ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
08 November 2010, 09:11

Minuman Herbal, Hasil Fenomenal

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sebagai warga Madura, Abdul Kholik selama ini terbiasa mengonsumsi minuman khas daerahnya, wedang pokak. Minuman ini khusus dinikmati pada malam hari untuk menghangatkan badan. Sayangnya, ia baru bisa mengonsumsi minuman berbahan rempah-rempah itu ketika pulang ke kampungnya.

“Kesibukan kerja membuat saya malas untuk membuat minuman itu, sementara sulit menemui warung yang menjual minuman ini di Surabaya,” papar Kholik, Kamis (4/11).

Namun, ia langsung sumringah begitu mendapat informasi ada produk minuman herbal yang dijual secara kemasan tinggal seduh. Kholik langsung mencari alamat dan telepon produsennya. Kini ia telah menjadi pelanggan tetap produk, yang diakui mampu menambah stamina tubuh itu.

Di kalangan perguruan tinggi dan instansi pemerintah di Surabaya, kini mulai banyak dibicarakan ramuan tradisional hasil kreativitas anak-anak muda yang sebagian besar masih duduk di bangku kuliah.

Salah satunya minuman Herbal yang diproduksi bendera Agro Green oleh delapan mahasiswa Biologi Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS). Mereka sukses mengembangkan bisnis berbasis minuman herbal sari rempah.

Kedelapan mahasiswa itu, Januar Indra Yudhatama, Zainal Arifin, M Burhan Rosyidi, Israizal Faris, Syahrir Syarifuddin, Aga Pudji, Hazmi Fuaddila dan Angga Permana. Mereka bukan dari satu angkatan, namun kebersamaan dan ketekunannya patut diacungi jempol.

Buktinya, saat ini ada dua produk dihasilkan plus satu jenis minuman yang masih dalam proses perizinan. Kedua produk itu masing-masing Potea, minuman herbal sari rempah atau biasa disebut wedang pokak instan kemasan dan sirup mangrove apple merek Approve.

“Kami melihat pasar minuman herbal cukup terbuka. Tren back to nature menjadi pemicu kami mencoba ramuan ini untuk ditawarkan ke pasar. Sekaligus memanfaatkan waktu luang, mengingat rata-rata kami mahasiswa semester akhir. Bahkan ada yang sudah lulus,” papar Yudha, yang juga Presdir Agro Green.

Disebut herbal karena minuman yang diproduksi memang tanpa bahan pengawet dan bahan-bahan diambil dari rempah-rempah asli Indonesia. Meski tanpa bahan pengawet, ia menjamin minuman instan itu bisa bertahan hingga 18 bulan.

“Potea sendiri kami buat dari bahan tradisional, seperti gula tebu, gula aren, jahe, sereh, kayu manis, merica dan cengkeh. Sedang Approve murni dari buah mangrove,” beber lajang 22 tahun ini.

Ternyata pilihannya tidak salah. Pasalnya, sejak dikenalkan di pasar pada pertengahan 2009, produknya khusus Potea mendapat respons positif. Yudha sadar, sebagai pebisnis pemula, ia tak memiliki jaringan kuat untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Yang dilakukan hanya mengikuti pameran maupun memanfaatkan media internet. Tak tanggung-tanggung, sejumlah pameran telah diikuti, mulai di lingkungan kampus sendiri, Expo Perbankan dan UMKM di Tunjungan Plaza, pameran di BNI Graha Pangeran, hingga di salah satu kampus di Jawa Tengah.

“Alhamdulillah, ajang pameran ini membuat produk kami kian dikenal. Sejumlah warung kopi dan kafe di Surabaya aktif memesan. Selain showroom Disperindag Jatim di Kedungdoro,” sebut Yudha, didampingi Zainal.

Tak hanya itu, Potea juga mereka pasarkan di sebuah warung makan khas Jawa di Brebes, Bakul Resto di Bogor, rumah makan Wong Solo di Medan, dua kardus telah terbang ke Jepang dan bulan ini mulai mengirim ke Lombok dan Malaysia. Mereka juga tengah menjajaki peritel raksasa Carrefour. Paling tidak saat ini produksinya mencapai 300 sachet, isi 20 gram Potea setiap hari. Per kotak isi empat sachet yang dijual seharga Rp 6.000 atau sekitar Rp 450.000 per hari.

“Terkait pemasaran, selain teman-teman kuliah, kami juga melibatkan warga sekitar khususnya ibu-ibu rumah tangga untuk membantu produksi. Saat ini ada dua orang warga di sini yang kami libatkan,” urai Yudha.
Zainal yang juga pendiri Agro Green menambahkan, munculnya usaha kelompok itu berawal dari Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) di kampus. Sebagian di antaranya tergabung dalam Biotechnopreneur Group, perkumpulan mahasiswa Biologi yang fokus pada keilmiahan.Sayangnya, karya ilmiah itu tak banyak diaplikasikan oleh mahasiswa. Karena itu, ia dan beberapa temannya berinisiatif untuk mewujudkan karya ilmiah itu.

Soal modal awal, Zainal mengaku mendapat kucuran dana dari program mahasiswa wirausaha yang digelar Pendidikan Tinggi (Dikti) tahun 2009, sebesar Rp 28 juta yang disalurkan melalui kampus masing-masing. Dana itu dimanfaatkannya untuk membeli berbagai peralatan produksi, pemasaran, mengontrak rumah sebagai pusat produksi, riset lanjutan untuk mengembangkan produk.

Selain terus menciptakan produk baru berbahan herbal, lanjut Zainal, pihaknya juga berobsesi memiliki sebuah counter untuk menjual produk, agar konsumen lebih mudah membeli produknya. Tak hanya itu, ia berharap kampusnya menyediakan tempat khusus bagi produk-produk karya mahasiswa, seperti yang telah dilakukan IPB di Bogor.

“Kami juga ingin tunjukkan pada dunia bahwa Indonesia adalah penghasil rempah-rempah dan mampu mengelolanya. Jika dulu kita dijajah negara lain karena rempah-rempah, kita berobsesi suatu saat juga bisa ‘menjajah dunia’ dengan produk rempah,” tegas Zainal. dio

Berita Terkait