Alkisah bermula ketika saya bergerilya mencari jahe untuk tenggorokan saya yang
sedang bermasalah. Sampai di suatu toko, akhirnya dapat juga. Sambil menunggu
kembalian, ada seorang mahasiswa ITS datang.
“Beli apa Mas?,†tanya pemilik toko.
“Rokok xxxx sebungkus,†jawabnya ringan.
Saya hanya bisa cengar cengir heran tanpa bisa berbuat banyak. Saya beli jahe
saja perlu memikir tiga kali lebih. Lha ini, mau beli asap aja seperti beli
kerupuk. Mau menegur? Siapa gue? Apalagi melarang. Bisa-bisa bukan hanya jahe
yang saya bawa pulang, bisa ditambah tonjokan atau setidaknya “kata mutiara†khas
Suroboyo. Belum pulang mahasiswa ini, datang teman saya.
“Beli rokok Mbak?,†pintanya tidak menyadari keberadaan ku.
Hah? Saya kaget sekali. Mahasiswa sealim ini beli rokok? Teman saya ini, dalam
katalog teman yang saya miliki termasuk kategori mahasiswa baik dan cenderung
sangat baik. Alim, tidak banyak tingkah. Berusaha untuk tidak negative thinking,
saya sapa dia.
“Kamu ngrokok?†tanyaku simpel.
“Nggak mas,†jawabnya khas anak alim.
“Lha terus buat siapa? Titipan ta?,†tanyaku kembali
“Buat tentor mas, nanti saya mau minta diajari,†katanya singkat
“Kok nggak dibelikan jajan atau hal lain yang lebih bermanfaat saja?,†cercaku
“Nggak mas. Soalnya biasanya juga dibawakan rokok,†ulasnya.
Minta tolong kok malah dibalas dengan rokok? Itu sama saja dengan sehabis
ditolong, menaruh racun dalam tubuh penolongnya. Atau sengaja meletakkan jarum
dalam jantungnya. Salah kaprah membalas budi, pikirku. Memberi kenikmatan 5 menit
dan cacat tubuh permanen.
Ilusionis Nomor Wahid
Anda pasti tahu siapa David Copperfield. Dia dijuluki Sang Ilusionis Terbesar di
dunia sulap. Banyak aksi spektakuler yang menghebohkan dunia. Bayangkan saja, dia
pernah mempertunjukkan lenyapnya pesawat Boeing 747 dihadapan ribuan penonton,
melenyapkan diri masuk ke Tembok Besar di Cina serta melewatinya dari satu sisi
dan keluar dari sisi yang lain hingga melenyapkan patung Liberty yang menjadi
ikon kebebasan warga Amerika. Hebat bukan?
Bagi saya, kehebatan David Copperfield masih kalah dengan benda mati bernama
Rokok. Ini adalah zat-zat berbahaya ada dalam rokok. Yang meliputi aseton (cat),
ammonia (pembersih lantai), arsen (racun), butane (bahan bakar ringan), kadmium
(aki mobil), karbon monoksida (asap knalpot), DDT (insektisida). Selain itu juga
hidrogen sianida (gas beracun), methanol (bensin roket), naftalen (kamper),
toluene (pelarut industri), vinil klorida (plastik), dan masih banyak lagi.
Bayangkan jika ada Aseton yang aslinya untuk bahan dasar cat malah nyantol dalam
paru-paru kita.
Ribuan racun yang ada dalam asap rokok tentunya berbanding lurus dengan banyaknya
penyakit yang bisa disebabkan olehnya. Tidak perlu saya sebutkan, karena anda
pasti jauh lebih faham. Dan yang paling fatal adalah penyakit-penyakit tersebut
sangat riskan menyebankan kematian. Sudah tahu kalau rokok menyebabkan kematian,
namun milyaran manusia dunia mengkonsumsinya. Itulah hebatnya rokok, berhasil
membodohi milyaran manusia untuk sengaja membunuh diri sendiri pelan-pelan tapi
pasti. Genosida dari, oleh dan untuk manusia, itu istilah saya.
Candu Sejuta Umat
Konsumen rokok itu terbentang luas di seluruh pelosok bumi. Tidak peduli gender,
penghasilan, usia, asal negara bahkan latar belakang pendidikan. Dalam kategori
terakhir, saya ingin sedikit berbagi pengalaman tentang perokok kampus, siapa pun
orangnya dan kedudukannya di kampus ini. Karena rokok adalah candu sejuta umat.
Dari cerita saya di awal tidak bisa dipungkiri bahwa rokok adalah salah satu life
style kehidupan anak muda, termasuk mahasiswa. Itu menurut teori psikologi
sosial. Sebagai seorang mahasiswa, sering saya berfikir, apa fungsi kalimat
“Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan
kehamilan dan janin†yang tertulis indah dalam setiap bungkus rokok. Padahal itu
adalah silogisme simpel yang mudah difahami. Anak TK pun pasti tahu hukum sebab
akibat. Tapi saya adalah mahasiswa? Tidak hanya tahu namun juga harus mengerti
esensi serta mengimplemennya. Jika hal itu baik, lakukan semampu kita dan jika
hal itu buruk, tinggalkanlah. Sederhana bukan? Ah, pasti kalimat horor itu kalah
gagah dengan machonya laki-laki dalam setiap iklan rokok, keluhku.
