ITS News

Kamis, 14 November 2024
02 Desember 2010, 12:12

Menulis Atau Mati! (sesi 1)

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pertengahan abad ke-15. Ilmu pengetahuan di Eropa sedang mulai menggeliat. Era Renaissance sudah melewati tahap pemanasan. Semua penduduk benua biru saat itu mulai meninggalkan era mistisme Romawi timur dan kembali ke sains. Aneka jenis pemikiran dan aliran bekembang pesat pada zaman ini. Sains, arsitektur, filsafat, seni, musik dan semua jenis bentuk ilmu menyeruak bebas.

Tahun 1513. Seorang diplomat asal kota Florence Italia, Niccolò di Bernardo dei Machiavelli telah menyelesaikan naskah yang diberi judul “Il Principe” yang artinya Sang Pangeran (The Prince dalam bahasa inggris). Naskah yang kurang dari 100 halaman ini berkali-kali dia coba ditawarkan kepada penerbit untuk dicetak menjadi buku. Belum sampai keinginannya terwujud, pada tahun 1527 ajal sudah menjemputnya.

Lima tahun kemudian, salah seorang teman Machiavelli menemukan naskah ini dan berhasil menerbitkannya.  Kalau dihitung mundur, itu artinya butuh waktu tunggu sampai 19 tahun untuk membuat penerbit memutuskan bahwa tulisan ini layak terbit. Bahkan si penulis pun tidak tahu bahwa naskahnya diterbitkan.

Kira-kira dua setengah abad kemudian. Ternyata buku ini dibaca oleh pemimpin legendaris asal Perancis, Napoleon Bonaparte. Salah satunya karena terilhami buku ini, Napoleon melakukan serangkaian peperangan hingga Perancis menjadi negara yang paling ditakuti kala itu. Namun aksi pemimpin yang sangat popular sedaratan Eropa pada abad 18 ini masih masuk kategori brutal, belum keji.

Empat abad kemudian. Buku ini jatuh ke tangan pemimpin Adolf Hitler. Semua orang pasti tahu apa yang telah dilakukan oleh pemimpin Jerman ini. Tokoh rasis inilah yang mempelopori Perang Dunia II. Puluhan juta nyawa melayang di tangannya. Yang fatal, buku ini juga menjadi pegangan Benito Mussolini dan Joseph Stalin. Sejarah mencatat, koalisi trio diktator ini sukses menghancurkan peradaban Eropa. Juga menimbulkan kisruh dunia sampai beberapa dekade.

*****

Bagaiamana bisa buku setipis itu menjadi terkenal dan angker? Jangan dibayangkan dengan judul yang imut-imut, The Prince mengisahkan tentang putri cantik bersama seorang pangeran yang gagah berani. Tidak ada pula kalimat “….dan sang pangeran dan putri pun akhirnya menikah dan bahagia selamanya”. Ulasan Machiavelli bertutur tentang pandangan pribadinya terhadap praktek politik realisme.

Dia menggagas pola berpikir pemerintahan saat itu dari idealis menjadi realis, orang berpolitik tidak perlu idealis. Untuk mencapai tujuan negara, suatu penguasa yang baru perlu melakukan tindakan amoral untuk mewujukannya. Termasuk untuk mengorbarkan darah, tidak peduli seberapa banyaknya. Jika memang hal itu adalah harga untuk mempertahankan kekuasaan.

Walaupun fakta sejarah berkata, buku ini bukan satu-satunya menjadi dasar pandangan para tokoh di atas untuk berlaku kejam. Namun sedikit banyak, bacaan para pemimpin dunia kala itu turut menyumbang pola pemikiran mereka. Dari penelusuran lebih lanjut, nyatanya pandangan mereka terkonstruksi dari buku Das Capital (Karl Marx) dan The Origin of Species (Charles Darwin) dengan gagasan materialisme. Juga tentang teori seleksi alam bagi manusia yang menjadi dasar bagi Hitler untuk mengagungkan ras Arya di atas segala ras di dunia.

