ITS News

Selasa, 03 September 2024
15 Maret 2010, 14:03

Berlakunya UU Jati Diri Bangsa Kita

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sebagai alat legitimasi atau jati diri bagi kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, sekaligus menjadi bentuk pengakuan untuk merdeka, setara dan bebas aktif dalam pergaulan di antara bangsa dan negara lain. Menjadi jati diri yang melahirkan adanya pengakuan akan persatuan dan kesatuan bagi masyarakat Indonesia untuk dapat hidup sejalan dan bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa dan negara Indonesia. Juga bermakna untuk menguatkan persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Menjadi arah yang memberi keseimbangan untuk selalu kembali hanya atas dan untuk Indonesia. Keseimbangan untuk kembali atas berbagai friksi dan konflik etnis kedaerahan yang terkadang muncul dalam dimensi sosial dan politik Indonesia.

Keinginan kuat secara politik untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, juga tidak lepas dari pengaruh budaya global sekarang ini. Disadari bahwa salah satu unsur penting dalam kebudayaan adalah bahasa, jika bahasa Indonesia tidak dikembangkan sebagai bahasa internasional dampaknya tentulah akan melemahkan eksistensi bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa. Generasi muda bangsa yang sudah larut dalam budaya kosmopolit dan globalisasi, semakin tak acuh terhadap bahasa Indonesia. Akibat yang lebih luas, makin rendahnya kebanggaan berbahasa Indonesia di kalangan generasi muda bangsa.

Padahal dalam kenyataannya, bangsa-bangsa yang maju justru mempunyai kebanggaan yang tinggi terhadap bahasanya. Lihatlah Perancis, Jepang, China, yang walaupun mereka paham berbahasa Inggris, namun dalam pertemuan dan pergaulan internasional mereka tetap menggunakan bahasanya sendiri. Sikap cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia harus ditanamkan sejak dini kepada generasi muda bangsa. Fikiran-fikiran inilah yang kemudian mengkristal dan dirumuskan dalam bentuk aturan Pasal dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009.

Untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, maka semua aspek yang berkaitan hubungan internasional baik konteks politik, hukum, ekonomi, perdagangan, dan sosial budaya, harus berkomitmen untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa dalam hubungan internasional. Karena itulah semua aspek tersebut telah kita sepakati dan atur di dalam berbagai Pasal dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009, memang terdapat paling tidak dua Pasal yang mengatur mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan transaksi dan nota kesepahaman atau perjanjian. Pada Pasal 25 ayat (3) disebutkan; “Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa“.

Kemudian pada Pasal 31 disebutkan; “ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warna negara Indonesia. Ayat (2) nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris“.

Dalam penjelasan Pasal 31 ayat (1) disebutkan, “yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah termasuk perjanjian internasional yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subyek hukum internasional lain. Perjanjian internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau bahasa Inggris“. Kemudian ayat (2) ditegaskan,“Dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/atau bahasa Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya“.
 
Kehadiran Pasal 25 dan Pasal 31, sebenarnya merupakan bagian dari strategi pengembangan, pembinaan, dan pelindungan terhadap bahasa Indonesia. Jadi rumusan kedua pasal tadi, semata-mata untuk memperkuat posisi bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bahasa-bahasa lainnya khususnya bahasa asing.
 
Konsekuensi hukum yang paling konkret adalah setiap kontrak atau nota kesepahaman  antara pihak Indonesia dengan pihak asing harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan atau dibuat dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa pihak asing tersebut. Dengan demikian selain untuk menguatkan bahasa Indonesia didunia internasional, hal ini juga mempersempit perbedaan penafsiran atas isi kontrak tersebut.
Setujukah anda para calon teknokrat Indonesia?

Lutfi Kuncoro, S.H.
Sub.Bag Hukum dan Tatalaksana
BAUK-ITS

Berita Terkait