ITS News

Senin, 02 September 2024
03 Desember 2010, 08:12

Fenomena Gunung Es HIV/AIDS

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Coba kita cari topik berita tentang HIV/AIDS pada search engine. Lantas berita-berita yang muncul kebanyakan adalah berita tentang jumlah penderita HIV/AIDS yang semakin banyak dari tahun ke tahun.

Hal ini perlu kita renungkan bersama. Apalagi beberapa hari yang lalu, kita baru saja memperingati hari HIV/AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember 2010. Sampai kapan peringatan hari HIV/AIDS terus dihadapkan dengan realita jumlah ODHA yang selalu meningkat?

Salah satu media online menampilkan berita dari Harian Seputar Indonesia yang menyebutkan bahwa di Palembang dan Sumatera Selatan terjadi peningkatan ODHA. Hingga Juni 2010 tercatat ada temuan baru sebanyak 827 orang yang mengidap HIV/AIDS.

Media yang lain juga menampilkan kenyataan serupa yang terjadi di Kota Malang. Berita itu menyebutkan bahwa peningkatan jumlah ODHA yang terjadi di Malang cukup tajam, yakni mencapai 1500 orang.

Sedangkan yang lebih memprihatinkan lagi, secara keseluruhan Jawa Timur menempati peringkat ke dua untuk penderita HIV/AIDS terbanyak se Indonesia. Data itu diambil pada akhir tahun 2009. Kenyataan ini tentunya tak lepas dari keberadaan dua lokalisasi terbesar di Asia Tenggara yang terdapat di Surabaya.

Penyebaran HIV/AIDS memang sangat sulit terdeteksi. Data yang didapatkan saat ini hanya sebagian kecil dari besarnya jumlah orang yang sebenarnya mengidap HIV/AIDS. Banyak orang yang tidak memeriksakan dirinya sehingga angka pasti jumlah ODHA hingga saat ini tidak dapat diketahui.

Inilah yang dinamakan fenomena gunung es. Peningkatan jumlah ODHA yang tajam, dan banyaknya kasus HIV/AIDS yang diberitakan atau dihimpun oleh Dinas Kesehatan sesungguhnya adalah kenyataan yang hanya terlihat dipermukaan saja. Masih banyak ODHA yang tidak terdeteksi hingga hari ini. Lebih dari itu, banyak ODHA yang tidak sadar bahwa saat ini dirinya terjangkit HIV/AIDS.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Surabaya pernah melansir bahwa 80% pekerja seks komersial di lokalisasi Dolly dan Jarak terinfeksi virus HIV/AIDS. Tentunya hal itu diketahui setelah melakukan Voluntary Counsulting and Testing for AIDS (VCT). Bisa dibayangkan bagaimana bila VCT itu tidak dilakukan. Akan ada banyak PSK yang tetap beroperasional dan tidak menyadari bahwa dirinya sedang menyebarkan virus mematikan.

Begitu pula yang terjadi Malang, Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Malang menerangkan bahwa darah yang didonorkan para pendonor di PMI setempat, sekitar 20 persennya mengandung HIV/AIDS. Sehingga PMI tersebut harus memusnahkan darah tersebut dan menyarankan pendonor untuk test darah agar pendonor mengetahui bahwa dirinya adalah penderita HIV/AIDS.

Kejadian-kejadian itu menandakan bahwa memang banyak sekali ODHA yang tidak menyadari bahwa dirinya terjangkit HIV/AIDS karena meraka belum pernah melaksanakan pemeriksaan. hal demikian tentunya dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari malu hingga takut dengan hasil yang diperoleh. Lebih lagi, banyak masyarakat yang belum tahu dimana dan bagaimana cara melakukan test tersebut.

Saat ini kita memperingati hari HIV/AIDS sedunia dengan beragam kegiatan. Ada yang melaksanakan talk show tentang penanggulangan AIDS, donor darah, sosialisasi, games, kampanye dan masih banyak lagi. Tapi apakah semua itu masih relevan? Bahaya HIV/AIDS bukan lagi hal yang tidak diketahui masyarakat sehingga harus terus disosialisasikan setiap tahun.

Saat ini kita sudah mulai harus fokus kepada langkah untuk menyelesaikan fenomena gung es HIV/AIDS. Melakukan pendataan secara tepat dan akurat tetang jumlah ODHA yang sesungguhnya. Kemudian melakukan konseling dan pengawasan agar ODHA tersebut tidak menularkan virus ke orang lain.

Bayangkan jika sekian banyak PSK yang ada di Dolly terus menyebarkan virusnya karena PSK itu sendiri tidak tahu bahwa mereka mengidap HIV/AIDS. Begitu pula dengan remaja yang kerap melakukan heteroseksual dan tidak sadar bahwa dirinya berpenyakit dan menularkan pada orang lain. Atau seorang ibu yang sebenarnya ODHA namun karena ketidak tahuannya dia akhirnya menandung seorang anak.

Lebih baik bila hari HIV/AIDS kita jadikan sebagai moment untuk test HIV/AIDS bersama. Setiap sekolah, universitas, lingkungan perumahan, tempat lokalisasi dan rumah sakit melaksanakan pemeriksaan massal untuk mengetahui HIV/AIDS. Karena jika mengharapkan setiap orang untuk datang dan melakukan pemerikasaan dengan inisiatif sendiri tentunya cukup sulit.

Dengan hal ini kita dapat mereduksi fenomena gunung es tersebut. Selain itu orang yang sebenarnya terjangkit HIV/AIDS dapat mengetahui kondisinya. Dengan demikian mereka mendapatkan penanganan medis dan konseling yang tepat sehingga tidak lagi menularkan virusnya pada orang lain.

HIV/AIDS harus kita perangi sejak dini. Segala upaya harus kita lakukan untuk menghentikan penyebaran virus mematikan ini. Dengan usaha bersama tentunya HIV/AIDS pasti dapat kita taklukkan. Hentikan penyebaran HIV/AIDS mulai dari sekarang. Say no to free sex, and say no to drugs, jauhi virusnya bukan orangnya!

Aldrin Dewabrata
Mahasiswa Jurusan T. Sistem Perkapalan

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Fenomena Gunung Es HIV/AIDS