Saya jadi teringat ketika berbincang dengan Pak Tutus, Kepala Bagian BAAK ITS
tentang perda anti rokok di Surabaya. Dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor
5 tahun 2008 dijelaskan bahwa kawasan pendidikan merupakan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR). Kenapa kampus harus steril dari segala bentuk aktifitas tentang rokok?
Penjelasannya sederhana. Mahasiswa adalah generasi tumpuan bangsa. Baik buruknya
negara beberapa tahun ke depan bisa tercermin dengan kondisi mahasiswa sekarang.
Dengan adanya Perda tersebut, pemerintah berharap ke depan negara ini bisa
dipimpin oleh generasi yang sehat. Bukan generasi yang fisiknya karatan karena
asap rokok. Tujuan yang mulia bukan?
Jika dipikir-pikir lagi, bagaimana mahasiswa bisa sadar kalau lingkungannya malah
memprovokasi untuk merokok. Sama lucunya saat ada headline surat kabar yang
memaparkan bahwa Instasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum berani menerapkan
secara menyeluruh Perda anti rokok karena sebagian besar pemimpin pucuk adalah
perokok berat. Sama dengan di kampus, bagaimana mahasiswa bisa bebas rokok kalau
dosennya juga merokok. Atau bahkan mengajar sambil merokok seperti yang sering
saya alami. Walaupun itu faktor eksternal, namun acap kali mempengaruhi paradigma
mahasiswa baru. Percaya atau tidak, itulah faktanya.
Saya jadi teringat ketika SMA, saat sedang di puncak kenakalan remaja. Ada
peribahasa bilang, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlariâ€. Terus ada teman
iseng bertanya, “Kalau Guru kencing berlari, Murid kecing bagaimana?â€. “Ya
kencing sambil Salto,†jawabnya tanpa ekspresi. Itulah maknanya, guru itu digugu
lan ditiru. Bagi saya, dosen itu lebih dari seorang guru. Lebih mulia.
Ini Privasimu Tapi Hargai Hak Makhluk Lain
Ada teman saya bilang, bahwa merokok itu hak privasi setiap individu tidak perlu
diikat dalam peraturan. Saya sendiri sedikit setuju dengan pernyataan itu.
Merokok itu memang hak setiap individu. Memilih sesuatu yang baik atau buruk itu
pilihan individu. Namun menurut pandangan saya, mengajak orang melakukan kebaikan
adalah kewajiban. Alangkah indahnya jika dunia ini didominasi perbuatan baik?
Namun jika anda tetap memilih untuk merokok perhatikan juga hak makhluk hidup
lain di sekitarmu. Ingatlah, perokok pasif itu menerima efek buruk rokok dua kali
lipat dari pada perokok aktif. Pastikan bahwa anda telah merokok di tempat yang
seharusnya. Jika anda mau mati, silahkan tapi jangan mengajak orang lain. Mati
sendiri aja loe!
Banyak Hal Nikmat di Dunia ini Selain Rokok
Teruntuk yang masih aktif merokok, berhenti merokok itu memang sangat sulit.
Bahkan bagi pecandu berat, lebih mudah menahan makan dan minum dari pada rokok.
Saya pun menyadari beratnya melakukan hal itu karena sejak lahir hingga detik
ini, saya hidup dalam kultur para perokok berat. Namun, bukankah tidak hal yang
mustahil di dunia ini? Selama ada usaha maksimal dan optimisme tinggi, pasti anda
bisa melakukan. Pecandu Narkotika saja bisa sembuh, kenapa anda tidak?
Bagi yang belum merokok, jangan pernah coba-coba. Rokok tidak akan menjadi candu
jika tidak diawali dengan coba-coba. Cukuplah anda belajar pengalaman orang lain,
tidak perlu menjadi korban selanjutnya. Selagi nasi pecel masih enak, gado-gado
masih lezat. gula masih terasa manis, biskuit masih renyah, untuk apa
menghamburkan uang demi asap yang justru merusak tubuh kita?
Kita hidup bukan hanya untuk diri kita sendiri. Setidaknya jika suatu saat anda
sudah berkeluarga, ada Suami/Istri yang membutuhkan anda. Anak yang butuh
bimbingan untuk menata langkah masa depannya. Karena saya juga kerap bertemu
dengan mahasiswa yang menjadi yatim karena semasa hidup, ayahnya adalah perokok
berat hingga berakibat jantung koroner. Bahkan ada yang sejak kelas 3 SD sudah
harus tinggal bersama Ibunya saja. Atau seseorang yang harus cuci darah setiap
pekan karena komplikasi. Linglung karena stroke. Semua itu karena satu hal,
Rokok! Apa anda mau masa depan anda seperti itu?
Selama abad ke-20, terdapat 100 juta orang meninggal karena rokok dan
diperkirakan akan ada satu miliyar jiwa melayang akibat rokok pada abad 21. Saat
ini, setiap menit delapan orang meninggal dunia karena rokok. Andakah
selanjutnya?
Nur Huda
Mahasiswa Teknik Mesin 2007
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi