Data telah menunjukkan bahwa di usia 50 tahun, keberhasilan telah diraih satu demi satu, entah itu melalui karyawan, Dosen, mahasiswa dan lembaganya (jurusan, laboratorium, fakultas, dan Institut).
Apakah ini menandakan ITS beserta atributnya bisa dikatakan SUKSES? Lalu bagaimana dengan yang satu ini. Apakah ITS beserta atributnya sudah bermanfaat? Memang terkadang kita tidak pernah mempermasalahkan keduanya. Terpenting kita sudah sukses. Namun, pernahkah kita berpikir bahwa kita ini sukses saja atau sukses dan bermanfaat atau bagaimana dari hasil yang kita peroleh ini? Apakah kita harus menikmati seluruh proses yang kita usahakan?
Siapakah yang tidak ingin sukses? Ada yang mengejar mati-matian kesuksesan di Dunia sampai tidak kenal Halal dan Haram (tentu belum sampai mati sih, memang belum waktunya mati!). Bahkan ada yang berfikir, lah yang haram saja susah, bagaimana yang Halal?
Ada pula yang mengejar dengan menggunakan norma-norma kewajaran (baik agama atau adat istiadat atau aturan yang ada) dengan santainya yang penting kelakon. Ada pula yang mengejar dunia-akhirat artinya tidak sekedar dunia saja yang dikejar namun dia juga menyeimbangkan antara dunia-akhirat sesuai proporsionalnya (tidak mesti seperti istilah 50 : 50).
Sebuah ilustrasi, Si Fulan di kampungnya dikenal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Namun setelah ke kota dan telah selesai S1, karier menanjak. Sekarang ia punya usaha sendiri, istri cantik telah mendampingi, mobil sudah di atas standar kalau boleh dikatakan ya minimal diatas 500 jeti lah, rumah tidak cukup satu, setiap tahun wah pulau mana yang tidak disinggahi, anak sudah bawa mobil sendiri, pembantu lebih dari satu. Apakah Si Fulan sudah SUKSES? Apakah Si Fulan juga bermanfaat?
Cerita lainnya berkisah. Si Falun berada dari keluarga yang cukup kaya. Setelah lulus S1, ia menekuni usahanya mandiri. Memang tidak sedrastis Si Fulan. Ia sangat menikmati, namun mungkin tidak sesukses Si Fulan. Di sisi lain, si Falun ini, secara sukarela, membina beberapa anak terlantar. Mulai tidak bisa tulis, tidak bisa membaca, sekarang sudah bisa tulis dan baca. Kemudian ia pula yang mengajari anak-anak itu berdagang untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Beberapa anak yang tadinya terlantar sekarang sudah mulai membuahkan hasil, sudah mandiri dan tidak tergantung dengan orang lain.
Kalau kita potret satu per satu wajah dan kehidupan anak manusia tentu tidaklah cukup lembaran ini melukiskan. Namun dari dua contoh anak manusia ini, bisalah kita bercermin dan berguman sejenak dalam hati kita: Sebenarnya yang kita cari selama ini Kesuksesan, Kemanfaatan, sukses dan bermanfaat atau yang bagaimana?
Jadi teringat sebuah kata bijak: Kapan seseorang dikatakan sukses? jika dia telah bisa mensukseskan orang lain di sekitarnya. Apakah ini yang dikatakan seseorang itu bermanfaat ?
Janganlah mempunyai cita-cita hanya menjadi orang yang sukses. Namun jadilah orang baik (menurut aturan agama) dan bermanfaat untuk sesama.
Dari seorang hamba yang masih terus ingin belajar dan memperbaiki diri
Drs Soehardjoepri MSi
Dosen Matematika
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi