ITS News

Kamis, 14 November 2024
31 Desember 2010, 14:12

Dia, Si Tanggal Satu Bulan Satu

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pusat-pusat keramaian di kota, hotel-hotel, pantai, kawasan wisata, dan tempat hiburan biasanya dijadikan titik simpul merayakan detik-detik kedatangannya. Dana miliaran rupiah dihabiskan sekedar untuk menyambut malam tahun baru itu. Ibarat roket siap luncur.

Aku mengingat memori di kampung halamanku. Dapat dipastikan ini akan terulang dimanapun, termasuk di Surabaya. Bahkan mungkin akan jauh lebih besar.

Semuanya akan bermula bada adzan maghrib. Bukannya menghormati ibadah tapi raungan motor akan menemani jalannya ibadah. Iringannya rapat hingga disibakpun tidak bisa. Jikalau sudah berhenti pasti akan berganti dengan dentuman terompet. Satu dua sih wajar. Kalau sekampung, apa masih wajar? Semakin malam bukannya makin berhenti justru pesta baru dimulai. Puncak acaranya tepat di saat dia datang. Kembang apai dinyalakan. Mercon-mercon dibunyikan. Meriam-meriam ditembakkan. Malam dibuat segaduh-gaduhnya.

Lepas itu aku baru bisa bernafas lega, terbebas dari polusi suara yang biasa dianggap wajar oleh manusia.

Aku jadi berpikir andaikan, satu kali saja rutinitas itu dilewatkan. Akan hancurkah dunia? Atau akan mengamukkah ia? Sepertinya tidak.

Pertanyaannya, Sebegitu fenomenalkah dia? Mengapa selalu ada sambutan yang super khusus untuknya? Padahal yang aku tahu setiap tahun, dia selalu datang. Setiap tahun pula dirayakan. Kalau boleh menaksir delapan belas sudah kali aku melewatinya.

Selama ini dia selalu dimaknai secara simbolis saja. Kehadirannya selalu diidentikkan dengan "pesta pora". Ada pesta meriah dengan sajian musik spesial, pesta pora di pantai-pantai sepanjang malam, makan-makan, minum-minum, dan bahkan hingga yang paling brutal yaitu pesta narkoba dan pesta seks. Tak terekam sedikit pun sisipan kegiatan refleksi  dalam setiap gemerlap perayaannya yang digelar. Tidak pernah ada juga evaluasi segala bentuk perbuatan, tindakan, dan keputusan yang pernah diambil untuk dijadikan pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik.

Sekali lagi hanya "pesta" dan kenikmatan malam pergantian hari yang sebenarnya bisa kita nikmati tiap malam. Detik-detik kedatangannya benar-benar diisi kehampaan tanpa makna. Di sinilah dibutuhkan "refleksi" yang sebenarnya dalam memaknai lembar baru kehidupan.

***
Esensi kehadirannya menjadi terasa dangkal jika hanya dimaknai sebatas perayaan. Dia adalah lembaran putih kehidupan baru yang siap dilukis dengan tinta cerita-cerita indah.

Momentum ini hendaknya dimaknai sebagai ajang untuk refleksi diri di masa lalu, masa sekarang, dan untuk masa depan. Manusia sendiri telah diberi banyak waktu oleh Yang Maha Kuasa.  Jika dihitung, untuk menyongsong tanggal satu di bulan satu, kita perlu melewati 365 hari. Jika dikonversi dalam satuan detik maka harus dikalikan dengan 24 jam dan dikalikan lagi dengan 3600 detik. Hasil yang didapat adalah kurang lebih 31536000 detik.

Disadari atau tidak, dalam setiap detik kehidupan itu terdapat tiga fase. Masa lalu setelah kita melewati sesuatu, masa kini ketika kita berpikir saat itu, dan masa depan ketika kita berpikir nanti.

Artinya, kita telah diberi waktu yang sangat panjang untuk senantiasa melakukan refleksi di dalam diri. Bukan akumulasi refleksi abal-abal seperti kebanyakan manusia jaman sekarang. Refleksi setiap waktu akan membentuk sebuah visi ke depan. Berbeda dengan refleksi abal-abal yang hanya akan menghasilkan makna parsial dalam menghadapi hidup.

Refleksi sesungguhnya adalah belajar. Belajar adalah cara untuk mengerti, memahami, mendekati, menyadari, mencintai, dan menghasilkan masa depan yang lebih baik dan berarti.

Refleksi merupakan ajang instropeksi diri atas segala bentuk perbuatan, tindakan, dan keputusan yang seringkali merugikan, menyakiti, dan menyengsarakan orang lain. Semua itu harus diubah menjadi sesuatu lebih bermanfaat, berguna, dan berkeadilan.

Masa lalu adalah tempat untuk mengingat segala bentuk ucapan, tindakan, dan seluruh perbuatan kita. Masa kini adalah media untuk merancang, memprediksi, dan menyiapkan strategi terbaik dan menyikapi masa lalu menuju masa depan. Sedangkan masa depan adalah masa yang merupakan cita-cita, diinginkan dan dijadikan tujuan.

Kemampuan kita memetakan dengan benar, untuk mengambil hikmah masa lalu, merenungi masa kini, dan merancang masa depan akan menjadi kunci keberhasilan dalam menatap masa depan yang lebih indah.

***
Waktu itu laksana air yang mengalir ke hilir yang tak pernah lagi kembali ke hulu. Waktu juga laksana anak panah yang terlepas dari busurnya yang juga tak akan pernah kembali. Kadang ia membangkitkan gairah dan semangat. Kadang ia memperdaya kita.

Memperingati hegemoni kedatangannya bukanlah hal yang keliru. Bukan pula hal yang buruk. Akan tetapi, bagaimanapun harus tetap bermakna.  Jika kedatangannya hanya dijadikan ajang pesta pora tanpa makna sedikit pun maka yang kita dapat hanyalah kerugian semata.

Namun, jika kita benar dalam memposisikan kedatangannya sebagai titik tolak hijrah menuju kebaikan, keadilan, kebijaksanaan, dan kesuksesan, maka keuntunganlah yang akan menjadi kado manis di lembar baru ini.

Sekarang tinggal kita memilih alur yang mana dalam menyambut dia?

Jaharani
Mahasiswa Teknik Kimia

Berita Terkait