Fasilitas ini bisa dinikmati setiap orang di seluruh dunia berkat adanya jaringan satelit GPS milik Amerika Serikat yang membebaskan pemakaiannya untuk semua pihak. Walaupun jaringan satelit GLONASS milik Rusia juga sudah beroperasi untuk tujuan yang sama, namun jelas bahwa seluruh dunia saat ini memiliki ketergantungan sangat besar dalam teknologi navigasi berbasis satelit kepada sedikit negara yang menguasai teknologi jaringan satelit tersebut. Sesuatu teknologi yang karena kebutuhan modern mendadak menjadi hajat hidup orang banyak sekarang dikuasai oleh segelintir pihak.
Padahal navigasi bukanlah satu-satunya manfaat dari teknologi satelit. Kesulitan telekomunikasi antara pihak-pihak yang tersebar luas di seluruh permukaan bumi atau yang sedang berlokasi di daerah terpencil juga bisa diatasi oleh satelit. Belum lagi keperluan penginderaan jauh untuk tujuan pemantauan cuaca, pemetaan sumber daya alam, dan pertahanan keamanan di wilayah negara yang luas. Semua ini kebetulan menjadi masalah yang juga harus dihadapi oleh Indonesia. Makna penting satelit rupanya telah disadari oleh banyak negara. Bukan hanya negara dengan wilayah yang luas, namun negara kecil pun sudah mulai menganggap perlu untuk memiliki satelit, seperti satelit Astra milik Luxembourg, atau satelit Tongasat milik Kerajaan Tonga – sebuah negara kerajaan kecil di Lautan Pasifik yang dulu pernah berselisih dengan Indonesia tentang masalah frekuensi dan posisi orbit satelit. Negara-negara kecil ini sudah sadar tentang arti penting satelit dan bahwa dengan satelit mereka bisa sedikit melepaskan diri dari ketergantungan terhadap negara lain, malah berani berselisih dengan negara yang jauh lebih besar.
Memang Indonesia termasuk negara Asia pertama yang memanfaatkan satelit untuk telekomunikasi. Para ilmuwan Indonesia juga sudah fasih memanfaatkan berbagai citra satelit yang bersumber dari satelit asing untuk keperluan meteorologi, pemetaan, dan lain-lain. Namun seharusnya Indonesia tidak berpuas diri sampai di situ saja. Sudah sepatutnya Indonesia juga mulai mencoba masuk ke ranah yang lebih mandiri dengan kemampuan membangun, meluncurkan, dan mengoperasikan satelit sendiri, tanpa tergantung kepada layanan jasa negara lain.
Untuk menuju ke penguasaan teknologi satelit secara mandiri, selama setahun terakhir ini Kemdiknas membidik mahasiswa sebagai ujung tombak. Melalui program IINUSAT (Indonesia Inter-University Satellite) yang ditulangpunggungi oleh anggota forum INSPIRE (Indonesia Nano-Satellite Platform Initiative for Research and Education) yaitu enam perguruan tinggi, termasuk PENS dan ITS, ditambah LAPAN, Kemdiknas mencoba mengembangkan satelit melalui kolaborasi mahasiswa antar perguruan tinggi di Indonesia. Setiap anggota forum memiliki tugas masing-masing dalam rangka pengembangan IINUSAT-1 yang rencananya akan diluncurkan pada 2012/2013. Kemajuan yang dicapai melalui IINUSAT-1 akan dilanjutkan dalam pengembangan IINUSAT-2 yang lebih canggih, dan berujung pada prototype yang akan dikembangkan oleh masing-masing perguruan tinggi. Kegiatan ini bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal, mengingat negara-negara lain pun sudah memulai lebih dahulu pengembangan satelit-satelit eksperimen oleh mahasiswa dan bahkan telah mengagendakan kompetisi tahunan antar universitas – mirip seperti kontes robot ataupun kontes muatan roket yang saat ini sudah menjadi agenda tahunan Kemdiknas.
