ITS News

Selasa, 03 September 2024
29 Desember 2010, 11:12

Desain atau Seni

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Orang seringkali menyalahartikan desain dengan seni. Padahal keduanya merupakan dua hal yang berpusat pada dua filosofi yang bertentangan. Desain dibuat dengan memusatkan sebuah mahakarya sesuai keinginan konsumen. Sedangkan untuk seni, dia dibuat sebagai pencurahan isi hati, cerita, perasaan, emosi, bahkan filosofi sang seniman itu sendiri. Seniman yang terkenal justru seniman nyentrik yang biasa terkenal dengan perilaku sak enake udele dewe.

Sebut saja Affandi, salah satu pelukis ekspresionis terbesar Indonesia. Karya-karyanya banyak, terkenal, melimpah. Namun yang akan menyukainya mungkin hanya orang-orang yang benar-benar menyukai seni ekspresionis saja. Bagi orang awam seperti kita, teknik memeras tabung milik Affandi mungkin tak lebih dari sekedar coretan warna di atas kanvas.

Bagi mereka, itu adalah mahakarya. Subyektivitas sangat dominan dalam seni. Apa yang dianggap indah oleh seseorang pasti berbeda kadar indahnya  akan dirasakan oleh orang lain. Hal ini bahkan menyangkut hal-hal tabu yang dalam masyarakat pun masih menjadi perdebatan, tidak hanya terkait moral dan etika namun juga agama.

Contohnya adalah lukisan telanjang seorang wanita. Seniman yang membuatnya menganggap hal tersebut adalah mutlak karya seni. Sebuah landasan ideal untuk mengekspresikan keindahan dengan perbedaan sapuan kuas, intimasi, spontanitas, kepekaan detail dalam rana dan komposisi.

Namun dalam sudut pandang masyarakat hal tersebut merupakan pornografi. Ketelanjangan dalam seni bukan merupakan sebuah kesombongan akan nilai-nilai moralitas dan kesopanan. Hal ini menyangkut masalah filosofis sang seniman itu sendiri. Bagi mereka pornografi mungkin adalah sebuah korupsi realitas. Sedangkan tak semua orang bisa menerima konsep itu seutuhnya, terutama agama dan moralitas.

Pengumbaran bentuk tubuh tentu bukanlah sesuatu yang dianjurkan dalam setiap agama, bahkan diharamkan. Melihat saja dilarang, apalagi sampai memindahkannya ke atas kanvas untuk dipertontonkan ke sekian juta mata manusia lainnya. Lain halnya dengan desain. Secara teori desain merupakan hasil interseksi antara tiga karya besar kebudayaan manusia, yaitu ilmu seni dan teknologi.

Dan satu-satunya tumpuan titik hilangnya adalah konsumen. Meski terdapat pembatasan-pembatasan, desain menjadi sebuah revolusi sendiri dalam sejarah manusia. Desain menciptakan peluang bagi manusia untuk memulai produksi massal barang-barang dengan perlakuan produk yang berbeda dari seni.

Dalam pembuatannya, seorang desainer terlebih dahulu membuat apa yang biasa disebut sebagai konsep desain. Di dalam konsep ini terdapat analisa-analisa tentang dasar pembuatan produk desain sampai pada analisa pengguna produk tersebut. Konsep akan menjadi landasan perancangan awal yang digabungkan bersama gambar kerja untuk diwujudkan menjadi sebuah karya jadi bernilai jual tinggi. Penilaian baik tidaknya suatu desain sangat perlu dilihat dari kacamata konsumen.

Tidak ada desain yang salah, hanya baik atau kurang baik. Kadar kebaikan tersebut tidak hanya diambil dari sudut pandang desainer pembuatnya, namun juga dari konsumen penggunanya. Penyelarasan keduanya sangat berdampak signifikan dalam proses pembuatan sebuah produk desain. Untuk itu justru seorang desainer benar-benar dituntut untuk tidak boleh sak enak’e udele dewe.

Untuk mencapai pengertian desain ideal diperlukan studi menyeluruh tentang produk dan penggunanya. Misalnya ketika membuat sebuah kursi, harus ditentukan dulu kriteria kursi seperti apakah yang dibuat. Apakah kursi yang tradisional, nyaman, atau yang modern simple dan fungsional. Semua tergantung lagi kepada kemauan konsumennya. Untuk mengetahuinya pun harus dilakukan studi pengguna. Mulai dari pekerjaan, hobi, status, gaya hidup, harapan akan produk, dan banyak lagi.

Desain tidak pernah sama setiap waktu. Desain sangat dinamis. Trend desain menjadi acuan pasar yang sangat sangat menuntut inovasi. Mendengarkan konsumen, dan adaptif terhadap perubahan merupakan dua hal penting untuk menjadi desainer yang baik. Mengetahui tiap permasalahan dan menyelesaikannya dengan desain yang tepat serta aplikatif. Dan yang terakhir tentunya, berlatih.

Semua orang perlu berlatih ketika menekuni sesuatu, begitu juga desain. Orang sudah terbiasa mendesain, karyanya akan berbeda dengan orang yang baru belajar mendesain. Practise! Practise! Practise! Jadi jika ada seseorang yang masuk ke jurusan desain, jangan shock jika harus menggambar garis lurus tanpa putus tanpa alat bantu (penggaris) berpuluh-puluh lembar sampai tangan terasa menjadi batu. Nikmatilah, karena takkan ada usaha yang sia-sia.

Rukhshotul Izalah
Mahasiswa Desain Produk

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Desain atau Seni