ITS News

Kamis, 14 November 2024
20 Maret 2011, 14:03

Belajar dari Bencana Tsunami

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Jepang sadar akan itu dan mereka tidak punya pilihan lain, mereka harus menghadapi gempa dan tsunami tersebut. Untuk itu mereka meneliti, mengembangkan teknologi konstruksi, sistem peringatan dini, mengembangkan bangunan tahan gempa, dan melatih serta memahamkan kepada seluruh rakyat. Sosialisasi kepada masyarakat tanpa kecuali baik kepada balita, manula, ibu-ibu hamil, maupun penyandang cacat dan lain-lain.

Mereka melakukan gladi atau simulasi menghadapi gempa secara rutin dalam jangka waktu tertentu. Karena sosialisasi sudah berlangsung lama maka masyarakat Jepang sudah terbangun budaya keselamatan, sebagai contoh saat terjadi gempa 11 Maret 2011 masyarakat Jepang tidak panik. Mereka reflek bersembunyi di bawah meja sampai getaran selesai baru mereka keluar ruangan antri satu persatu, demikian pula saat evakuasi naik kendaraan merekapun tetap antri satu persatu, dan tidak keluhan taruma akibat gempa. Berita-berita media lebih banyak mendorong untuk segera bangkit bukan berita rebutan dan atau merampok bantuan/makanan, atau berita belum mendapatkan bantuan dan lain sebagainya.

Indonesia juga terletak di kawasan tektonik aktif karena ditekan oleh tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga lempeng Indo-Australia menghujam ke bawah lempeng Euro-Asia.

Kawasan yang terletak dekat zona tumbukan (subduksi) adalah pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, pantai selatan Bali dan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, Maluku Utara, pantai utara dan timur Sulawesi dan pantai utara Papua. Sedangkan daerah di Indonesia yang terletak dekat dengan zona patahan aktif adalah daerah sepanjang Bukit Barisan di Pulau Sumatra, Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Pulau Papua.

Beberapa patahan aktif yang telah dikenal di Indonesia antara lain adalah Patahan Sumatra, Cimandiri, Lembang, Baribis, Opak, Busur Belakang Flores, Palu-Koro, Sorong, Ransiki, patahan aktif di daerah Banten, Bali, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Maluku.

Catatan bencana di Indonesia pernah terjadi adalah dua letusan gunung api terbesar di dunia. Tahun 1815 Gunung Tambora yang berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, meletus dan mengeluarkan sekitar 1,7 juta ton abu dan material vulkanik. Sebagian dari material vulkanik ini membentuk lapisan di atmosfir yang memantulkan balik sinar matahari ke atmosfir. Karena sinar matahari yang memasuki atmosfir berkurang banyak, bumi tidak menerima cukup panas dan terjadi gelombang hawa dingin.

Gelombang hawa dingin membuat tahun 1816 menjadi “tahun yang tidak memiliki musim panas” dan menyebabkan gagal panen di banyak tempat serta kelaparan yang meluas. Dalam abad yang sama, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Erupsi Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira 13.000 kali kekuatan ledakan bom atom yang menghancurkan Hiroshima dalam Perang Dunia II.

Pada tanggal 26 Desember 2004, sebuah gempabumi besar terjadi di dalam laut sebelah barat Pulau Sumatra di dekat Pulau Simeuleu. Gempabumi ini memicu tsunami yang menewaskan lebih dari 225.000 jiwa di sebelas negara dan menimbulkan kehancuran hebat di banyak kawasan pesisir di negara-negara yang terkena. Di Indonesia sendiri gempabumi dan tsunami mengakibatkan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya mencapai lebih dari 4 triliun rupiah.

Pada tanggal 11 Maret 2011 terjadi gempa 8,9 skala Richter yang diikuti tsunami terjadi  di Honsu Jepang telah menelan korban jiwa dan hilang lebih dari 6000 orang dan meluluh-lantakkan permukiman, insfrastruktur, industri, dan PLTN. Kita semua bisa melihat dari televisi NHK yang telah menyajikan “kehebatan dan keganasan” tsunami yang memporak porandakan pantai timur Jepang.

Pusat Peringatan Tsunami Pasifik di Hawaii pun kemudian mengeluarkan peringatan ancaman tsunami ke seluruh pantai di Samudra Pasifik antara lain akan melanda Rusia, Amerika Barat, Amerika Selatan, Hawaii, Papua, Maluku Utara dan Sulawei Utara. Di Indonesia sempat menimpulkan kepanikan.

Para ahli ekonomi memang menyatakan masih terlalu dini untuk menghitung jumlah kerugian akibat gempa dan tsunami ini, namun dari kerusakan dan dampak yang masif, angka kerugian bisa menembus USD100 miliar. Meledaknya PLTN Fukushima yang diikuti menigkatnya radiasi radioaktif beberapa hari ini menimbulkan masalah sendiri baik bagi masyarakat Jepang maupun masyarakat internasional. Pihak berwenang mulai meluaskan radius bahaya yang awalnya 20 km kemudian 30 km sekarang (Sabtu, 19 Maret 2011) menjadi 50 km.

Beberapa penduduk mencoba meninggalkan Tokyo dan beberapa kantor kedutaan besar menyarankan para staf dan warganya untuk meninggalkan area yang terkena radiasi. Para turis memotong waktu liburan mereka dan perusahaan multinasional mendorong para stafnya meninggalkan kota atau merencanakan untuk pindah. Arah angin yang bertiup di atas PLTN bisa mengarah kemana saja, saat ini mengarah perlahan ke arah barat daya yang mencakup Tokyo. Namun angin akan beralih ke arah barat di malam hari waktu setempat serta bisa mengarah kemana saja.

Salah satu dampak yang berefek domino adalah tercemarnya Samudra Pasifik dimana semburan radioaktif masuk ke plankton, rumput laut, ikan kecil, ikan besar dan seluruh mahluk hidup yang ada di laut. Mobilitas ikan yang tinggi dan kondisi arus akan membawa bahan radioaktif ini berkeliling dunia.

Seperti disebutkan di atas bahwa sepanjang Pantai Barat Sumatra dan pantai selatan Jawa-Bali-NTT-Kepulauan Maluku merupakan kawasan yang berhadapan langsung dengan subduksi lempeng tektonik yang pernah memicu tsunami beberapa tahun lalu dan sewaktu-waktu akan kembali memicu tsunami maka disarankan untuk dikaji ulang penataan ruang di kawasan pantai-pantai tersebut. Kawasan ini sudah tidak layak dikembangkan sebagai kawasan permukiman, perhotelan, industri dan lain-lain aktivitas yang akan memancing banyak orang datang. Mungkin bisa dikembangkan menjadi kawasan persawahan, pertambakan atau kawasan konservasi mangrove.

Saat ini pantai-pantai tersebut banyak penghuninya, untuk itu ada tips mengurangi risiko bencana tsunami yaitu segera mempelajari kejadian bencana di masa lampau dan belajar dari bencana serupa di tempat lain serta  membentuk komunitas siaga tsunami di tingkat RT agar  terkoordinasi dengan baik dengan anggota RT yang lain maupun dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan bencana tsunami seperti BNPB, BPBD, BMKG, PMI, Perguruan Tinggi, dan lain sebagainya.

Ada contoh keberhasilan komunitas yang dikembangkan masyarakat Pulau Simelue Aceh, yang aktif dan selalu belajar dari kejadian gempa dan tsunami yang pernah terjadi dan mengembangkan sistem deteksi dini dengan teriakan semong yang berarti air laut surut dan semua orang harus segera lari menuju ke bukit.

Istilah ini selalu disosialisasikan dengan cara menjadi dongeng legenda oleh tokoh masyarakat setempat secara turun temurun sehingga istilah ini jadi melekat dan membudaya di hati setiap penduduk Pulau Simeuleu. Istilah smong ini dikembangkan sejak tahun 1900 dan istilah ini pula yang menyelamatkan hampir seluruh rakyat P Simelue dari amukan bencana tsunami 26 Desember 2004 padahal secara geografis letaknya sangat dekat dengan pusat gempa.

Dr. Amien Widodo
Peneliti bencana ITS Surabaya
amien@ce.its.ac.id

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Belajar dari Bencana Tsunami