Bagaimana dengan pengembangan satelit di ITS? Dari sedikit uraian di atas, sudah bisa dirasakan bahwa teknologi satelit dan aplikasinya adalah ranah lintas bidang ilmu. Sistem satelitnya sendiri terdiri dari subsistem komunikasi dan antena, pemantau kondisi satelit, kendali satelit, catu daya sel surya, dan sensor-sensor untuk aplikasi penginderaan jauh, sehingga minimal memerlukan kontribusi dari kompetensi teknik elektro, teknik mesin, fisika, dan teknik fisika. Dari sisi roket peluncur, jelas diperlukan campur tangan paling tidak dari teknik mesin, teknik fisika, dan kimia atau teknik kimia untuk bahan bakarnya. Sedangkan di sisi aplikasi, citra satelit yang diperoleh dapat dimanfaatkan oleh bidang geomatika, kelautan, planologi, dan lain-lain. Oleh sebab itu akan sangat tepat jika pengembangan teknologi satelit ini dikeroyok beramai-ramai oleh mahasiswa dari berbagai jurusan di ITS.
Sebenarnya selama ini pun beberapa kemajuan di bidang satelit telah dicapai oleh dosen dan mahasiswa di beberapa jurusan, namun belum terkoordinasi dan terintegrasi. Sebagai contoh, beberapa mahasiswa Teknik Elektro saat ini sedang berkutat dengan transceiver dan antena untuk stasiun bumi, mahasiswa Teknik Mesin mencoba mengembangkan mekanisme rotator dan kendali satelit, mahasiswa Teknik Fisika juga telah mengembangkan sistem kendali untuk roket, dan mahasiswa Fisika telah pula mempelajari sistem gyroscope untuk kendali satelit. Di samping itu tentunya interpretasi dan analisis citra satelit sudah sering dilakukan oleh mahasiswa Geomatika – pengetahuan mereka akan sangat dibutuhkan dalam menentukan spesifikasi kamera yang dibutuhkan oleh satelit. Untuk lebih mengintegrasikan berbagai upaya tersebut, sudah saatnya dibentuk sebuah wadah untuk diskusi antar mahasiswa dari berbagai jurusan, dengan satu tujuan yaitu menghasilkan produk teknologi satelit – sebut saja ITS-Sat – secara lengkap dari hulu ke hilir. Mulai dari desain dan manufaktur satelit, roket, dan stasiun bumi, sampai analisis dan pemanfaatan citra satelit. Dengan bantuan para dosen sebagai pembimbing, maka kegiatan pengembangan satelit oleh mahasiswa ini dapat terlaksana secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
Gagasan Komunitas Satelit ITS (http://satelit.its.ac.id) telah bergulir selama beberapa saat. Pada awalnya dimulai oleh sejumlah mahasiswa dari tiga jurusan: Teknik Mesin, Teknik Fisika, dan Teknik Elektro, yang kebetulan sejak awal telah teridentifikasi minatnya di bidang yang terkait dengan satelit, baik melalui kerja praktek, tugas akhir, maupun keterlibatan dalam Komurindo (Kontes Muatan Roket Indonesia). Tampaknya akan segera bergabung pula beberapa mahasiswa dari jurusan Fisika dan Geomatika. Untuk menunjukkan kemajuan yang telah dicapai oleh komunitas yang masih sangat belia ini, serta untuk menjaring lebih banyak peminat dari jurusan-jurusan lain, maka telah direncanakan keikutsertaan Komunitas Satelit ITS dalam arena PIMITS (Pekan Ilmiah Mahasiswa ITS) yang akan diselenggarakan pada 1-5 Mei 2011. Jika minat mahasiswa untuk meneliti dan mengembangkan teknologi satelit secara lintas disiplin dapat ditingkatkan dan dipersatukan, tidak hanya di ITS namun juga di kampus-kampus lain, maka sama sekali tidak mustahil bahwa kemandirian teknologi satelit Indonesia akan mengorbit dari kampus.
Gamantyo Hendrantoro
Dosen Teknik Elektro ITS
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi