“Bapak wafat pada Jumat (6/8/2010) pukul 14.50 dan disemayamkan di Plasa dr Angka ITS Surabaya pada Sabtu (7/8/2010) siang,” kata putra almarhum, Hamim Yahya, Sabtu.

Almarhum yang mantan Bendahara Yayasan Perguruan Tinggi Teknik Sepuluh Nopember Surabaya itu meninggalkan istri (istri ketiga), enam anak, dan 14 cucu.

“Dengan meninggalnya Bapak, berarti semua pendiri ITS yang berjumlah 24 orang sudah meninggal dan Bapak merupakan pendiri yang terakhir meninggal,” katanya.

Menurut dia, ayahandanya merupakan sosok yang disiplin dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap dunia pendidikan.

“Perhatiannya terhadap dunia pendidikan tidak terbatas pada pendidikan tinggi karena beliau juga aktif dalam Yayasan Taman Pendidikan NU ’Khadijah’ Surabaya yang mengelola SD, SMP, dan SMA,” katanya.

Ditanya tentang penyakit yang diderita almarhum, putra ketiga dari almarhum itu menyatakan bahwa ayahandanya menderita penyakit orangtua yang bersifat multiorgan.

“Ya, Bapak sering mengeluh sesak napas dan kurang enak badan. Meski sakit, Bapak memiliki daya ingat yang tinggi, bahkan beliau masih ingat nama teman-teman seperjuangan,” katanya.

Pandangan senada juga diungkapkan Rektor ITS Prof Ir Priyo Suprobo. “Perhatian almarhum kepada ITS cukup besar, bahkan sepuluh hari menjelang wafat pun masih menelepon saya untuk menanyakan keterlibatan ITS sebagai perencana renovasi Masjid Kemayoran, Surabaya,” katanya.

Tidak hanya itu, almarhum sering berkomentar bila ada pemberitaan tentang ITS di televisi, koran, atau radio. “Ketika rumah beliau di Waru (Sidoarjo) digusur untuk pembangunan ring road Jalan Ahmad Yani (Surabaya), sebagian ganti rugi yang diterima diberikan untuk beasiswa kepada mahasiswa ITS,” katanya.

Oleh karena itu, kata dia, ITS sepeninggal almarhum ibarat anak yang kehilangan bapak. “Kami kehilangan orang yang sangat perhatian seperti bapak sendiri,” katanya. Kcm