ITS News

Senin, 02 September 2024
19 April 2010, 18:04

Mau Dibawa Kemana Pemerintah Kita? Mahasiswa Ayo Tunjukkan Aksi!

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

“Masih ada kasus yang lebih besar yang dimekelari pejabat tinggi Indonesia, nilaainya malah sampai milyaran rupiah, ” tutur pria berseragam polisi didepan puluhan dewan legislatif.
“Sebut saja dia berinisial Mr X,” tambah pria yang sudah lebih dari paruh baya tersebut.
Video rekaman salah satu petinggi Polri menghadap Komisi 3 DPR itu sudah diputar berulang-ulang. Bahkan saya yakin, setiap orang sudah hafal dengan perdebatan antar pejabat kelas XXI tersebut. Pria gemuk itu selaksana jadi seorang pahlawan yang berhasil menemukan harta karun dalam sebuah ruang gelap terselubung.
Sesaat acara televisi tersebut membuat saya tercenung. Sebegini borokkah pemerintahan negara Indonesia? Mekelar kasus yang kian marak dan dibuka satu per satu membuat rakyat indonesia semakin mennjukkan keterpurukannya.
Kabareskrim Susno Duaji, yang menjadi tokoh pembawa kartu As dalam meja pertaruhan nama baik kepolisian ini seperti megatur tempo dan ritme pergerakan. Kapan ia harus bicara dan kapan harus diam. Pemirsa tayangan tersebut yang kebanyakan hanya rakyat yang awam serasa di beri tontonan yang sangat wah dan mencengangkan.
Saya teringat sebuah celetukan seoarang tman saya dikampung halaman, Mojokerto yang  mnegomentari kasus ini,
“Wah, Indonesia saiki tambah sip ae yo? Beritane seru,” begitu ujarnya polos.
Saya mendengarnya miris. Ingin saya menjawab “Ini bukan seperti sinetron yang bisa dinikmati, ini negaramu,”. Begiru juga para sesepuh desa yang sedang bicara ngalor ngidul sambil ngopi di depan teras. Mereka justru terhibur dengan kasus yang ditebarkan kaum jetset pejabat.
Aksi Mahasiswa
Baru-baru ini di ITS juga marak mengadakan suatu forum yang membahas tentang politik dan pemerintahan Indonesia. Baik formal maupun non formal. Seperti BEM ITS. Dan Susno Duaji masuk dalam deretan yang layak diperbincangkan sebagai isu terkini.
Suatu drama teatrilkal yang tak kunjung usai. Gali lobang tutup lobang, itu kata Roma Irama. Tapi rentetan peristiwa di jagad politik Indonesia malah seperti Hangat-hangat tai ayam. Satu permasalahan diangkat, digembar-gemborkan, sampai masyarakat ikut dalam alur emosi. Kemudian alur masalah akan berjalan antiklimaks. Mati tak terdengar kabar juntrungannya.
Century yang beberapa bulan lalu gempar dan membuat banyak orang tercengang, kaget dan hampa hati. Kemudian meredup tertutupi kasus maksus yang lain. Beralih pada kasus Gayus Tambunan. Begitu selanjutnya sampai pemegang kartu As ini memberikan suapan nama baru bertajuk Mr X. Maka polisi akan membentuk tim dan Mr X  menjadi sorotan utama. Dan kasus Gayus akam meredup, dan entah kemana akan berujung.
ITS yang dalam badan eksekutifnya mempunyai departemen kebijakan publik, biasa menanggapi permasalahan yang ada di permukaan lewat forum diskusi. Setelah diskusi, jika dianggap perlu akan melakukan aksi demonstrasi.
Aksi dianggap sebagai bentuk sarana yang sangat real  dalam menyuarakan aspirasi. Apalagi sebagai mahasiswa yang menyimpan pemikiran kritis dan idealis, aksi atau yang akrab disebut demo menjadi bentuk penyuaraan paling berkelas.
Seperti saat Bank century beberapa waktu lalu. Bem ITS mengadakan aksi di Bambu Runcing. Sama sekali tidak ada tindakan anarkis dan damai. Tapi, yang saya renungkan, apa dengan demo, suara kita, mahasiswa, akan pasti didengar? Justru yang ada dikacangin dan malah dibuyarkan oleh yang pihak yang berwajib. Kalau sudah begitu, akan lebih bijaknya jika mencari jalan lain dalam menyuarakan pendapat agar lebih didengar dan direspon.
Dialog interaktif bersama salah satu tokoh terkait bukan pilihan yang buruk menjadi sarana acuan menunujukkan bentuk partisipasi di dunia politik. Jangan sampai aksi demonstrasi hanya dipakai sebagai sarana menunjukkan eksistensi, apalagi arogansi.
Seperti materi dalam  kegiatan  Social Responsibility Training (SOROT) yang digelar BEM ITS minggu lalu. Di dalamnya kami, peserta mahasiswa baru angkatan 2009 benar-benar disadarkan tentang peran dan fungsi mahasiswa. Bahwa perubahan ada pada pundak mahasiswa.
Kami diingatkan pada peristiwa Sebelas Maret. Dimana saat mahasiswa menggulingkan pemerintahan Soeharto. “Siapa yang melakukan kudeta?,” teriak Bapak Daniel Rosyid, yang saat itu menjadi pemateri. “Mahasiswa!,” jawabnya lantang kembali.
Bukan berarti kita sekarang harus menggulingkaan pemerintahan bapak SBY tercinta, tapi selayaknya sebagi seorang mahasiswa melakukan setidaknya koreksi terhadap kerja pemerintah. Seperti dalam peran kita, social control. Dan untuk tingkat yang lebih tinggi agent of change. Yang dalamn artian tidak hanya mengkritisi  pemerintah, tapi juga melakukan tindakan yang membuat Indonesia ke arah yang lebih baik.

Berita Terkait