota ditambah sedikit program lagi, impian tersebut akan terealisasi,\’\’ kata Jo -panggilan Yohanes.

Program tambahan yang kini sedang digarapnya itu kelak -jika terkoneksi dengan data kepolisian- bisa mendeteksi apakah pelat nomor kendaraan yang ditangkap kamera tersebut masih berlaku atau tidak, sudah bayar pajak atau belum, kapan jatuh temponya, dan masih banyak lagi.

Dia berambisi mengembangkan alat tersebut seperti di negara-negara maju. Polisi lalu lintas dapat mengawasi arus lalu lintas lengkap dengan pelanggarannya di jalanan cukup dari layar komputer. \’\’Misalnya, polisi bisa melihat apakah pengguna lalu lintas melewati garis batas di lampu merah,\’\’ jelas mahasiswa yang pernah mengikuti pertukaran pelajar ke Filipina itu.

Saat ini, karya tersebut masih terbatas mampu mendeteksi pelat nopol asli atau tidak, mendeteksi kendaraan milik pemerintah, pribadi, atau kendaraan umum. Tugas akhir itu mendapat nilai A.

Cara kerja sistem itu menggunakan metode jaringan saraf tiruan (artificial intelligent) yang bisa mengidentifikasi huruf A, B, C, H, K, L, U, Y dan angka 1, 2, 3, 4, dan 8. \’\’Baru huruf dan angka itu yang saya masukkan program,\’\’ kata Jo. \’\’Sebab, memori komputer terbatas dan agar loading waktu ujian gak berat,\’\’ lanjutnya.

Huruf dan angka-angka itu diidentifikasi menggunakan image processing (pengolahan gambar). Untuk mengoperasikan karyanya tersebut, Jo butuh kamera (webcam) yang berfungsi menangkap gambar pelat nomor kendaraan. Webcam itu dihubungkan ke komputer untuk mengoperasikan sistem pendeteksi tersebut.

Gambar akan diidentifikasi oleh jaringan saraf tiruan yang bisa membedakan warna dasar pelat dengan warna angka atau huruf dalam nopol. Huruf dan angka kemudian disegmentasi satu per satu. Kemudian di-morphologi. \’\’Di morphologi itu bisa diketahui apakah huruf atau angka tersebut mengalami noise atau tidak,\’\’ jelas mahasiswa angkatan 2004 itu.

Jika ukuran pelat, huruf, dan angka sesuai standar kepolisian, dipastikan pelat nopol tersebut asli. Standar pelat 395 mm x 135 mm, sedangkan cetakan huruf dan angka berukuran 35 mm x 70 mm.

Sistem akan mengalami kesulitan membaca jika pelat nomor rusak atau cat dasarnya mengelupas. \’\’Saya sudah membuat toleransinya. Namun, tetap saja ada batasnya. Namanya komputer, tidak bisa sama seperti mata manusia,\’\’ tegas pria kelahiran Jombang itu.

Kendalanya, tak sedikit kendaraan yang memasang pelat nomor variasi. Ukuran pelatnya beragam, bentuk huruf dan angkanya diubah, bahkan diganti atau diberi tulisan. Tentu saja hal itu membingungkan sistem. \’\’Susahnya saat pembacaan gambar,\’\’ kata mahasiswa yang baru lulus tersebut.

Sebab, program yang terdapat dalam sistem berukuran standar pelat nomor kepolisian. Karena itu, Jo menambahkan beberapa bentuk huruf dan angka dalam memori sistem pendeteksi tersebut.

Sistem itu juga bisa mendeteksi jenis pelat nomor kendaraan, milik pribadi, pemerintah, atau kendaraan umum. \’\’Itu bisa diidentifikasi dari warna, hitam, merah, atau kuning,\’\’ jelasnya.

Dia juga harus menentukan batas toleransi resolusi warna untuk menentukan apakah pelat nomor tersebut hitam, merah, atau kuning. Sebab, warna pelat setiap kendaraan tak sama. \’\’Hitamnya pelat itu tidak sama,\’\’ katanya. Ada yang hitam, ada yang hitam pudar.

Webcam yang dipakai dalam sistem itu harus punya resolusi tinggi agar bisa membaca pelat nomor mobil yang sedang bergerak. Hanya, bungsu di antara dua bersaudara tersebut belum tahu berapa resolusi kamera yang pas untuk menangkap gambar bergerak.

Tugas akhir Jo itu memperoleh predikat karya favorit periode angkatannya -wisuda pada 12 Oktober- dari Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatektro) ITS. Gelar tersebut didapatkan dari polling seluruh mahasiswa teknik elektro.

Jo mengerjakan karya tersebut dalam waktu satu semester. \’\’Sebenarnya alat ini belum selesai. Karena jadwalnya mepet, jadi masih sederhana seperti ini,\’\’ ungkap mahasiswa yang mengambil program studi Telekomunikasi Multimedia tersebut.

Karya itu diilhami kejadian dua tahun lalu. Orang tua Jo kehilangan mobil yang diparkir di tempat umum. \’\’Saat itu saya terpikir untuk membuat sistem pengamanan yang baik agar kejadian tersebut tidak menimpa orang lain,\’\’ katanya.

Dosen pembimbingnya, Ir Wirawan DEA, menerima usul tema yang diajukannya. Bahkan, Wirawan memberi rekomendasi untuk memperoleh data di kepolisian tentang pembuatan pelat nomor kendaraan.

Pria kelahiran 24 Januari 1986 itu berhasil memperoleh data yang dibutuhkan di Kantor Samsat Surabaya di Jalan Manyar. Di antaranya, ukuran, ketentuan, dan cetakan yang dipakai kepolisian dalam mencetak pelat nomor. Ternyata, standardisasi di kepolisian ada yang tidak sama dengan realitas di pelat nomor. Misalnya, ukuran angka 1 berbeda dari ukuran angka 7.

Jika menggunakan standar kepolisian, jarak antarangka di monitor akan renggang seperti spasi. Jo menemui kesulitan saat menentukan batas toleransi antarangka tersebut agar bisa dibaca sistemnya. \’\’Saya sempat putus asa karena terlalu banyak kendala yang saya hadapi,\’\’ ungkapnya.

Untunglah, Wirawan memberi motivasi dan semangat. Dia akhirnya menemukan solusi dengan sedikit merenggangkan jarak kolom antarangka. \’\’Terima kasih, Pak Wirawan. Kalau tidak karena motivasinya, mungkin saya masih ganti-ganti tema TA,\’\’ paparnya. (cfu)

Berita Terkait