”Kerjakan dengan baik ya nak, yang teliti,” nasihatnya sembari berjalan. Murid-murid hanya mengangguk kecil. Tangan mereka bergerak-gerak melingkari bulatan-bulatan di kertas mereka.
Tiba di sebuah meja, tangannya terjulur cepat. Murid di meja itu terperangah. Di pojok mejanya kini bertengger sebuah buntalan kertas kecil.
”Ambillah,” kata lelaki tersebut, masih tersenyum lebar. Ia menyodokkan kertas itu ke arahnya, pelan.
Si murid bimbang. Di ujung matanya, ia melihat pengawas sedang sibuk meneliti soal salah seorang temannya. Tak akan ada yang melihat bila kertas itu diambilnya.
Lelaki dari pemerintah daerah itu masih berdiri di dekat mejanya. ”Ambil saja,” ujarnya, persuasif. Murid-murid sekitar mulai sedikit gaduh. Masing-masing mulai tertarik dengan buntalan kecil tersebut. mereka tahu itu apa.
Ini sebenarnya cerita biasa. Di luar sana, pasti banyak yang pernah mengalami hal serupa. Hanya pemerannya yang berbeda-beda. Seorang lelaki dari pemerintah daerah, pengajar dari sekolah lain, pejabat, entahlah.
Nampaknya, Indonesia memang negara yang benar-benar dirahmati Tuhan. Bahkan, di ujian semacam UNAS pun, banyak ‘malaikat penolong’ yang bertebaran. Secara langsung dan personal. Maupun di dunia maya, juga di dunia elektrikal.
Berkat mereka, para peserta ujian bisa lulus dengan nilai-nilai gemilang. Dan ini memang yang terpenting: semua harus lulus!
Ada sesuatu yang lucu dengan sistem ujian akhir tahun ini. Seminggu sebelum ujian, murid-murid akan berkumpul dan berdoa bersama. Semuanya berdoa tulus, mengharapkan lulus. Tetapi dengan cara yang bagaimana?
Siswa SMP beramai-ramai membasuh kaki ibu mereka ketika mereka berdoa bersama. Siswa di Jombang merendam pensil dan penghapus mereka dalam air dari bocah ajaib Ponari. Apakah semua ini lelucon? Ini bisa membuat seorang pengamat menangis dan tertawa secara bersamaan.
Wahai Indonesia, kita menuntut para koruptor dan penipu kelas atas untuk dihukum seberat-beratnya dan dienyahkan dari negeri ini. Tapi kita sendiri justru menumbuhkan bibit-bibitnya di rumah kita sendiri, di sekolah, di dalam diri kita sendiri.
Wahai Indonesia, sistem apakah yang kita jalankan di negeri ini? Yang membuat kita semua berani untuk melanggar norma-norma paling dasar dalam hidup ini. Semua untuk mendapatkan pangkat, kedudukan, pengakuan yang lebih tinggi. Karena kita tahu, semua itu akan membawa kita kepada harta yang lebih tinggi pula.
Takutkah kalian, wahai Indonesia, bila hidup tanpa malaikat-malaikat ini?
Lebih takut mana, bila siswa-siswa tersebut telah lulus, dan mereka menggantikan tampuk kepemimpinan Negara. Mereka menjalankannya dengan cara seperti dahulu mereka ditolong oleh malaikat. Apapun caranya, asal kemauan mereka berhasil tercapai. Dan tanpa rasa bersalah ketika melaksanakannya.
Lisana Shidqina
Mahasiswi Arsitektur 2009
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)