ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
30 April 2010, 08:04

Alumnus ITS Siap Hentikan Lumpur Lapindo Pakai Hukum Bernoulli

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Alasannya, dana yang digunakan untuk pelaksanaan Hukum Bernoulli menutup semburan, memakan anggaran sebesar Rp 4 triliun.

"Saya nggak yakin. Sama seperti banyak orang yang menawarkan itu. Itu biasa saja," kata Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga (Unair), Aribowo kepada wartawan di sela-sela acara seminar ‘Refleksi 4 tahun Lapindo, Apa saja yang telah digusur?’ di ruang auditorium FIB Unair, Jalan Dharmawangsa, Surabaya, Kamis (29/4/2010).

Aribowo mengatakan, banyak ahli geologi dari manca negara seperti Perancis, Amerika, Jepang yang berusaha mencari cara menutup semburan lumpur Sidoarjo. Tapi sampai saat ini, belum ada satu pun yang membuat skema minimal mengecil atau terlokalisir.

"Para ahli geolog itu nggak bodoh. Tiba-tiba yang sederhana membuka kepastian dapat menyelesaikannya. Sekarang siapa yang membiayai misalnya Rp 4-5 triliun. Katakanlah dipaksakan negara yang membiayai. Kalau tidak berhasil apakah dia mau membuat kontrak dan mengembalikan dananya, atau apa konsekuensinya," jelas Aribowo.

Sementara itu, Djaja Laksana alumnus ITS, penerap Hukum Bernoulli mengatakan, Bernoulli dapat menghentikan luapan lumpur dan memasukkan kembali lumpur ke bumi.

"Pro kontar itu biasa. Tapi berapa jumlah yang pro dan kontra. Kalau tidak mengerti, saya siap mempresentasikan," tegas Djaja.

Djaja menerangkan, teori Hukum Bernoulli yang akan digunakan untuk menghentikan luapan lumpur, yakni memasang pipa yang berukuran20 inch mengelilingi pusat semburan dengan diameter 200 meter, dengan ketinggian sekitar 50 meter dari permukaan tanah dan 100 meter dari bawah permukaan tanah, total setinggi 150 meter.

Dengan kondisi tanggul saat ini yang tidak ada tanggul cicin, Djaja mengaku akan membuka jalur khusus untuk akses beroperasinya alat-alat bert, seperti tower crane, mesin tiang pemancang, menuju ke pusat sembuan dengan empat penjuru

Butuh Biaya Rp 4 Triliun

Ia mengatakan, penerapan teori Hukum Bernoulli sudah dipresentasikan ke pihak-pihak terkait seperti LPPM ITS, Dewan Riset Nasional di gedung BPPT, maupun dihadapan Menteri PU Djoko Kirmanto dan Ketua BPLS Sunarso, pada 29 Mei 2007 lalu, dan dinyatakan benar. Namun, sampai saat ini, tidak ada tindak lanjutnya.

"Kalau sudah benar, kenapa tidak diterapkan. Kenapa dibiarin sekian tahun. Kalau dari awal semburan tahun 2006 sudah diterapkan, tidak akan mengorbankan sekitar Rp 800 triliun seperti yang diungkapkan ahli statistik Kresnayana Yahya. Rp 4 triliun angka yang kecil dibandingkan dengan kerugian akibat luapan lumpur. 10 tahun lagi, saya tidak bisa membayangkan, apakah Sidoarjo masih ada atau tidak ada," terangnya.

Ia menegaskan, banyak orang yang mengebiri teori Bernoulli dengan teori-teori lainnya. Bahkan, dirinya pun siap ditembak, jika teori yang diterapkannya untuk menyelamatkan warga Sidoarjo dan dampak kerugian yang lebih besar lagi bagai Jawa Timur pada umumnya tidak berhasil.

"Ini teori 100 persen benar. Saya sudah melakukan sesuai dengan proses ilmuwan. Kita ini negara Indonesia bukan negara Jepang. Jepang siap harakiri, tapi saya tidak mau harakiri, tembaklah saya," tegasnya.

Djaja mengatakan, pada awal semburan, dirinya sudah menawarkan teori Bernoulli dengan memakan biaya sebesar Rp 200 juta dan siap ditanggung sendiri, tapi tidak mendapatkan izin.

"Pada saat awal semburan, saya siap menyumbangkan untuk menyelesaikan ini, tapi tidak dapat izin. Kalau sudah dapat izin, September 2006 sudah selesai. Bernoulli kalau sudah benar, harus dilaksanakan. Karena rakyat Sidoarjo sudah betapa menderitanya. Apapun langkah-langkah ganti rugi, pindah penduduk tidak akan menyelesaikan persoalan ini," tegasnya. (roi/bdh) 

Berita Terkait