ITS News

Kamis, 14 November 2024
04 Oktober 2010, 16:10

Wis…sudah!

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Bau-bau Grha mulai tercium semenjak teman-teman saya berpusing-pusing ria menggarap Tugas Akhir a.k.a TA. Kondisinya macam-macam. Dari yang lupa makan, lupa tidur, lupa jalan pulang, sampai yang suka bengong terus ketawa-ketawa sendiri (entah merenung mencari wangsit atau karena saking beratnya menjalani hidup).

Melihat pengorbanan mereka, sungguh berkebalikan dengan saya –yang dengan perasaan tidak berdosa- masih bermalas-malasan kuliah (pengakuan dosa).

Bau Grha semakin semerbak setelah muncul musim bertabur doa. “Bah…doain aku ya. Besok aku sidang TA,”. Entah berapa orang yang minta doa ke saya. Padahal ya, saya ini kalau berdoa untuk diri saya saja banyak melesetnya. Misal, berdoa agar diberikan IP 3,2, eh…dapatnya malah 2,3. Yah…saya cuma bisa bersyukur, tentu hal itu masih lebih baik daripada nol koma atau bahkan DO.

Kemudian dengan gaya ulama khost asal pesantren antah berantah saya mendoakan,”Iyo, tak dungakno le…supaya awakmu dapet dosen berkaca mata tebal lan baik hati,”.

Lah kok
? Ya, tujuannya supaya ketidaksempurnaan TA tidak mudah terlihat yang akhirnya tidak berujung pada perdebatan panjang, kemudian secara dramatis tugas akhir itu dinyatakan lulus walau dengan revisi berjilid-jilid.

Walhamdulillah, banyak teman saya yang minta doa akhirnya lulus. Sepertinya karena doa saya terlalu manjur bagi orang lain, tapi tidak untuk diri sendiri. (pesan moral: banyak-banyak mendoakan orang lain, jangan egois memikirkan diri sendiri saja).

Nah, teman saya satu angkatan, yang dulu berjumlah awal hampir 90 orang, akhirnya 11 orang di antaranya bebas dari penjara akademik ini. Kata teman saya yang lulus, mengakui bahwa sebenarnya dirinya bukan berstatus LULUS dari perkapalan, tapi…LOLOS! Monggo, tafsirkan sendiri dimana benang merah dua kata tersebut (lulus dan lolos).

Berbekal memori otak saya yang tinggal 1 Giga ini, berikut saya tampilkan rekam jejak jumlah mahasiswa perkapalan yang lulus dalam waktu empat tahun persis dengan selamat dunia-akhirat tanpa suatu kekurangan apapun:

Angkatan 2001: Tidak Ada
Angkatan 2002: 3 orang
Angkatan 2003: Kabarnya tidak ada juga (saya lupa)
Angkatan 2004: 4 orang (satu diantaranya lulus 3,5 abad. Eh, maksud saya 3,5 tahun. Torehan sejarah senior yang juga koordinator SC pengaderan angkatan saya dulu ini, sangat melegenda di seantero dunia persilatan. Maklum, jarang-jarang ada yang bisa kuliah secepat itu)
Angkatan 2005: 1 orang
Angkatan 2006: 11 orang (dan yang membuat angkatan saya makin keren, jumlah cumlaudernya ada lima kepala. Peristiwa ini kelak akan diingat sebagai sebuah catatan penting dalam sejarah peradaban manusia, hehe)
*CMIIW*

Bukankah ini sebuah contoh usaha untuk melestarikan spesies mahasiswa lulus tepat waktu? Sepertinya beberapa jurusan di ITS yang terkenal lulusnya lama, saudara-saudara sebangsa-setanah air pasti tahu semua, harus diusulkan ke presiden RI sebagai nominator peraih Kalpataru tahun 2010.

Anggap saja wujud apresiasi atas dedikasi para pemegang kebijakan di jurusan dalam melestarikan lingkungan akademik yang sehat. Saya dengar dari saksi mata di tempat kejadian perkara bahwa pada tahun ini tingkat kelulusan di berbagai jurusan mencapai rekor tertinggi. Termasuk jurusan-jurusan yang terkenal berat meluluskan mahasiswanya.

Contoh, di jurusan perkapalan. Peristiwa lulus di atas lima orang apalagi dengan jumlah cumlauder lumayan banyak, merupakan prestasi yang mungkin bisa diulang setelah Komet Halley terlihat lagi dari bumi. Bahkan dulu, saat jaman-jaman “jahiliyah”, lulus 10 tahun masih hal yang sangat biasa.

Sebenarnya ini hal memalukan. Saya sempat berbincang dengan kawan dari berbagai jurusan, rata-rata jumlah mahasiswa yang lulus tepat waktu sudah mencapai taraf di atas 50 % dari total mahasiswa angkatan tersebut. Bahkan teman saya yang satu angkatan tapi beda jurusan ini mengaku sangat sedih ditinggal banyak sahabatnya. Sekarang dia menjadi mahasiswa tertua di jurusannya.

Dalam hati tak henti-hentinya saya bersyukur. Untung saya kuliah di perkapalan. Walaupun gagal lulus tepat waktu, separuh lebih teman angkatan saya masih tetap setia kawan mengikuti kuliah. Saya juga bukan yang tertua, karena masih banyak leluhur di atas saya.

Kemudian, setelah musim ujian dan doa, tibalah saatnya masa panen. “Horeee,” teriakan berbarengan antara mahasiswa yang lulus sidang TA dan mahasiswa pemburu traktiran wisudaan. Undangan traktiran mengantri untuk saya hadiri. Peribahasa yang cocok menggambarkan hal ini adalah “dimana ada traktiran, di situ ada Bahtiar”. Sedap, sedap, sedap…

Kemudian dilanjutkan persiapan wisuda. Semua persyaratan mengikuti wisuda harus dipenuhi. Setelah benar-benar resmi dinyatakan lulus, para calon wisudawan itu mempersiapkan segala sesuatu. Mulai dari toga, gordon, alfa (lho, ini sebenarnya mau wisuda atau ndaftar jadi power rangers? *Gordon = bosnya power ranger*) sampai mempersiapkan PW.

Apa tuh PW? Mungkin gara-gara saya kelamaan tinggal di hutan, jadi kurang update tentang bahasa gaul. Apakah hanya mencari Posisi Wuueennak (PW) saat prosesi. Sepertinya tidak mungkin. Akhirnya dengan intuisi kebahasaan saya yang lumayan ancur, saya mencoba mencari padanan kata PW. PW? Hmm…penjaga warnet? pemenang warisan? pemberi wangsit? Atau…pencinta waria? (lho?!).

Oalah…ternyata, para calon wisudawan itu ribut-ribut mengenai Pendamping Wisuda. Halah…gitu aja kok diributin. Sewa saja salah satu satpam kampus a.k.a SKK untuk mendampingi, kan aman tuh.

***
Tiba saat hari-H. Saya bersama beberapa kawan dengan solidaritas tinggi mendatangi Grha. Jujur ya, kalau bukan karena rasa apresiasi kepada teman-teman terbaik saya yang lulus saat ini, saya ogah ke Grha. Daripada ke Grha mending saya di rumah nonton TV. Setibanya di Grha, penyakit Mupeng (muka pengen) saya kumat. “Sumpah, iri aku,” kata teman saya menyetujui pendapat saya.
 
Prosesi wisuda selesai. Satu persatu manusia bertoga keluar dari Grha. Akhirnya saya bertemu Teman Saya Yang Alhamdulillah Lolos Dari Perkapalan yang kemudian saya sebut TSYALDP. Dimulailah percakapan kami. 

TSYALDP: *dengan wajah sumringah, melambai-lambaikan tangan bak miss universe*
Saya: *nyamperin* Wah…tumben ganteng
TSYALDP: *berpelukan* Iya nih, seumur hidup sekali
Saya: *bisik-bisik di kuping* Selamat ya pren. Kamu emang pinter banget deh.
TSYALDP: Iya, makasih ya Bah. Kudoakan kamu segera menyusul (ke alam baka?)
Saya: Makasih ya pren. Kudoakan juga, semoga menjadi wisudawan yang sakinah, mawaddah, warohmah. (Aaamiinn, Alfatihah…)
TSYALDP: *bengong*
Saya: *nyengir*

Para wisudawan itu diarak menggunakan kereta kelinci. Masa kecil kurang bahagia? Bukan-bukan, itu hanya pertanda kegembiraan saja. Sementara itu, puluhan motor mengelilingi kereta seperti pasukan pengamanan seorang pejabat. Sambil menggeber-geber, suasana berubah menjadi kampanye politik menjelang pemilu. Semua orang berteriak gembira.

Mungkin orang mengira tindakan itu terlalu norak a.k.a ndueso. Mungkin sih. Tapi kalau kita tahu perjuangan serta lika-liku meraih title ST, kita jadi berpikir wajar kalau memang harus dirayakan meriah. Biarlah mereka yang memakai toga saat ini, menjadi raja dan ratu paling berbahagia untuk sehari ini.

Sebagai penutup, kami tampilkan sebuah lagu untuk anda. Saat ini, lagu yang dinyanyikan Bondan Prakoso ini sedang nge-hits di urutan teratas tangga lagu terfavorit versi pengamen jalanan se-Surabaya.

Ketika mimpimu yang begitu indah
Tak pernah terwujud, wis…sudahlah
Saat kau berlari mengejar anganmu
Dan tak pernah sampai, wis…sudahlah

“Yowis…sudahlah. Jalannya memang begini,” kata teman saya bernasehat ringan.
Nasib…nasib…

Akhirnya, saya pergi meninggalkan jurusan karena acara sudah usai dan saya pun sudah kenyang. Kemudian saya merenung sambil ditemani suara jangkrik dan kodok yang bersahutan. Kalau mereka bisa lulus, kenapa aku tidak? Kita sama-sama makan nasi dan sama-sama punya waktu 24 jam sehari. ”Ada yang salah dengan diri saya,” hipotesa cerdas yang muncul di kepala saya.

“Santaiii…” teriring sebuah pesan singkat dari Kantor Dewan Pimpinan Pusat Serikat Mahasiswa Molor Kuliah (SEMMOK) yang sebenarnya diadopsi dari wejangan Bang Haji Rhoma Irama.

*foto: www.e43its.wordpress.com

Bahtiar Rifai Septiansyah
Bagi saya, mulai detik ini, menyandang gelar mahasiswa merupakan hal yang paling memalukan diri sendiri, orang tua, agama, bangsa, dan mengancam integritas kedaulatan territorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (halah!).

 
"Selamat jalan kawan. Semoga menjadi alumni ITS yang membanggakan nusa, bangsa dan almamater"
 

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Wis…sudah!