Bagimana Tulisan Memoles Dunia?
Tulisan adalah bentuk ekspresi berpendapat paling tahan lama sepanjang sejarah. Lewat tulisan, manusia bisa dikenang, dihargai, dicaci atau bahkan dibunuh. Ulasan di atas adalah bagian sejarah yang menggambarkan bagaimana tulisan bisa bertahan sampai berabad-abad kemudian. Melalui suatu pandangan pribadi yang dituliskan, jutaan manusia meregang nyawa. Itu contoh yang buruk yang fatal.

2500 tahun yang lalu, Plato telah mengurai pendapatnya tentang negara Republik dalam manuskrip Papirus Oxyrhynchus. Sampai detik ini, ratusan negara masih menggunakan konsep pemikirannya, termasuk negara kita. Andaikan saja Mbah Plato tidak menuliskannya, mungkin istilah Republik tidak akan ada sepanjang sejarah negara dunia. Entah bagaimana pula model pemerintahan negara kita saat ini.

Dalam tahun yang hampir sama dengan Machiavelli, Leonardo Da Vinci juga menelurkan banyak karya tertulis tentang teknologi masa depan. Dari anatomi tubuh manusia, desain kapal selam, helikopter sampai, lukisan, patung, musik sampai kuliner yang diabadikan dalam 7.000 lembar tulisan. Lima abad berselang, karya sang maestro Monalisa ini pun menjadi kenyataan.

Bangsa Eropa terdidik dan terbiasa untuk mencatatkan segala aktivitasnya dalam bentuk tulisan. Karena tulisan adalah satu-satunya bukti autentik eksistensi mereka. Lihatlah berapa banyak penelitian, penemuan, karya sampai jurnal ilmiah yang bisa mereka raih walaupun mereka bukan yang kali pertama. Mereka hanya lebih dahulu menulisanya. Sama seperti guru besar dan dosen. Yang membedakan adalah hasil risetnya (yang dituliskan). Bukan kemampuan risetnya. Apalagi ketahanan orasinya.

Di Indonesia. Seorang Ibu lewat surat bercerita tentang anaknya yang berhenti menjadi pecandu narkoba setelah membaca karya Laskar Pelangi. Karena patah hati, seorang remaja hampir saja menengguk baygon untuk mengakhiri hidupnya. Namun setelah membaca karya Asma Nadia berjudul "La Tahzan for Jomblo", diurungkanlah niatnya. Nyawanya “terselamatkan” karena tulisan.

Lihat pula jenis buku-buku berat seperti seperti “Bawah Bendera Revolusi”-nya Soekarno, “Madilog” Tan Malaka sampai “Krisis Ekonomi dan Kapitalisme” Hatta sedikit banyak telah mempengaruhi pola pemerintahan Indonesia di awal kemerdekaan. Buku-buku itu pula turut berpengaruhi kehidupan negara kita sampai detik ini.

Mulai menunduk, coba kita lihat di ITS. Ada banyak tulisan asli sivitas akademika di ITS. Dari tulisan jurnal, diktat, catatan kuliah sampai baceman di atas meja kelas. Namun ada juga penulis profesional yang sudah berkali-kali menerbitkan buku. Dari kalangan dosen sampai mahasiswa, semua ada. Walaupun mereka bukan dari kalangan sastra atau komunikasi, namun nyatanya mereka berhasil membuat inspirasi di luar bidang eksak.

Di tempat saya bersarang, ada seorang senior yang getol menulis pula. Bukan sembarang tulisan yang dihasilkan. Kalau sudah dimuat di website ITS, saya senantiasa terkesima. Dan yang lebih penting, tulisannya inspratif! Bukan bualan atau pun nggombal. Pemilihan kata dan pembawaan kalimatnya sungguh memukau. Walaupun hanya ditampilkan di website, tulisannya telah berkelana kemana-mana. Inspirasinya sampai menancap kuat pada beberapa pembacanya.
(bersambung)

“Kau, Nak, paling sedikit kau harus bisa berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis, suara takan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” (Pramoedya Ananta Toer)

Referensi utama dari group Facebook “Komunitas bisa!”

Nur Huda
Mahasiswa Teknik Mesin 2007

Selanjutnya
Publish or Perish!
Anda adalah Inspirasi

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Menulis Atau Mati! (sesi 1)