ITS News

Kamis, 14 November 2024
16 Mei 2010, 10:05

Kebersihan Sebagian dari Iman?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Nah, entah kenapa pula gambaran itu yang sedang menjadi topik hangat di negara kita tersayang, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kotor di rumah, kotor di lingkungan perumahan, kotor di kali dan sungai tempat air mengalir, kotor di jalan raya, kotor di terminal, kotor di stasiun, kotor di perkantoran, bahkan kotor di tempat-tempat wisata yang seharusnya menjadi daya tarik bagi para wisatawan. 

Dulu waktu masih kecil (kalau nggak salah waktu SD), saya belajar Bahasa Indonesia. Saya memang sudah lupa dengan arti kata bersih dan kebersihan dalam etimologi Bahasa Indonesia. Namun saya masih ingat betul bahwa kedua kata tersebut memiliki makna yang sangat positif.

Lantas, apa bagusnya kalau negara kita ini bersih dan memiliki kebersihan yang sangat baik? Mungkin pertanyaan tersebut terdengar sangat bodoh untuk ditanyakan. Namun pada kenyataannya pertanyaan tersebut cukup membuat orang-orang gelagapan untuk menjawabnya, apalagi bagi mereka yang kurang menjaga kebersihan, baik kebersihan fisik maupun nonfisik.

Lingkungan Bersih
Ketika saya jalan-jalan di sekitar asrama, saya merasa ada yang janggal di mata saya. Setelah dipikir-pikir, jawabannya adalah sampah. Di Indonesia saya sudah sangat terbiasa melihat adanya sampah dimana-mana, baik berupa sampah plastik, bungkus makanan, sterofoam, puntung rokok, kaleng, sedotan, dan lain-lain. Namun saya merasakan ada hal yang berbeda di sini ketika saya harus melihat benda-benda tersebut tertutup rapat di dalam tong sampah. Ketika saya membuka tong sampah pun benda-benda tersebut sudah terbungkus di dalam plastik besar yang dibuat khusus untuk sampah combustible dan sampah noncombustible.

Pada awalnya saya khawatir benda-benda yang ada di dalam tong tersebut akan diacak-acak oleh pemulung atau kucing. Tapi ketika saya tanyakan kepada teman, mereka bingung dengan pertanyaan saya karena mereka tidak tahu dengan yang namanya pemulung. Dengan kata lain, di sini tidak ada pemulung. Kalau kucing, tidak perlu khawatir karena kucing di sini sudah diberi makan oleh pemiliknya dan kucing liar tidak akan masuk ke tong sampah yang pada dasarnya sudah tertutup rapat dan sulit dibuka oleh seekor kucing (kalau sebatalyon kucing mungkin baru bisa).

Buang sampah pada waktu dan tempatnya
Pada suatu hari saya bangun pagi dan melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima menit. Kemudian saya ingat kalau hari itu adalah hari Kamis dimana giliran saya untuk membuang sampah. Maklum anak kuliahan, jadwal piket untuk buang sampah dibagi bergiliran di masing-masing kamar. Mungkin pembaca ada yang bingung dengan apa yang saya maksud dengan jadwal piket untuk buang sampah.

Di sini, jadwal pembuangan sampah dilakukan berdasarkan hari dan jam tertentu dimana waktunya ditentukan berdasarkan dinas kebersihan di masing-masing perfektur. Saya tinggal di Kobe, yaitu salah satu kota di perfektur Hyogo. Disini jadwal pembuangan sampah dilakukan setiap hari Senin dan Kamis pagi pukul 05.00 – 08.00 untuk sampah combustible (plastik, kertas, sumpit, sampah organik, dan lain-lain). Sedangkan untuk sampah noncombustible seperti kaleng dan botol-botol dilakukan setiap hari Rabu pukul 05.00 – 08.00 di minggu pertama dan ketiga di setiap bulannya.

Sebelum dibuang ke garbage point, sampah-sampah tersebut dimasukkan ke dalam plastik khusus, dimana sampah combustible dimasukkan ke dalam plastik sampah besar berwarna biru dan berketerangan combustible garbage. Sedangkan sampah noncombustible dimasukkan ke dalam plastik sampah besar berwarna bening berketerangan noncombustible garbage. Kemudian untuk sampah-sampah elektronik atau sampah solid dan berukuran besar dibuang ke tempat pembuangan khusus dan si pembuang harus membayar biaya pembuangan sejumlah nilai tertentu.

Rumah Berantakan
Namun di balik semua kebersihan yang tampak di tempat-tempat umum, saya menemukan hal yang kontras dimana saya harus melihat keadaan kamar seperti kapal pecah ketika memasuki beberapa rumah atau kamar teman saya. Entah kenapa mereka tidak memperhatikan kebersihan dan kerapihan di rumah mereka sendiri. Kalau dipikir-pikir, segala sesuatunya dimulai dari diri sendiri lalu dilakukan untuk lingkungan sekitar.

Rumah-rumah disini boleh dibilang sangat compact karena terbatas oleh tanah yang tersedia (berbeda dengan orang Indonesia yang tanahnya bisa beratus-ratus meter persegi). Mereka mengaku kalau mereka tidak sempat untuk membersihkan atau mengatur barang-barang di rumahnya yang sudah penuh sesak mengisi rumah.

Mereka pun mengatakan tidak pernah berhenti untuk membeli barang. Ketika ada barang yang lebih baru dan bagus, mereka akan membelanjakan uang mereka untuk membeli barang-barang tersebut tanpa berfikir tentang barang lama yang akan menjadi sampah dan bisa memenuhi rumahnya.

Mungkin semua itu dikarenakan oleh pendapatan mereka yang boleh dibilang cukup tinggi, jadi mereka tidak akan berfikir kalau berbelanja akan menghasbiskan uang dan tabungan mereka. Selain itu mereka pun tidak mau pusing-pusing dengan kebersihan dan kerapihan rumah atau kamar mereka yang cukup memprihatinkan itu, asalkan ruang tamu dan tempat tidur lumayan bersih, mereka merasa rumahnya sudah "bisa" untuk ditinggali. Bersih di lingkungan lebih penting daripada kebersihan di rumah. Mungkin itu analogi dengan mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

Ada apa dengan kebersihan di Indonesia?
Indonesia merupakan negara yang sangat indah dengan segala ragam budaya dan sumber daya alamnya. Negara ini juga sangat berpotensi untuk menjadi negara yang sangat maju dan indah layaknya negara-negara lain yang bangga akan kebersihan dan keindahan negaranya. Namun apa yang terjadi dengan Indonesia? Sepanjang jalan dan berbagai macam tempat yang dilalui akan sangat mudah untuk menemukan sampah dan benda-benda yang sudah tidak layak untuk dipandang oleh mata.

Setelah saya mencoba-coba untuk menganalisa, semua itu terjadi karena satu hal, yaitu "budaya membuang sampah". Secara psikologis, orang tidak akan merasa bersalah jika melakukan sesuatu yang salah namun banyak orang yang melakukannya (sama halnya dengan budaya koruspi). Mungkin pada awalnya mereka menyadari akan kesalahan mereka itu. Namun setelah melakukannya berulang kali dan tidak pernah mendapatkan masalah dari kelakuannya itu, mereka mulai terbiasa dan menjadikan kebiasaan itu sebagai sesuatu yang normal.

Demikian pula dengan membuang sampah sembarangan. Pada waktu saya masih kecil dan masih lucu-lucunya, saya diajarkan oleh orang tua dan guru TK saya untuk tidak membuang sampah sembarangan, melainkan membuangnya di tempat sampah. Tentu saja sebagai anak yang baik dan lucu saya mematuhi nasihat itu.

Namun keadaannya berbeda ketika saya melihat betapa seringnya orang-orang membuang sampah di jalan, selokan, kali, dan tempat-tempat yang sudah terlihat kotor. Pada awalnya saya mulai ikut-ikutan untuk membuang sampah permen di kali yang kotor, tidak ada yang melihat dan tidak ada yang memarahi.

Kemudian saya lakukan perilaku buruk tersebut di jalan dan got, juga tidak ada yang memarahi atau sekedar menegur. Berbeda halnya ketika saya ingin mencoba membuang sampah di mal ataupun tempat-tempat umum yang sangat bersih. Selain saya takut dimarahi satpam, saya juga berfikir eman-eman kalau saya kotori tempat yang sudah bersih tersebut sehingga saya mengurungkan niat membuang sampah sembarangan. Akhirnya saya terbiasa akan hal tersebut hingga saya dewasa. Saya pun yakin apa yang terjadi pada saya juga terjadi pada hampir seluruh orang Indonesia, karena ini sudah menjadi budaya yang tidak ada upaya kuat untuk menyelesaikannya.

Indonesia Bersih = Mustahil?
Apakah Indonesia yang bersih merupakan suatu yang mustahil untuk negara ini? Saya rasa semua orang pun akan menjawab "tidak" untuk pertanyaan yang agak aneh tersebut. Namun apa artinya sepatah jawaban tersebut tanpa ada penanggulangan konkrit dari seluruh masyarakat Indonesia. Negara ini merupakan negara yang cepat panas terhadap isu-isu yang sedang hangat dibicarakan dan isu-isu yang menyinggung seluruh sektor masyarakat Indonesia.

Sebagai contoh adalah saat ini konsentrasi seluruh masyarakat Indonesia sedang membicarakan kasus mafia pajak. Selain karena isu ini memang cukup sensitif, peran media massa juga sangat membantu untuk "mengompori" masyarakat supaya tetap konsentrasi memantau kasus ini.

Dampaknya sangat banyak, antara lain masyarakat mulai tanggap terhadap permasalahan ini dan juga makin meredupnya nyali-nyali para mafia yang masih eksis di karirnya tersebut. Kembali ke permasalahan kebersihan, hal tersebut juga bisa dilakukan pada isu kebersihan ini. Mula-mula dengan membentuk sistem kebersihan yang baik, selanjutnya adalah mengsosialisasikannya kepada masyarakat. Sistem kebersihan yang baik bisa dibentuk dengan melakukan "copy, paste, edit" dari sistem kebersihan yang baik yang sudah ada di negara-negara maju.

Selanjutnya membangun infrastruktur pendukung untuk sistem kebersihan tersebut, misalnya dengan membangun tempat pengolahan sampah, menyiapkan truk pengangkut sampah, memproduksi plastik sampah, memproduksi tong sampah, dan lain-lain. Membangun tempat pengolahan sampah bisa dilakukan dengan meng-upgrade tempat-tempat pengolahan sampah yang telah ada. Demikian pula truk pengangkut sampah, hanya perlu dibersihkan dan "dipoles" agar terlihat lebih bersih dan cantik. Memproduksi plastik dan tong-tong sampah merupakan hal yang sangat mudah untuk negara sekelas Indonesia.

Bahkan di sini pun saya menemukan plastik sampah khusus, baik combustible garbage maupun noncombustible garbage bertuliskan "made in Indonesia" dimana teman-teman saya banyak yang membelinya karena harganya lebih murah daripada yang bertuliskan "made in Japan" ataupun yang lainnya. Langkah selanjutnya adalah dengan menggaet media massa dan media komunikasi yang lainnya untuk mengsosialisasikan rencana tersebut.

Saya rasa hal ini sangat mudah dilakukan oleh pemerintah untuk bekerja sama dengan pihak swasta agar sosialisasi ini berjalan dengan baik tanpa perlu merogoh kocek yang sangat dalam. Toh, ini semua dilakukan untuk kebersihan negara tercinta ini. “Apa sih yang nggak buat lo, Indonesia.”

Mulai dari kebersihan fisik untuk mencapai kebersihan hati, karena kebersihan adalah sebagian dari iman. Ditulis berdasarkan ide yang muncul dari apa yang dilihat oleh mata kepala sendiri di negeri sakura.

Raditya Hendra Pratama
Research Student of Faculty of Maritime Sciences, Kobe University, Japan
Alumni Siskal angkatan 2006

 

Berita Terkait