ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
24 Juni 2010, 10:06

IKA ITS Tolak Politisasi Harga Energi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

“Kata kunci dalam melakukan investasi adalah adanya kepastian hukumdalam menjalankan usaha,” kata Ketua IKA ITS Dwi Soetjipto, dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, di Jakarta, Rabu (23/6/2010).

Hanya saja, kata dia, perlu disadari banyak peraturan, ketentuan antara stu sektor dengan sektorlain yang masih perlu diselaraskan. “Untuk itu diperlukan upaya-upaya pemerintah untuk mempercepat penyelesaian hambatan yang terkait dengan investasi di sektor migas, pertambangan, ketenagalistrikan, dan lain-lain.

”IKA ITS berpendapat, dalam menyelesaikan hambatan tersebut, sangatdiperlukan dukungan dan juga partisipasi dari semua stakeholderterkait utamanya pemerintah (baik pusat maupun daerah), pelaku usaha, akademisi, dan juga masyarakat," ujarnya.

Dwi juga menyatakan, aspek lain dalam usaha menjamin pasokan energidalam negeri adalah pengelolaan BBM. Harga energi saat ini sangatmempengaruhi pengembangan jenis energi. Pemberian subsidi harga energisaat ini (BBM dan listrik) kurang mendukung pengembangan energialternatif. IKA ITS memandang perlu pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengkaji ulang kebijakan subsidi, tanpa mengesampingkan kebutuhan masyarakat ekonomi lemah.

“Namun demikian, dalam penerapan subsiditersebut perlu adanya pembenahan data terkait dengan penerima subsidi,sehingga nantinya subsidi diharapkan tepat sasaran,” kata Dwi.

Kebijakan mengenai subsidi bisa diarahkan untuk mengembangkan EBT atau energi bersih terbarukan (clean and renewables energy).  Saat ini EBTmemang masih merupakan energi yang mahal jika dibandingkan dengan energi yang bersumber fosil.

“Dalam upaya melakukan de-bottlenecking pada pengembangan EBT, terobosan-terobosan baru perlu dilakukan pemerintah baik dari sisi fiskal maupun kelembagaan, sehingga EBT dapat segera menyubstitusikan energi fosil khususnya BBM,” ujar Dwi.

Salah satu EBT yang sangat perlu segera dimanfaatkan adalah panasbumi. Cadangan panas bumi Indonesia mencapai 28,1 gigawatt, atau setara dengan 12 miliar barel minyak, artinya lebih besar dari cadangan terbukti dan potensial minyak bumi Indonesia saat ini yang besarnya sekira delapan miliar barel.

Tetapi potensi ini baru dimanfaatkantiga persennya saja.“Dalam upaya terus melakukan de-bottlenecking pada pengembangan panasbumi, terobosan-terobosan baru tetap perlu dilakukan,” ujar Dwi.

Beberapa kendala seperti kejelasan risiko bisnis terutama pada tahapeksplorasi awal, koordinasi kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, dan juga adanya kebutuhan sovereign guarantee guna mendapatkanpendanaan dari pihak bank perlu dicarikan jalan keluarnya.

Bila kendala untuk pendanaan eksplorasi awal ini bisa diatasi, hal ini akan lebih mendorong investor dan pengembang masuk dalam bisnis panas bumi. Bidang Industri IKA ITS Business Summit 2010 juga memberi rekomendasi di bidang industri.

Perkembangan industri hingga 2006 tercatat bahwa cabang industri yangmemberikan sumbangan tinggi terhadap pembentukan PDB berada di sektor nonmigas. Kinerja ekspor industri nonmigas menunjukkan peningkatan dan memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.

Namun kinerja industri nonmigas masih bergantung pada industri berbasis sumber daya alam dan padat karya. Pertumbuhan sektor industri manufaktur terhambat berbagai persoalanyang sudah lama ada, namun hingga saat ini belum terselesaikan.

Persoalan tersebut pada umumnya adalah bersifat generik, berpengaruh terhadap efisiensi dan daya saing sektor tersebut dalam perekonomian. Industri manufaktur adalah tradeable sector (sektor yangdiperdagangkan), maka penurunan daya saing sangat berpengaruh padapertumbuhan.(css)

Berita Terkait