ITS News

Selasa, 03 September 2024
17 Januari 2011, 22:01

Studi ke Luar Negeri, Siapa Takut?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Hampir semua mahasiswa bahkan semua orang di Indonesia ingin sekali ke luar negeri, entah itu untuk bekerja, belajar, atau hanya sekedar jalan2. Menurut saya, opsi terakhir banyak dipilih orang-orang Indonesia yang hobi menjaga gengsi.

Namun bukan itu yang kita ingin bahas di sini. Pertanyaannya, entah kenapa kebanyakan keinginan mereka itu cuma jadi sekedar angan2. Bisa jadi karena kesempatan terlalu kecil atau memang informasi yang tersedia kurang tersebar luas. Kemungkinan lain yang bisa diambil, orang-orang Indonesia kurang pro-aktif untuk "jemput bola".

Semua kemungkinan itu bisa saja terjadi. Tapi alangkah sangat disayangkan jika kemungkinan-kemungkinan itu tertuju pada mahasiswa. Kita semua sudah tahu kalau kesempatan belajar di luar negeri sangat besar karena hampir semua universitas (berkualitas) di luar negeri dapat menerima mahasiswa internasional yang juga tidak sungkan-sungkan memberikan beasiswa kepada mahasiswa tersebut.

Kalau dibilang kita tidak punya uang, mereka bersedia kok menyediakan beasiswa kepada yang layak. Kalau sekiranya kita memang punya kapasitas menjadi mahasiswa internasional, kenapa masih harus berpikir,"Nanti di sana makan apa?". Tenang, semua sudah dijamin dan diperhitungkan.

Kalau kemungkinan informasinya kurang tersebar, sepertinya kita lebih sering update status dalam facebook ketimbang mencari info-info beasiswa. Padahal, di kampus sudah ada Wi-Fi, kalaupun tidak punya laptop bisa melalui laboratorium komputer di masing-masing jurusan, atau kita bisa memanfaatkan Warnet yang tidak mahal-mahal banget untuk sekedar browsing selama satu jam.

Informasi beasiswa itu sebenarnya amat nyata beredar melalui berbagai media, baik elektronik, cetak, maupun sosialisasi langsung dari universitas yang menawarkan program internasional tersebut. Sebagai contoh, untuk mendapatkan informasi beasiswa ke Norwegia melalui internet, masukkan saja kata kunci "Scholarship Norway" di mesin pencari yang tersedia di dunia maya.

Saya yakin informasi yang sangat banyak akan muncul pada mesin pencari tersebut. Sehingga, alasan kemungkinan kedua (minim informasi) sudah bisa kita atasi.

Jika dari kedua kemungkinan tersebut masih banyak mahasiswa di Indonesia yang tidak dapat melakukan studi di luar negeri, maka kemungkinan ketiga memang paling masuk akal untuk menjadi alasan mengapa keinginan para mahasiswa studi di luar negeri hanya menjadi angan2.

***
Sebagai mahasiswa yang saat ini sedang menempuh studi di luar negeri, ada banyak kesan dan pembelajaran yang berharga yang saya dapatkan selama menempuh studi, mulai dari ilmu pengetahuan, teknologi, budaya di negera setempat, pergaulan dengan mahasiswa dan penduduk setempat maupun dengan mahasiswa internasional, dan lain-lain.

Namun dari semua kesan tersebut, yang paling penting dalam menempuh studi di luar negeri adalah terbukanya cakrawala berpikir kita, yang mungkin sebelumnya hanya berlingkup di pemikiran-pemikiran nasional saja, yang sesungguhnya sangat
"kusut" dan sarat dengan intrik yang dapat menyesatkan jalan pemikiran kita.

Di sini, saya bisa mendapatkan semangat nasionalisme dalam berbagai jalan pemikiran. Berikut ini adalah beberapa contoh pemikiran yang saya dapatkan selama menempuh pendidikan di sini, yang akan saya tuangkan dalam kalimat langsung.

"Orang sini nggak beragama tapi hidupnya bisa teratur dan orang-orangnya bisa taat peraturan. Orang Indonesia yang mengerti agama dan berakhlak lebih baik seharusnya bisa punya hidup yang lebih teratur dan lebih baik,".

"Orang sini bangga memakai produk lokal supaya perusahaan lokal bisa berkembang dan terus meningkatkan kualitas produknya yg nantinya bisa sampai ekspor ke negara2 lain. Oleh sebab itu, banyak perusahaan Jepang yg maju dan bisa merambah ekspor ke seluruh dunia,"

Sungguh berbeda dengan orang Indonesia yg selalu mencari barang bermerk (yg kebanyakan merk luar negeri) dan selalu merasa konyol kalau memakai barang produk lokal.

Seandainya saja kita punya pemikiran yang sama seperti orang Jepang, pasti negara kita akan maju pesat. Apalagi didukung dengan SDA dan SDM yg luar biasa banyaknya.

Selanjutnya,"Orang sini sangat senang bisa share ilmunya ke orang-orang lain supaya ilmunya bisa terus berkembang dan nantinya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan di negaranya,".

Beda dengan orang Indonesia yang kadang tidak "total" membagi ilmunya. Entah karena tidak mau kalah atau tersaingi atau memang mau pintar sendiri. Padahal banyak orang-orang Indonesia yang pintar yang bisa membawa orang-orang Indonesia yang lain supaya jadi pintar juga. Dan sayangnya, kebanyakan orang Indonesia yg pintar tidak dihargai di negerinya sendiri dan mereka lebih milih untuk "mengabdi" di negeri orang lain.

"Penerapan teknologi di sini sangat pesat karena orang sini sadar kalau teknologi bisa memajukan pembangunan dengan sangat cepat dan bisa membuat hidup mereka jadi mudah dan nyaman,"

Beda dengan orang Indonesia yang kebanyakan masih gagap teknologi. Mungkin masalah ini bisa saja diatasi selama para teknokrat bisa mengajak dan mensosialisasikan ke seluruh warga tentang pentingnya penerapan teknologi.

"Orang sini tidak pernah berpikir, kalau saya dibayar rendah, ya saya jg tidak perlu kerja keras. Mereka tidak pernah memikirkan gaji karena gaji mereka akan selalu mencukupi untuk kehidupan sehari-hari. Mereka juga percaya kalau kerja keras mereka akan selalu "dihargai" oleh perusahaannya,"

Seandainya orang Indonesia bisa berpikir hal yg sama, mungkin negara ini sudah maju pesat dan tidak kalah dengan negara-negara maju yg ada di dunia ini.

"Pelayanan di sini sangat baik. Mulai dari perusahaan kecil-kecilan, perusahaan besar, perusahaan pemerintah, ataupun kantor2 pemerintahan. Semuanya selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya. Bagi mereka, komplain dari pelanggan atau klien merupakan bencana besar bagi perusahaan mereka.

Bahkan pimpinan perusahaan bisa turun langsung dan membungkuk minta maaf kalau sampai ada komplain ke perusahaannya. Oleh sebab itu, mereka selalu hati-hati saat memberi pelayanan dan selalu bersikap ramah kepada pelanggan agar pelanggan merasa nyaman,".
 
Sangat berbeda dengan perusahaan-perusahaan dan kantor-kantor pemerintahan di Indonesia yg tidak pernah beres melayani konsumen atau kliennya. Mereka masih saja berpikir kalau pelanggan yang butuh mereka, bukan sebaliknya. Masih juga ada prinsip,"Hanya melayani yang membayar lebih,".

Uraian di atas hanya sebagian kecil dari kesan-kesan yang saya dapatkan selama saya menempuh pendidikan di luar negeri. Masih banyak kesan-kesan yang dapat menggugah kita untuk senantiasa melakukan yang terbaik untuk Indonesia. Agar kita juga punya mental "tidak mau kalah" dari negara-negara lain yang ada di dunia ini.

"Jangan malu belajar dari mereka!"

Raditya Hendra Pratama
Alumni Siskal, saat ini sedang menjalani riset di Kobe University

Berita Terkait