Tingginya permintaan pasokan listrik justru tidak diimbangi dengan penambahan kapasitas daya yang memadai. Dampak paling nyata adalah terjadinya pemadaman listrik bergilir dan libur industri yang tidak seragam. Rasio elektrifikasi Indonesia mencapai 60,28%, menunjukkan bahwa belum seluruh daerah di Indonesia mendapatkan fasilitas listrik. Sedangkan 14 wilayah mengalami defisit daya, antara lain di Sumatera bagian utara, Sumatera bagian selatan, Jawa, Madura dan Bali, serta Sulawesi Selatan.
Faktor penyebab terjadinya krisis listrik, salah satunya karena Indonesia masih menggunakan minyak bumi dan gas sebagai sumber daya utama untuk pembangkit energi listrik. Padahal cadangan minyak bumi yang makin menipis mengakibatkan semakin mahalnya harga minyak bumi di pasaran dunia. Jika PLN tidak lagi menggunakan BBM penghematan bisa dilakukan pada beberapa aspek, seperti biaya bahan bakar sebesar Rp 7,5 triliun, pemeliharaan Rp 1,5 triliun dan biaya subsidi langsung BBM sebesar Rp 3 triliun. Selain itu, Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan menyebabkan kerusakan lingkungan.
Kian tingginya tingkat konsumsi listrik itu dipicu juga oleh pesatnya perkembangan industri, jumlah penduduk yang terus bertambah, dan perilaku boros dalam pemakaian listrik. Masalahnya, tingginya permintaan pasokan listrik ini tidak diimbangi penambahan kapasitas daya yang memadai melalui pembangunan pembangkit listrik. Salah satu kendala penyediaan tenaga listrik adalah ketidaksinkronan lokasi sumber energi primer dengan keberadaan penduduk. Sebanyak 80 % penduduk Indonesia tinggal di Jawa dan Bali, sedangkan sumber energi primer mayoritas berada di luar Jawa-Bali.
Ketika Direktur Utama PT PLN masih di jabat oleh Ir Fahmi Mochtar MM . Beliau berkunjung ke ITS dan mengatakan bahwa saat ini SDA utama yang dipakai olah PLN untuk pembangkit tenaga listrik adalah minyak bumi dan batu bara. Berhubung akhir-akhir ini pasokan minyak bumi dan batu bara makin menipis dan mahal, maka kedepannya PLN berencana untuk menggantikan minyak bumi dengan sumber energi lain yang terbarukan dan ramah lingkungan.
Kabar gembira dan solutif menurut saya. Tapi hati kecil berbicara bahwa hal ini membuktikan manusia akan bertindak jika sudah ‘kepentok’. Selama ini secara tidak sadar kita jarang sekali melakukan antisipasi, yang dilakukan hanya memperbaiki. Kita lebih sering memakai suatu karunia tuhan dengan seenaknya tanpa memikirkan dampak yang di timbulkan.. Jika budaya ini terus dipertahankan maka bukan tidak mungkin bumi ini hancur atas ulah manusia sendiri.
Seharusnya jauh–jauh hari kelangkaan energi ini dapat diprediksikan sehingga langkah konkret dapat segera diambil untuk mengatasinya. Tapi selama ini manusia dimanjakan oleh berbagai kemudahan teknologi sehingga terlena. Tidak dapat dipungkiri, banyaknya kalangan yang mengetahui hal ini, mereka hanya diam atau mengambil tindakan untuk kepentingan golonganya saja. Kelangkaan energi memberikan dampak signifikan pada berbagai bidang, ekonomi, sosial ataupun politik. Pada akhirnya berdampak pada ketidakstabilan pemerintahan.
Padahal Indonesia dikaruniai kekayaan gas alam dan batu bara melimpah, sinar matahari memancar sepanjang tahun serta kekayaan sumber daya alam terbarukan dalam jumlah tak terhingga. Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia. Dengan perairan seluas 93 ribu Km2 dan panjang pantai sekitar 81 ribu Km atau hampir 25% panjang pantai di dunia. Dimana permukaan laut dipanaskan secara terus menerus dengan bantuan sinar matahari, dan sekitar 90 persen dari energi matahari yang menyinari lautan ditampung oleh laut.
Hal ini menjadikan laut sebagai penampung energi sinar matahari dan sistem penyimpanan energi yang belum termanfaatkan. Peran laut bagi industri energi listrik saat ini, masih sebatas jalur transportasi yang mengangkut pasokan bahan bakar seperti batu bara dan BBM, sebagai tempat pembuangan sisa air pendingin turbin PLTU atau bahan baku penghasil uap untuk menggerakan turbin PLTU. Sangat disayangkan bahwa tidak berkembangnya sumber energi seperti angin, arus dan thermal atau yang lebih cocok dengan masyarakat dikarenakan pemerintah terlalu fokus pada satu sumber energi, minyak, dan gas.
Bahkan ketika BBM semakin langka rakyat pun berusaha mengantri untuk mendapatkannya. Fenomena itu terjadi karena pemerintah memberikan subsidi untuk BBM maka energi lain tak mampu untuk bersaing. Padahal jika semua sumber energi diperlakukan sama sesuai dengan keadaaan keuangan negara. Dengan persaingan sehat, akan terbukti energi yang ramah lingkungan akan mendapatkan tempat lebih baik.
Kedepannya, negeri ini harus berani melakukan reorientasi. Pertama, reorientasi agar kebijakan pembangunan di bidang energi selaras dengan pembangunan berkelanjutan. Dimana bahwa setiap kebijakan tidak hanya dalam rangka pemenuhan ekonomi jangka pendek. Tapi, mempertimbangkan aspek sosial, integritas budaya termasuk juga lingkungan hidup.
Hana Qudsiah
Mahasiswa Teknik Kelautan
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi