ITS News

Selasa, 03 September 2024
14 Juli 2010, 17:07

Surabaya Menuju “Eco” City

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Harapan Surabaya telah dieksekusi. Mungkin hal inilah yang menjadi potret Surabaya di umurnya yang ke 717. Betapa tidak, Surabaya telah benar-benar dikebiri oleh Pemkot Surabaya sendiri. Tanyakan saja pada koleksi tanaman yang menjadi saksi bisu pengeksekusian Kebun Bibit atau tanyakan pada pendemo dari berbagai profesi, mulai anak SD hingga pasukan kuning.  

Suatu siang saya melewati Kebun Bibit atau yang lebih tepatnya Taman Flora di Jalan Bratang. Ada sekumpulan pemandangan yang tak biasa ketika saya melewatinya. Puluhan massa bergerak sambil membawa spanduk yang isinya menolak penggusuran Kebun Bibit.

Pemandangan  tersebut cukup miris bagi kota yang sering  mendapatkan penghargaan Adipura ini. Perpindahan tangan Kebun Bibit dari Pemkot Surabaya ke PT Surya Inti Permata (SIP) merupakan bentuk “kecolongan” Pemkot Surabaya.

Lalu, bagaimana Surabaya bisa menuju eco city? Sedang Ruang Terbuka Hijau (RTH) ideal yang ada di Surabaya untuk menuju sebuah eco city  sama sekali belum memenuhi syarat. Hingga tahun 2002 RTH yang ada di kota Surabaya yang tersedia adalah 225,58 ha. Pada tahun 2003 RTH di Surabaya meningkat menjadi seluas 252,79 ha. Selanjutnya RTH di Surabaya pada tahun 2004 sampai dengan bulan September telah menjadi seluas 260,43 ha. Perluasan lahan terbuka hijau tersebut di antaranya adalah media jalan dan taman. Sedang pada tahun 2006, Surabaya memiliki 269,13 ha RTH atau sekitar 0,8 persen dari luas kota Surabaya.

Namun perluasan RTH  tersebut belumlah cukup mengingat luas ideal RTH adalah 20% dari luas total kota Surabaya. Sehingga apabila dihitung, idealnya Surabaya memiliki RTH sebanyak 6.527.353,6 ha.

 RTH merupakan komponen penting dalam upaya perwujudan eco city.  Dewasa ini eco city merupakan hal terpenting sebagai salah satu upaya mencegah dan mengatasi global warming. Pasalnya dengan konsep eco city yang ramah lingkungan, CO2 yang berkontribusi besar pada efek rumah kaca dan sumber emisi global pun dapat dinetralisir. Karena itulah eco city  merupakan penyelamat bumi dari isu global warming.

Surabaya sebagai kota metropolitan pun tak luput dari upaya perwujudan eco city. Namun sayangnya sebagian besar kebijakan pemerintah kota ditujukan demi mengejar target menjadi kota metropolis tanpa memperhatikan sektor lingkungan hidup. Padahal sektor lingkungan hidup merupakan komponen penyeimbang pembangunan. Hal ini terbukti dari data RTH tahun ke tahun yang menunjukkan bahwa RTH di Surabaya tidak memenuhi standar dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 20%.  

Apalagi ditambah fakta bahwa Kebun Bibit telah berpindah tangan. Walaupun pihak PT SIP berjanji Kebun Bibit tak beralih fungsi, namun tetap saja hal ini menjadi “kecolongan” terbesar dalam sejarah kota Surabaya. Kota pahlawan ini tetap dapat menjadi eco city, namun bukan lagi ecological city, melainkan “eh, kecolongan city”.

Nur Rahmah Fithriyah
Teknik Lingkungan 2007

 

Berita Terkait